Lompat ke isi

Seni lakon: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
AppreRoom (bicara | kontrib)
suntingan editor wiki untuk term performance art tidak tepat dalam artikel ini
Baris 1: Baris 1:
{{distinguish|seni pertunjukan}}
{{distinguish|seni pertunjukan}}
{{rapikan}}
{{rapikan}}
'''Pertunjukan seni''' merupakan sebuah karya reduksi dari berbagai hal (bentuk, faham, filosofi, teori, pemikiran) yang telah mapan. Ia banyak memecah dan mendobrak benteng-benteng dan puri aristokrasi paradigma lama hingga seringkali dicap sebagai karya anomali. Padahal semua karya manusia tak pernah lepas dari semiotika.
'''Seni Performa''' (''performance art'') merupakan sebuah karya reduksi dari berbagai hal (bentuk, faham, filosofi, teori, pemikiran) yang telah mapan. Ia banyak memecah dan mendobrak benteng-benteng dan puri aristokrasi paradigma lama hingga seringkali dicap sebagai karya anomali. Padahal semua karya manusia tak pernah lepas dari semiotika.


Berbeda dengan pertunjukan seni, konsep dalam seni pertunjukan adalah konsep yang tertata apik, tidak lagi melalui atau pun melahirkan ruang konseptual baru. Seni pertunjukan berada dalam bidang yang sama sekali lain dengan pertunjukan seni, karena produknya lebih artifisial dan sempurna.
Berbeda dengan pertunjukan seni performa, konsep dalam seni performa adalah konsep yang tertata apik, tidak lagi melalui atau pun melahirkan ruang konseptual baru. Seni performa berada dalam bidang yang sama sekali lain dengan seni pertunjukan, karena produknya lebih artifisial dan sempurna.
==Sejarah==
==Sejarah==
Sejarah pertunjukan seni meliputi data yang sangat luas hingga ke detil-detilnya, karena satu dan lainnya saling berkaitan dengan berbagai aspek dan situasi yang menyelimutinya di tiap titik. Kumpulan data yang sangat luas ini melahirkan berbagai persepsi dan interpretasi yang beraneka, termasuk persepsi dan interpretasi para penulisnya. Berbagai observasi baik langsung mau pun studi pustaka, membuat penulis membatasi istilah ''performance'' dan pertunjukan seni untuk masing-masing kasus.
Sejarah seni performa meliputi data yang sangat luas hingga ke detil-detilnya, karena satu dan lainnya saling berkaitan dengan berbagai aspek dan situasi yang menyelimutinya di tiap titik. Kumpulan data yang sangat luas ini melahirkan berbagai persepsi dan interpretasi yang beraneka, termasuk persepsi dan interpretasi para penulisnya. Berbagai observasi baik langsung mau pun studi pustaka, membuat penulis membatasi istilah ''performance'' dan seni performa untuk masing-masing kasus.


''Performance'' digunakan untuk setiap kasus penampilan (menampilkan aksi atau objek, atau ‘ulah sebuah obyek sebagai subyek’), yang bisa berarti ''performance'' atau performa seorang atlet, pembalap atau binaragawan, produk obat, iklan dan sebagainya.
''Performance'' digunakan untuk setiap kasus penampilan (menampilkan aksi atau objek, atau ‘ulah sebuah obyek sebagai subyek’), yang bisa berarti ''performance'' atau performa seorang atlet, pembalap atau binaragawan, produk obat, iklan dan sebagainya.


