Lompat ke isi

Inayatullah dari Banjar: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
[revisi terperiksa][revisi terperiksa]
Konten dihapus Konten ditambahkan
Alamnirvana (bicara | kontrib)
Alamnirvana (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Baris 6: Baris 6:
2. Ratu Lama<ref name="Bandjarmasin en de compagnie">{{nl}} {{cite book|url=http://books.google.co.id/books?id=EAtXAAAAMAAJ&q=Sultan&dq=De+kroniek+van+Bandjarmasin&hl=id&source=gbs_word_cloud_r&cad=5|title=Bandjarmasin en de Compagnie in de tweede helft der 18de eeuw|first=Johannes Cornelis|last=Noorlander|publisher=M. Dubbeldeman|year= 1935}}</ref><br />
2. Ratu Lama<ref name="Bandjarmasin en de compagnie">{{nl}} {{cite book|url=http://books.google.co.id/books?id=EAtXAAAAMAAJ&q=Sultan&dq=De+kroniek+van+Bandjarmasin&hl=id&source=gbs_word_cloud_r&cad=5|title=Bandjarmasin en de Compagnie in de tweede helft der 18de eeuw|first=Johannes Cornelis|last=Noorlander|publisher=M. Dubbeldeman|year= 1935}}</ref><br />
3. Sultan Ahzal Allah<ref name="Bandjarmasin en de compagnie"/><br />
3. Sultan Ahzal Allah<ref name="Bandjarmasin en de compagnie"/><br />
4. Sultan Indallah<ref name="tutur candi">{{id icon}}{{cite book
|pages=150
|author=Mohamad Idwar Saleh
|title=Tutur Candi, sebuah karya sastra sejarah Banjarmasin
|publisher=Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah
|year=1986
|url=https://books.google.co.id/books?id=rfgeAAAAMAAJ&q=Gusti&dq=tutur+candi&hl=id&source=gbs_word_cloud_r&cad=4}}</ref>
|image =
|image =
|caption =
|caption =
Baris 60: Baris 67:
|}}
|}}


'''Sultan Inayatullah<ref name="hikayat banjar"/>/Ahzal Allah'''<ref name="Bandjarmasin en de compagnie"/> alias '''Ratu Agung<ref name="hikayat banjar"/>/Ratu Lama'''<ref name="Bandjarmasin en de compagnie"/>, nama sebelumnya '''Pangeran Dipati Tuha (ke-1)'''<ref name="hikayat banjar">{{ms}}{{cite book|first=[[Johannes Jacobus Ras|Johannes Jacobus]]|last=Ras|title=''[[Hikayat Banjar]]'' diterjemahkan oleh [[Siti Hawa Salleh]]|location=Malaysia (Selangor Darul Ehsan)|publisher=Percetakan Dewan Bahasa dan Pustaka|year= 1990|isbn=9789836212405}}ISBN 983-62-1240-X</ref> atau '''Sultan Indallah'''<ref name="tutur candi">{{id}} Mohamad Idwar Saleh; Tutur Candi, sebuah karya sastra sejarah Banjarmasin, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah, 1986 </ref> adalah [[Sultan Banjar]] antara tahun [[1642]]-[[1647]]. Sultan Inayatullah adalah gelar resmi yang digunakan dalam [[khutbah]] Jumat di masjid-masjid, sedangkan gelar yang dimasyhurkan/dipopulerkan adalah '''Ratu Agung'''. Nama kecilnya tidak diketahui, sedangkan gelarnya sebagai [[Dipati]] (anggota senior Dewan Mahkota) adalah [[Pangeran Dipati Tuha I]].
'''Sultan Inayatullah<ref name="hikayat banjar"/>/Ahzal Allah'''<ref name="Bandjarmasin en de compagnie"/> alias '''Ratu Agung<ref name="hikayat banjar"/>/Ratu Lama'''<ref name="Bandjarmasin en de compagnie"/>, nama sebelumnya '''Pangeran Dipati Tuha (ke-1)'''<ref name="hikayat banjar">{{ms}}{{cite book|first=[[Johannes Jacobus Ras|Johannes Jacobus]]|last=Ras|title=''[[Hikayat Banjar]]'' diterjemahkan oleh [[Siti Hawa Salleh]]|location=Malaysia (Selangor Darul Ehsan)|publisher=Percetakan Dewan Bahasa dan Pustaka|year= 1990|isbn=9789836212405}}ISBN 983-62-1240-X</ref> atau '''Sultan Indallah'''<ref name="tutur candi"/> adalah [[Sultan Banjar]] antara tahun [[1642]]-[[1647]].


