Lompat ke isi

Permusuhan Banten dan Mataram: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Andri.h (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Andri.h (bicara | kontrib)
Baris 12: Baris 12:
Pada saat Banten diperintah oleh [[Sultan Abulmafakhir]], pada tahun [[1646]], saat [[Amangkurat I|Amangkurat]] menggantikan [[Sultan Agung]], Mataram masih ingin manaklukan Banten. Awal tahun [[1648]] Banten mengambil langkah besar untuk menangkal kemungkinan serangan: [[kapal]]-kapal perang besar dibangun dan para [[penduduk]] di sekitar [[kota]] diperintahkan untuk masuk kedalam perlindungan [[benteng]] kota. Usaha tersebut dirasakan manfaatnya beberapa tahun kemudian. Dua tahun kemudian, dua misi [[diplomatik]] tiba di Banten; mereka meminta agar Banten menyerahkan diri kepada Mataram. Banten menjawab bahwa Banten hanya [[tunduk]] kepada pimpinan besar di [[Mekah]]. Mataram segera memberikan reaksi dengan mengirim [[armada]] angkatan laut dari Cirebon, [[jajahan]] Mataram, untuk menyerang Banten. Terjadilah [[pertempuran]] sengit di [[lautan]] sekitar [[Tangerang]]. Banten memenangkan pertempuran ini serta membunuh lima ratus [[tentara]] Cirebon. Dengan demikian Mataram dapat dikalahkan oleh Banten.
Pada saat Banten diperintah oleh [[Sultan Abulmafakhir]], pada tahun [[1646]], saat [[Amangkurat I|Amangkurat]] menggantikan [[Sultan Agung]], Mataram masih ingin manaklukan Banten. Awal tahun [[1648]] Banten mengambil langkah besar untuk menangkal kemungkinan serangan: [[kapal]]-kapal perang besar dibangun dan para [[penduduk]] di sekitar [[kota]] diperintahkan untuk masuk kedalam perlindungan [[benteng]] kota. Usaha tersebut dirasakan manfaatnya beberapa tahun kemudian. Dua tahun kemudian, dua misi [[diplomatik]] tiba di Banten; mereka meminta agar Banten menyerahkan diri kepada Mataram. Banten menjawab bahwa Banten hanya [[tunduk]] kepada pimpinan besar di [[Mekah]]. Mataram segera memberikan reaksi dengan mengirim [[armada]] angkatan laut dari Cirebon, [[jajahan]] Mataram, untuk menyerang Banten. Terjadilah [[pertempuran]] sengit di [[lautan]] sekitar [[Tangerang]]. Banten memenangkan pertempuran ini serta membunuh lima ratus [[tentara]] Cirebon. Dengan demikian Mataram dapat dikalahkan oleh Banten.


Saat [[Sultan Ageng Tirtayasa]] menjadi sultan Banten, Mataram masih juga tidak menghentikan niatnya untuk menguasai Banten. Tapi karena [[trauma]] dengan kekalahan angkatan perangnya, saat ini [[strategi]] penguasaan dilakukan dengan upaya [[perkawinan|mengawinkan]] anak perempuan Sultan Ageng Tirtayasa dengan anak laki-laki sultan Mataram. Usaha tersebut [[gagal]] akibat meletusnya perang [[Inggris]] – [[Belanda]] dimana [[Banten]] turut dalam perang ini serta memihak Inggris.
Saat [[Sultan Ageng Tirtayasa]] menjadi [[sultan]] Banten, Mataram masih juga tidak menghentikan niatnya untuk menguasai Banten. Tapi karena [[trauma]] dengan kekalahan angkatan perangnya, saat ini [[strategi]] penguasaan dilakukan dengan upaya [[perkawinan|mengawinkan]] anak perempuan Sultan Ageng Tirtayasa dengan anak laki-laki sultan Mataram. Usaha tersebut [[gagal]] akibat meletusnya perang [[Inggris]] – [[Belanda]] dimana [[Banten]] turut dalam perang ini serta memihak Inggris.