Pertunjukan seni lebih merujuk pada ‘seni penampilan’. Ini lebih konseptual karena menyandang kata ‘seni’ atau ‘''art''’ sebagai beban makna tersendiri selain kata '''performance''’. ‘Seni’ sebagai institusi tersendiri --''kata pertama''-- yang menerangkan ‘penampilan’ –''kata ke dua''-- (yaitu kata benda yang berarti: ‘proses’; ‘cara’; ‘perbuatan’ menampilkan –bertalian dengan prefiks verbal ''me-'') konsep si penampil, bukan sekedar ''performer''/ pelaku dalam ''performance'', tapi ‘''performance artist''’. Hal ini karena setiap ''performance'' belum tentu berbobot seni (misalnya: ‘''performance'' bapak direktur tadi sangat hebat’, atau ‘''performance'' kecepatan mobil itu sungguh prima’).
Seni perfoma lebih merujuk pada ‘seni penampilan’. Ini lebih konseptual karena menyandang kata ‘seni’ atau ‘''art''’ sebagai beban makna tersendiri selain kata '''performance''’. ‘Seni’ sebagai institusi tersendiri --''kata pertama''-- yang menerangkan ‘penampilan’ –''kata ke dua''-- (yaitu kata benda yang berarti: ‘proses’; ‘cara’; ‘perbuatan’ menampilkan –bertalian dengan prefiks verbal ''me-'') konsep si penampil, bukan sekedar ''performer''/ pelaku dalam ''performance'', tapi ‘''performance artist''’. Hal ini karena setiap ''performance'' belum tentu berbobot seni (misalnya: ‘''performance'' bapak direktur tadi sangat hebat’, atau ‘''performance'' kecepatan mobil itu sungguh prima’).
Pembatasan ini perlu dilakukan karena seringkali terjadi bias dan penyederhanaan makna konseptual. Pertunjukan seni berpangkal dari pemahaman anti-estetika, yang berarti sangat menolak ‘jauh-jauh’ dan lepas dari segala kaidah seni ('''''anti Art'''''). Hal ini berarti berbagai unsur artifisial macam tari, teater, musik, sastra dan dramaturginya sama sekali tidak menjadi utama dalam setiap penampilan para ''performance artist''. Keindahan pertunjukan seni adalah pada konsep semata.
Pembatasan ini perlu dilakukan karena seringkali terjadi bias dan penyederhanaan makna konseptual. Pertunjukan seni berpangkal dari pemahaman anti-estetika, yang berarti sangat menolak ‘jauh-jauh’ dan lepas dari segala kaidah seni ('''''anti Art'''''). Hal ini berarti berbagai unsur artifisial macam tari, teater, musik, sastra dan dramaturginya sama sekali tidak menjadi utama dalam setiap penampilan para ''performance artist''. Keindahan pertunjukan seni adalah pada konsep semata.
Itulah hal yang menjadikan alasan mengapa kata ’''art''’ perlu ditambahkan. Penggunaan kata ''art'' atau ’seni’ di sini menjadi sangat penting, karena menerangkan ‘''performance''’ yang sebetulnya sangat memporakporandakan pengertian ‘pertunjukan’ secara konvensional. Meski pertunjukan seni dapat saja mengikutsertakan unsur tari, musik, nyanyi dan sebagainya, namun tetap bukan merupakan ‘seni pertunjukan’, karena bukan tarian atau musiknya yang menjadi obyeknya.
Itulah hal yang menjadikan alasan mengapa kata ’''art''’ perlu ditambahkan. Penggunaan kata ''art'' atau ’seni’ di sini menjadi sangat penting, karena menerangkan ‘''performance''’ yang sebetulnya sangat memporakporandakan pengertian ‘pertunjukan’ secara konvensional. Meski pertunjukan seni dapat saja mengikutsertakan unsur tari, musik, nyanyi dan sebagainya, namun tetap bukan merupakan ‘seni pertunjukan’, karena bukan tarian atau musiknya yang menjadi obyeknya.