Sultan Inayatullah adalah gelar resmi yang digunakan dalam [[khutbah]] Jumat di masjid-masjid, sedangkan gelar yang dimasyhurkan/dipopulerkan adalah '''Ratu Agung'''. Nama kecilnya tidak diketahui, sedangkan gelarnya sebagai [[Dipati]] (anggota senior Dewan Mahkota) adalah [[Pangeran Dipati Tuha I]].<ref name="hikayat banjar"/>
Menurut tradisi suksesi kesultanan Banjar yang berlaku semenjak Sultan Mustain Billah, maka di antara putera-putera dari Sultan tersebut, maka salah seorang puteranya kelak akan dilantik sebagai Sultan dan seorang yang lainnya akan dilantik sebagai mangkubumi (Pangeran Mangkubumi) menggantikan mangkubumi sebelumnya yang meninggal dunia. Karena itu putera tertua almarhum Sultan Mustain Billah dilantik sebagai Sultan Banjar yaitu Pangeran Dipati Tuha dengan gelar Sultan Inayatullah, sedangkan putera lainnya dilantik sebagai mangkubumi menggantikan Kiai Tumenggung Raksanegara yaitu Pangeran Dipati Anom dengan gelar [[Panembahan di Darat|Pangeran di Darat]]. Dari periode raja pertama Sultan Suriansyah sampai dengan Sultan Inayatullah atau Ratu Agung, orang-orang yang pernah menjabat sebagai mangkubumi diangkat bukan dari anak raja secara berurutan yaitu Patih Aria Taranggana, Kiai Anggadipa, Kiai Jayanegara, dan Kiai Tumenggung Raksanegara (Kiai Tanuraksa).

Menurut tradisi suksesi kesultanan Banjar yang berlaku semenjak Sultan Mustain Billah, maka di antara putera-putera dari Sultan tersebut, maka salah seorang puteranya kelak akan dilantik sebagai Sultan dan seorang yang lainnya akan dilantik sebagai mangkubumi (Pangeran Mangkubumi) menggantikan mangkubumi sebelumnya yang meninggal dunia. Karena itu putera tertua almarhum Sultan Mustain Billah dilantik sebagai Sultan Banjar yaitu Pangeran Dipati Tuha dengan gelar Sultan Inayatullah, sedangkan putera lainnya dilantik sebagai mangkubumi menggantikan Kiai Tumenggung Raksanegara yaitu Pangeran Dipati Anom dengan gelar [[Panembahan di Darat|Pangeran di Darat]]. Dari periode raja pertama Sultan Suriansyah sampai dengan Sultan Inayatullah atau Ratu Agung, orang-orang yang pernah menjabat sebagai mangkubumi diangkat bukan dari anak raja secara berurutan yaitu Patih Aria Taranggana, [[Kiai Anggadipa]], Kiai Jayanegara, dan Kiai Tumenggung Raksanegara (Kiai Tanuraksa).