==Lihat pula==
==Lihat pula==

Revisi per 17 April 2008 02.30

Permusuhan Banten dan Jawa dilatarbelakangi oleh keinginan Mataram untuk menguasai seluruh pulau Jawa.

Sejarah

Pada tahun 1624, Mataram menaklukkan Madura dan pada tahun 1625 merebut pelabuhan Surabaya. Parahiyangan dan Cirebon yang merupakan hak Banten setelah meruntuhkan Kerajaan Sunda pada 1579, pada masa ini juga direbut oleh Jawa.

Banten dan Batavia melihat kekuasaan Jawa semakin besar dan mereka merasa cemas. Waktu raja Madura, yang negerinya dirampas Mataram, melarikan diri ke Kesultanan Banten (1624), ia malah diserahkan ke Mataram untuk dibunuh, demikian pula seorang adipati Sumenep. Hal ini dilakukan Banten karena tidak mau mengambil risiko.

Pada tahun 1628, Mataram meminta Banten supaya menyerahkan diri kepada Mataram namun Banten menolak. Pada tahun 1628 dan 1629, Mataram menyerang Batavia namun gagal. Pada masa ini Banten mengerahkan tentaranya ke perbatasan dengan Batavia di sisi sungai Cisadane untuk siap-siap menjaga kemungkinan serangan kepada Banten.

Dalam tahun 1644, utusan Mataram tiba di Banten. Beda dengan maksud sebelumnya yang meminta Banten agar takluk kepada Mataram, saat ini Mataram memintanya menjadi sekutu. Hanya saja Kesultanan Banten yang saat ini merasa lebih kuat menolak permintaan tersebut bahkan siap-siap untuk merebut kembali Cirebon dari Mataram.

Pada saat Banten diperintah oleh Sultan Abulmafakhir, pada tahun 1646, saat Amangkurat menggantikan Sultan Agung, Mataram masih ingin manaklukan Banten. Awal tahun 1648 Banten mengambil langkah besar untuk menangkal kemungkinan serangan: kapal-kapal perang besar dibangun dan para penduduk di sekitar kota diperintahkan untuk masuk kedalam perlindungan benteng kota. Usaha tersebut dirasakan manfaatnya beberapa tahun kemudian. Dua tahun kemudian, dua misi diplomatik tiba di Banten; mereka meminta agar Banten menyerahkan diri kepada Mataram. Banten menjawab bahwa Banten hanya tunduk kepada pimpinan besar di Mekah. Mataram segera memberikan reaksi dengan mengirim armada angkatan laut dari Cirebon, jajahan Mataram, untuk menyerang Banten. Terjadilah pertempuran sengit di lautan sekitar Tangerang. Banten memenangkan pertempuran ini serta membunuh lima ratus tentara Cirebon. Dengan demikian Mataram dapat dikalahkan oleh Banten.

Saat Sultan Ageng Tirtayasa menjadi sultan Banten, Mataram masih juga tidak menghentikan niatnya untuk menguasai Banten. Tapi karena trauma dengan kekalahan angkatan perangnya, saat ini strategi penguasaan dilakukan dengan upaya mengawinkan anak perempuan Sultan Ageng Tirtayasa dengan anak laki-laki sultan Mataram. Usaha tersebut gagal akibat meletusnya perang InggrisBelanda dimana Banten turut dalam perang ini serta memihak Inggris.

Lihat pula

  1. Kesultanan Banten
  2. Batavia
  3. Mataram

Rujukan

  1. Claude Guillot, The Sultanate of Banten, Gramedia Book Publishing Division, Jakarta, 1990
  2. Adolf Heuken SJ, Sumber-sumber asli sejarah Jakarta, Jilid II, Cipta Loka Caraka, Jakarta,2000
  3. Adolf Heuken SJ, Sumber-sumber asli sejarah Jakarta, Jilid III, Cipta Loka Caraka, Jakarta,2000