Khulu: Perbedaan antara revisi
k Bot: Perubahan kosmetika |
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
||
Baris 39: | Baris 39: | ||
# Seorang istri meminta kepada suaminya untuk melakukan khulu, jika tampak adanya bahaya yang mengancam dan merasa takut keduanya tidak akan menegakkan hukum Allah SWT. <ref name="q"/> <ref name="v"/> |
# Seorang istri meminta kepada suaminya untuk melakukan khulu, jika tampak adanya bahaya yang mengancam dan merasa takut keduanya tidak akan menegakkan hukum Allah SWT. <ref name="q"/> <ref name="v"/> |
||
# Hendaknya khulu itu berlangsung sampai selesai tanpa adanya tindakan penganiayaan (menyakiti) yang dilakukan oleh suami terhadap istrinya. <ref name="q"/> <ref name="v"/> Jika ia menyakiti istrinya, maka ia tidak boleh mengambil sesuatu pun darinya. <ref name="q"/> <ref name="v"/> |
# Hendaknya khulu itu berlangsung sampai selesai tanpa adanya tindakan penganiayaan (menyakiti) yang dilakukan oleh suami terhadap istrinya. <ref name="q"/> <ref name="v"/> Jika ia menyakiti istrinya, maka ia tidak boleh mengambil sesuatu pun darinya. <ref name="q"/> <ref name="v"/> |
||
# Khulu itu berasal |
# Khulu itu berasal dari istri dan bukan dan pihak suami. <ref name="q"/> <ref name="v"/> Jika suami yang merasa tidak senang hidup bersama dengan istrinya, maka suami tidak berhak mengambil sedikit pun harta dan istrinya. <ref name="q"/> <ref name="v"/> |
||
# Khulu sebagai talak ba’in, yakni sebuah perceraian yang tidak dapat dirujuk kembalinya sang istri oleh si suami kecuali setelah mantan istrinya menikah dengan laki-laki lain dan kemudian melalui proses akad nikah yang baru. <ref name="q"/> <ref name="v"/> |
# Khulu sebagai talak ba’in, yakni sebuah perceraian yang tidak dapat dirujuk kembalinya sang istri oleh si suami kecuali setelah mantan istrinya menikah dengan laki-laki lain dan kemudian melalui proses akad nikah yang baru. <ref name="q"/> <ref name="v"/> |
||
Revisi per 6 April 2018 02.04
Khulu (Bahasa Arab : ﺧﻠﺢ) secara etimologi berarti “melepaskan”. [1] [2] Sedangkan menurut istilah di dalam ilmu fiqih, khulu adalah permintaan cerai yang diminta oleh istri kepada suaminya dengan memberikan uang atau lain-lain kepada sang suami, agar ia menceraikannya. [3] [4] Dan, dengan kata lain, Khulu adalah perceraian yang dibeli oleh si istri dari suaminya karena ada beberapa hal dari suami yang tidak menyenangkan istrinya. [4]
Adapun contoh untuk perkataan khulu yang di sampaikan suami kepada istrinya, “ Aku menceraikan kamu dengan uang Rp 1.000.000 ”. [5] [4] Istri kemudian menjawab “ Aku menerimanya”. [4] [5] Apabia perkataannya seperti ini, maka istri harus memberikan uang sebanyak Rp 1.000.000 sebagai tebusan kepada si suami.[5] [4] Sedangkan apabila tidak disebutkan tentang berapa jumlah khulu-nya, maka istri hanya perlu untuk mengembalikan maskawin sebanyak yang pernah diterimanya dahulu.[5] [4]
Khulu diperbolehkan bila keduanya sama-sama khawatir tak dapat melakukan aturan Allah. [4] Si istri khawatir, membuat kedurhakaan karena perbuatan suaminya, misalkan seorang suami tidak mau disuruh shalat, dilarang untuk bermain judi, ia membangkang dan bersikap kasar. [4] Maka lebih baik bercerai karena takut mendapat dosa dari Tuhan yang disebabkan karena membiarkan suaminya melakukan dosa terus menerus. [4] Sebaliknya, suami khawatir kalau istrinya tak mau mengikuti perintahnya, ia berbuat sesuatu ang tak diharapka istrinya itu, seperti menampar, memukul, dan lain sebagainya. [4] Dalam keadaan seperti itu Khulu diperbolehkan. [4]
Persyaratan