Selama masa pemerintahan Ratu Agung/Sultan Inayatullah, sepupunya yang bernama Pangeran Martasari bin Pangeran Mangkunagara sempat berniat merencanakan [[kudeta]] dengan pergi ke daerah [[Mendawai, Mendawai, Katingan|Mendawai]] selanjutnya akan pergi ke [[Kesultanan Mataram|Mataram]] untuk meminta bantuan militer, akan tetapi sebelum kesampaian niatnya yang bersangkutan sakit kemudian mangkat di Mendawai, kemudian jenazahnya dibawa ke istana dan dimakamkan dalam kompleks istana Martapura. Pangeran Mangkunagara (Raden Subamanggala, putera Putri Nur Alam) adalah putera permaisuri akan tetapi gagal menggantikan ayahnya sebagai raja karena yang akhirnya menggantikan Sultan Hidayatullah adalah Pangeran Senapati/Marhum Panembahan, anak seorang isteri [[selir]](puteri Tuan Khatib Banun). Marhum Panembahan/Sultan Mustain Billah adalah ayah Sultan Inayatullah<ref name="hikayat banjar"/>
Selama masa pemerintahan Ratu Agung/Sultan Inayatullah, sepupunya yang bernama Pangeran Martasari bin Pangeran Mangkunagara sempat berniat merencanakan [[kudeta]] dengan pergi ke daerah [[Mendawai, Mendawai, Katingan|Mendawai]] selanjutnya akan pergi ke [[Kesultanan Mataram|Mataram]] untuk meminta bantuan militer, akan tetapi sebelum kesampaian niatnya yang bersangkutan sakit kemudian mangkat di Mendawai, kemudian jenazahnya dibawa ke istana dan dimakamkan dalam kompleks istana Martapura. Pangeran Mangkunagara (Raden Subamanggala, putera Putri Nur Alam) adalah putera permaisuri akan tetapi gagal menggantikan ayahnya sebagai raja karena yang akhirnya menggantikan Sultan Hidayatullah adalah Pangeran Senapati/Marhum Panembahan, anak seorang isteri [[selir]](puteri Tuan Khatib Banun). Marhum Panembahan/Sultan Mustain Billah adalah ayah Sultan Inayatullah<ref name="hikayat banjar"/>

Revisi per 23 Agustus 2018 03.42

Tuan Kebawah Duli Yang Maha Mulia Paduka Seri Sultan Inayatullah bin Sultan Mustain Billah
Berkuasa1642-1647
SultanLihat daftar
KelahiranPangeran Dipati Tuha (ke-1)
Pemakaman
Keturunan1. ♂ Pangeran Kasuma Alam

2. ♂ Pangeran Dipati Anom (ke-2) (anak Gusti Timbuk)
3. ♂ Raja Muda Pangeran Purbanegara (anak Gusti Timbuk)
4. ♀ Putri Juluk 2 (anak Nyai Mas Tarah)
4. ♀ Gusti Batar (anak Dayang Putih)

5. ♀ Gusti Sari Bulan
WangsaDinasti Banjarmasin
AyahSultan Mustain Billah
IbuRatu Agung binti Pangeran Demang bin Sultan Hidayatullah I
AgamaIslam Sunni

Sultan Inayatullah[4]/Ahzal Allah[2] alias Ratu Agung[4]/Ratu Lama[2], nama sebelumnya Pangeran Dipati Tuha (ke-1)[4] atau Sultan Indallah[3] adalah Sultan Banjar antara tahun 1642-1647.

Sultan Inayatullah adalah gelar resmi yang digunakan dalam khutbah Jumat di masjid-masjid, sedangkan gelar yang dimasyhurkan/dipopulerkan adalah Ratu Agung. Nama kecilnya tidak diketahui, sedangkan gelarnya sebagai Dipati (anggota senior Dewan Mahkota) adalah Pangeran Dipati Tuha I.[4]

Menurut tradisi suksesi kesultanan Banjar yang berlaku semenjak Sultan Mustain Billah, maka di antara putera-putera dari Sultan tersebut, maka salah seorang puteranya kelak akan dilantik sebagai Sultan dan seorang yang lainnya akan dilantik sebagai mangkubumi (Pangeran Mangkubumi) menggantikan mangkubumi sebelumnya yang meninggal dunia. Karena itu putera tertua almarhum Sultan Mustain Billah dilantik sebagai Sultan Banjar yaitu Pangeran Dipati Tuha dengan gelar Sultan Inayatullah, sedangkan putera lainnya dilantik sebagai mangkubumi menggantikan Kiai Tumenggung Raksanegara yaitu Pangeran Dipati Anom dengan gelar Pangeran di Darat. Dari periode raja pertama Sultan Suriansyah sampai dengan Sultan Inayatullah atau Ratu Agung, orang-orang yang pernah menjabat sebagai mangkubumi diangkat bukan dari anak raja secara berurutan yaitu Patih Aria Taranggana, Kiai Anggadipa, Kiai Jayanegara, dan Kiai Tumenggung Raksanegara (Kiai Tanuraksa).

