Lompat ke isi

Suku Banten: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Alamnirvana (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Bantenese (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Baris 1: Baris 1:
'''Suku Banten''' adalah penduduk asli yang mendiami bekas daerah kekuasaan kesultanan Banten di luar Parahiyangan, Cirebon dan Jakarta. Suku Banten menggunakan bahasa Banten. Bahasa Banten adalah salah satu dialek bahasa Sunda yang lebih dekat kepada bahasa Sunda kuna yang pada tingkatan bahasa Sunda modern dikelompokkan sebagai bahasa kasar. Bahasa ini saat ini digunakan oleh sebagian besar orang Banten seperti dapat dilihat pada peta bahasa sebagai berikut:
{{takakurat}}
Suku Banten adalah suku bangsa yang baru terbentuk pada tahun 2004 saat terbentuknya provinsi [[Banten]]. Suku bangsa ini berasal dari [[Melayu]] dan mereka berbicara menggunakan bahasa Melayu.


[[ Berkas:Peta linguistik Sunda.png|320px|Peta linguistik di Pulau Jawa bagian barat]]
Suku Banten dan [[Suku Cirebon]] merupakan suku bangsa yang baru muncul pada sensus penduduk tahun 2000, sedangkan pada sensus tahun 1930 yang dilakukan pemerintah kolonial HIndia Belanda belum ada kedua suku tersebut, mungkin masih tergabung ke dalam [[suku Sunda]].

Bahasa ini dilestarikan salah satunya melalui program berita dalam bahasa Banten yang disiarkan oleh siaran televise lokal di wilayah Banten.

==Asal Kata Banten==

Kata Banten muncul jauh sebelum berdirinya [[Kesultanan Banten]]. Kata ini digunakan untuk menamai sebuah sungai dan dan daerah sekelilingnya yaitu [[Cibanten]] atau sungai Banten. Rujukan tertulis pertama mengenai Banten dapat ditemukan pada naskah [[Bujangga Manik]] yang menyebutkan nama-nama tempat di Banten dan sekitarnya sebagai berikut:

tanggeran Labuhan Ratu.
Ti kaler alas Panyawung,
tanggeran na alas '''Banten'''.

Itu ta na gunung (.. .)ler,
tanggeran alas Pamekser,
nu awas ka Tanjak Barat.
Itu ta pulo Sanghiang,
heuleut-heuleut nusa Lampung,

Ti timur pulo Tampurung,
ti barat pulo Rakata,
gunung di tengah sagara.
Itu ta gunung Jereding,
tanggeran na alas Mirah,

ti barat na lengkong Gowong.
Itu ta gunung Sudara,
na gunung Guha Bantayan,
tanggeran na Hujung Kulan,
ti barat bukit Cawiri.

Itu ta na gunung Raksa,
gunung Sri Mahapawitra,
tanggeran na Panahitan,

Dataran lebih tinggi yang dilalui sungai ini disebut Cibanten Girang atau disingkat Banten Girang. Berdasarkan riset yang dilakukan di Banten Girang pada tahun 1988 dalam program Franco-Indonesian excavations, di daerah ini telah ada pemukiman sajak abad ke 11 sampai 12 (saat kerajaan Sunda). Berdasarkan riset ini juga diketahui bahwa daerah ini berkembang pesat pada abad ke-16 saat Islam masuk pertama kali di wilayah ini. Perkembangan pemukiman ini kemudian meluas atau bergeser ke arah Serang dan ke arah pantai. Pada daerah pantai inilah kemudian didirikan kesultanan Banten oleh Sunan Gunung Jati. Kesultanan ini seharusnya menguasai seluruh Jawa Barat. Hanya saja Sunda Kalapa atau Batavia direbut oleh Belanda serta Cirebon dan Parahiyangan direbut oleh Mataram. Daerah kesultanan ini kemudian dirubah manjadi keresidenan pada laman penjajahan Belanda

==Asal kata suku Banten==
Orang asing kadang menyebut penduduk yang tinggal pada bekas kersidenan ini sebagai Bantenese yang mempunya arti ”orang Banten”. Contohnya, Guillot Claude menulis pada halaman 35 bukunya The Sultanate of Banten: “These estates, owned by the Bantenese of Chinese origin, were concentrated around the village of Kelapadua.” Dia menyatakan bahwa keturunan Cina juga adalah Bantenese atau penduduk Banten.

Hanya saja setelah dibentuknya provinsi Banten, ada sebagian orang yang menterjemahkan Bantenese menjadi suku Banten sebagai kesatuan etnik dengan budaya yang unik.