- Seorang istri meminta kepada suaminya untuk melakukan khulu, jika tampak adanya bahaya yang mengancam dan merasa takut keduanya tidak akan menegakkan hukum Allah SWT. [4] [5]
- Hendaknya khulu itu berlangsung sampai selesai tanpa adanya tindakan penganiayaan (menyakiti) yang dilakukan oleh suami terhadap istrinya. [4] [5] Jika ia menyakiti istrinya, maka ia tidak boleh mengambil sesuatu pun darinya. [4] [5]
- Khulu itu berasal dari istri dan bukan dan pihak suami. [4] [5] Jika suami yang merasa tidak senang hidup bersama dengan istrinya, maka suami tidak berhak mengambil sedikit pun harta dan istrinya. [4] [5]
- Khulu sebagai talak ba’in, yakni sebuah perceraian yang tidak dapat dirujuk kembalinya sang istri oleh si suami kecuali setelah mantan istrinya menikah dengan laki-laki lain dan kemudian melalui proses akad nikah yang baru. [4] [5]
Hukum
- Mubah atau boleh
Jika seorang istri tidak menyukai untuk tetap bersama dengan suaminya, baik karena buruknya akhlak/perilaku suaminya atau karena buruknya wajah/fisik suaminya, sehingga ia khawatir tidak dapat menjalankan hak-hak suaminya yang telah ditetapkan Allah kepadanya, maka dalam kondisi semacam ini istri boleh mengajukan khulu kepada suaminya. [6]
- Mustahab atau wajib
Jika suami melalaikan hak-hak Allah seperti; suaminya meninggalkan shalat, suaminya melakukan hal-hal yang dapat membatalkan keislamannya, dan yang semisalnya, maka istri dianjurkan untuk mengajukan khulu.[6] Ini adalah pendapat ulama Hanabilah.[6]
- Haram
Jika istri mengajukan khulu kepada suaminya bukan karena alasan yang diperbolehkan oleh agama, seperti karena sang suami buruk rupa, maka khulu tersebut menjadi hukumnya haram. [6]
Rukun
- Adanya mukhali, yakni seseorang yang berhak mengucapkan perkataan cerai, yakni suami. [6]
- Adanya mukhtali’ah, yakni seseorang yang mengajukan khulu, yakni istri. [6] Dengan syarat, si istri adalah istri yang sah secara agama dan istri dapat menggunakan hartanya secara sadar, dalam artian tidak gila dan berakal. [6]
- Adanya iwadh, yakni harta yang diambil suami dari istrinya sebagai tebusan karena telah menceraikan istrinya. [6]
- Adanya sigha khulu atau perkataan khulu dari suami. [6]
Catatan
- Suami tidak boleh mengambil harta istrinya melebihi mahar yang dia berikan.[3]
- Khulu dapat dilakukan oleh istri, baik dalam keadaan suci atau haid. [5] [1]
- Iwadh atau harta tebusan dapat berupa jasa.[6] Menurut pendapat ulama golongan safi’I dan maliki. [6]
- Khulu tidak sah apabiila tidak ada keikhlasan di hati suami. [6]
- Suami yang telah men-khulu istrinya tidak berhak merujuk kembali, meskipu ia dalam keadaan menunggu (masa iddah khulu). [6]
- Apabila wanita yang menjadi istri bagi suaminya masih kecil, maka ia boleh diwakili oleh walinya untuk meminta khulu, dengan syarat sang wali melihat adanya bahaya yang mengancam wanita tersebut. [3]
Referensi
- ^ a b Achmad Sunarto (1991). Terjemahan Fat-hul Qarib. Menara Kudus.
- ^ (Indonesia) Noer Faqih Arsyi ys. "PAI Kelas XII Bab Munakahah" (pdf).
- ^ a b c (Indonesia) Ahmad Sarwad, Lc. "Fiqih Nikah" (pdf).
- ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q Drs.H.Ibnu Mas’ud, Drs.H.Zainal Abidin S. (2000). Fiqih Madzhab Syafi’I edisi lengkap muamalat, munakahat, jinayat. CV.Pustaka Setia.
- ^ a b c d e f g h i j k Dr.Mustafa Dib Al-Bugha (2012). Ringkasan Fiqih Mazhab Syafi’I. Noura Books. ISBN 978-602-9498-44-8.
- ^ a b c d e f g h i j k l m (Indonesia) [http:http://albayyinatulilmiyyah.files.wordpress.com/2013/12/80-ensiklopedi-fiqih-islam_6-kitab-munakahat.pdf "Kitab Munakahat"] (pdf).