Selama masa pemerintahan Ratu Agung/Sultan Inayatullah, sepupunya yang bernama Pangeran Martasari bin Pangeran Mangkunagara sempat berniat merencanakan kudeta dengan pergi ke daerah Mendawai selanjutnya akan pergi ke Mataram untuk meminta bantuan militer, akan tetapi sebelum kesampaian niatnya yang bersangkutan sakit kemudian mangkat di Mendawai, kemudian jenazahnya dibawa ke istana dan dimakamkan dalam kompleks istana Martapura. Pangeran Mangkunagara (Raden Subamanggala, putera Putri Nur Alam) adalah putera permaisuri akan tetapi gagal menggantikan ayahnya sebagai raja karena yang akhirnya menggantikan Sultan Hidayatullah adalah Pangeran Senapati/Marhum Panembahan, anak seorang isteri selir(puteri Tuan Khatib Banun). Marhum Panembahan/Sultan Mustain Billah adalah ayah Sultan Inayatullah[4]

Keturunan

Sultan Inayatullah merupakan keturunan ke-10 dari Lambung Mangkurat dan juga keturunan ke-10 dari pasangan Puteri Junjung Buih dan Maharaja Suryanata. Maharaja Suryanata (nama lahir Raden Putra) dijemput dari Majapahit sebagai jodoh Puteri Junjung Buih (saudara angkat Lambung Mangkurat).

Sultan ini memiliki beberapa isteri/selir. Permaisuri adalah Gusti Timbuk binti Raden Aria Papati bin Sultan Hidayatullah I. Anak-anak Sultan Inayatullah yaitu :[4]

  1. Sultan Agung/Pangeran Suryanata (ke-2)/(Sultan) Pangeran Dipati Anom (ke-2)/Raden Kasuma Lalana (anak gahara dari permaisuri Gusti Timbuk)
  2. Raja Muda Pangeran Purbanagara/Raden Kasuma Wijaya/Raden Huju (anak dari permaisuri Gusti Timbuk) menikah dengan Putri Lanting binti Ratu Kota Waringin
  3. Gusti Sari Bulan (anak dari permaisuri Gusti Timbuk) menikah dengan Raden Yuda bin Panembahan di Darat
  4. Gusti Batar (anak dari Dayang Putih) menikah dengan Pangeran Dipati Tuha (ke-2)/Raden Halus bin Panembahan di Darat
  5. Putri Juluk (ke-2) (anak dari Nyai Mas Tarah binti Tuan Haji Umar) menikah dengan Pangeran Dipati Kasuma Mandura bin Ratu Kota Waringin
  6. Sultan Saidullah/Ratu Anom/Raden Kasuma Alam (anak sulung dari selir)


Surat tanggal 23 Agustus 1636

Sebuah surat dikirim ke Batavia oleh Sultan Inayatullah dari Martapura (Kesultanan Banjar).[5]

Rujukan


Referensi

  1. ^ http://www.tribunnews.com/regional/2017/11/14/makam-keramat-di-desa-telok-selong-jadi-perhatian-arkeolog
  2. ^ a b c d (Belanda) Noorlander, Johannes Cornelis (1935). Bandjarmasin en de Compagnie in de tweede helft der 18de eeuw. M. Dubbeldeman. 
  3. ^ a b (Indonesia)Mohamad Idwar Saleh (1986). Tutur Candi, sebuah karya sastra sejarah Banjarmasin. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah. hlm. 150. 
  4. ^ a b c d e f (Melayu)Ras, Johannes Jacobus (1990). Hikayat Banjar diterjemahkan oleh Siti Hawa Salleh. Malaysia (Selangor Darul Ehsan): Percetakan Dewan Bahasa dan Pustaka. ISBN 9789836212405. ISBN 983-62-1240-X
  5. ^ https://sejarah-nusantara.anri.go.id/id/search_letters/?ruler=Sultan%20Inayatullah

Pranala luar

Didahului oleh:
Raja Maruhum
Sultan Banjar
1637-1644
Diteruskan oleh:
Saidullah