==Rujukan==
#Claude Guillot, The Sultanate of Banten, Gramedia Book Publishing Division, Jakarta, 1990
#Adolf Heuken SJ, Sumber-sumber asli sejarah Jakarta, Jilid II, Cipta Loka Caraka, Jakarta,2000
#Adolf Heuken SJ, Sumber-sumber asli sejarah Jakarta, Jilid III, Cipta Loka Caraka, Jakarta,2000

Revisi per 16 April 2008 01.58

Suku Banten adalah penduduk asli yang mendiami bekas daerah kekuasaan kesultanan Banten di luar Parahiyangan, Cirebon dan Jakarta. Suku Banten menggunakan bahasa Banten. Bahasa Banten adalah salah satu dialek bahasa Sunda yang lebih dekat kepada bahasa Sunda kuna yang pada tingkatan bahasa Sunda modern dikelompokkan sebagai bahasa kasar. Bahasa ini saat ini digunakan oleh sebagian besar orang Banten seperti dapat dilihat pada peta bahasa sebagai berikut:

Peta linguistik di Pulau Jawa bagian barat

Bahasa ini dilestarikan salah satunya melalui program berita dalam bahasa Banten yang disiarkan oleh siaran televise lokal di wilayah Banten.

Asal Kata Banten

Kata Banten muncul jauh sebelum berdirinya Kesultanan Banten. Kata ini digunakan untuk menamai sebuah sungai dan dan daerah sekelilingnya yaitu Cibanten atau sungai Banten. Rujukan tertulis pertama mengenai Banten dapat ditemukan pada naskah Bujangga Manik yang menyebutkan nama-nama tempat di Banten dan sekitarnya sebagai berikut:

tanggeran Labuhan Ratu. Ti kaler alas Panyawung, tanggeran na alas Banten.

Itu ta na gunung (.. .)ler, tanggeran alas Pamekser, nu awas ka Tanjak Barat. Itu ta pulo Sanghiang, heuleut-heuleut nusa Lampung,

Ti timur pulo Tampurung, ti barat pulo Rakata, gunung di tengah sagara. Itu ta gunung Jereding, tanggeran na alas Mirah,

ti barat na lengkong Gowong. Itu ta gunung Sudara, na gunung Guha Bantayan, tanggeran na Hujung Kulan, ti barat bukit Cawiri.

Itu ta na gunung Raksa, gunung Sri Mahapawitra, tanggeran na Panahitan,

Dataran lebih tinggi yang dilalui sungai ini disebut Cibanten Girang atau disingkat Banten Girang. Berdasarkan riset yang dilakukan di Banten Girang pada tahun 1988 dalam program Franco-Indonesian excavations, di daerah ini telah ada pemukiman sajak abad ke 11 sampai 12 (saat kerajaan Sunda). Berdasarkan riset ini juga diketahui bahwa daerah ini berkembang pesat pada abad ke-16 saat Islam masuk pertama kali di wilayah ini. Perkembangan pemukiman ini kemudian meluas atau bergeser ke arah Serang dan ke arah pantai. Pada daerah pantai inilah kemudian didirikan kesultanan Banten oleh Sunan Gunung Jati. Kesultanan ini seharusnya menguasai seluruh Jawa Barat. Hanya saja Sunda Kalapa atau Batavia direbut oleh Belanda serta Cirebon dan Parahiyangan direbut oleh Mataram. Daerah kesultanan ini kemudian dirubah manjadi keresidenan pada laman penjajahan Belanda

Asal kata suku Banten

Orang asing kadang menyebut penduduk yang tinggal pada bekas kersidenan ini sebagai Bantenese yang mempunya arti ”orang Banten”. Contohnya, Guillot Claude menulis pada halaman 35 bukunya The Sultanate of Banten: “These estates, owned by the Bantenese of Chinese origin, were concentrated around the village of Kelapadua.” Dia menyatakan bahwa keturunan Cina juga adalah Bantenese atau penduduk Banten.

Hanya saja setelah dibentuknya provinsi Banten, ada sebagian orang yang menterjemahkan Bantenese menjadi suku Banten sebagai kesatuan etnik dengan budaya yang unik.

Rujukan

  1. Claude Guillot, The Sultanate of Banten, Gramedia Book Publishing Division, Jakarta, 1990
  2. Adolf Heuken SJ, Sumber-sumber asli sejarah Jakarta, Jilid II, Cipta Loka Caraka, Jakarta,2000
  3. Adolf Heuken SJ, Sumber-sumber asli sejarah Jakarta, Jilid III, Cipta Loka Caraka, Jakarta,2000