Atas dasar pemikiran tersebut pula, maka tidak digunakan terjemahan ‘''performance''’ sebagai ‘pertunjukan’. Berdasar pada sejarah dan realitas yang didapat, lebih mudah bagi penulis untuk me’reduksi’ terjemahan kata ‘''performance''’ sebagai ‘penampilan’, bukan ‘pertunjukan’ (bertalian dengan prefiks verbal ''ber-''). Apalagi kata dasar ‘tunjuk’ bersinonim dengan kata ‘tuding’ atau ‘mengacungkan jari telunjuk’. Kata ini berasosiasi ‘obyek’ semata. Sementara kata ‘tampil’ di sini (menurut kamus) bermakna ‘melangkah maju’ (ke muka, ke depan); muncul; menampakkan diri. Selain itu ‘menampilkan’ berarti ‘mengemukakan’ atau ‘membawa ke muka’ (eksis). Terjemahan ini lebih menguatkan ‘performa’ atau eksistensi sang penampil (''performer'') selaku ‘subyek’, ketimbang sekedar ‘tontonan’. Maka kesimpulannya, terjemahan lain dari pertunjukan seni selain ‘seni penampilan’ adalah ‘'''seni performa'''’.
Atas dasar pemikiran tersebut pula, maka tidak digunakan terjemahan ‘''performance''’ sebagai ‘pertunjukan’. Berdasar pada sejarah dan realitas yang didapat, lebih mudah bagi penulis untuk me’reduksi’ terjemahan kata ‘''performance''’ sebagai ‘penampilan’, bukan ‘pertunjukan’ (bertalian dengan prefiks verbal ''ber-''). Apalagi kata dasar ‘tunjuk’ bersinonim dengan kata ‘tuding’ atau ‘mengacungkan jari telunjuk’. Kata ini berasosiasi ‘obyek’ semata. Sementara kata ‘tampil’ di sini (menurut kamus) bermakna ‘melangkah maju’ (ke muka, ke depan); muncul; menampakkan diri. Selain itu ‘menampilkan’ berarti ‘mengemukakan’ atau ‘membawa ke muka’ (eksis). Terjemahan ini lebih menguatkan ‘performa’ atau eksistensi sang penampil (''performer'') selaku ‘subyek’, ketimbang sekedar ‘tontonan’. Maka kesimpulannya, terjemahan lain dari '''performance art''<nowiki/>' selain ‘seni penampilan’ adalah ‘'''seni performa'''’.
==Lihat pula==
==Lihat pula==
* [[Pertunjukan seni di Indonesia]]
* [[Pertunjukan seni di Indonesia]]

Revisi per 22 Oktober 2018 14.52

Seni Performa (performance art) merupakan sebuah karya reduksi dari berbagai hal (bentuk, faham, filosofi, teori, pemikiran) yang telah mapan. Ia banyak memecah dan mendobrak benteng-benteng dan puri aristokrasi paradigma lama hingga seringkali dicap sebagai karya anomali. Padahal semua karya manusia tak pernah lepas dari semiotika.

Berbeda dengan pertunjukan seni performa, konsep dalam seni performa adalah konsep yang tertata apik, tidak lagi melalui atau pun melahirkan ruang konseptual baru. Seni performa berada dalam bidang yang sama sekali lain dengan seni pertunjukan, karena produknya lebih artifisial dan sempurna.

Sejarah

Sejarah seni performa meliputi data yang sangat luas hingga ke detil-detilnya, karena satu dan lainnya saling berkaitan dengan berbagai aspek dan situasi yang menyelimutinya di tiap titik. Kumpulan data yang sangat luas ini melahirkan berbagai persepsi dan interpretasi yang beraneka, termasuk persepsi dan interpretasi para penulisnya. Berbagai observasi baik langsung mau pun studi pustaka, membuat penulis membatasi istilah performance dan seni performa untuk masing-masing kasus.

Performance digunakan untuk setiap kasus penampilan (menampilkan aksi atau objek, atau ‘ulah sebuah obyek sebagai subyek’), yang bisa berarti performance atau performa seorang atlet, pembalap atau binaragawan, produk obat, iklan dan sebagainya.

Seni perfoma lebih merujuk pada ‘seni penampilan’. Ini lebih konseptual karena menyandang kata ‘seni’ atau ‘art’ sebagai beban makna tersendiri selain kata 'performance’. ‘Seni’ sebagai institusi tersendiri --kata pertama-- yang menerangkan ‘penampilan’ –kata ke dua-- (yaitu kata benda yang berarti: ‘proses’; ‘cara’; ‘perbuatan’ menampilkan –bertalian dengan prefiks verbal me-) konsep si penampil, bukan sekedar performer/ pelaku dalam performance, tapi ‘performance artist’. Hal ini karena setiap performance belum tentu berbobot seni (misalnya: ‘performance bapak direktur tadi sangat hebat’, atau ‘performance kecepatan mobil itu sungguh prima’). Pembatasan ini perlu dilakukan karena seringkali terjadi bias dan penyederhanaan makna konseptual. Pertunjukan seni berpangkal dari pemahaman anti-estetika, yang berarti sangat menolak ‘jauh-jauh’ dan lepas dari segala kaidah seni (anti Art). Hal ini berarti berbagai unsur artifisial macam tari, teater, musik, sastra dan dramaturginya sama sekali tidak menjadi utama dalam setiap penampilan para performance artist. Keindahan pertunjukan seni adalah pada konsep semata. Itulah hal yang menjadikan alasan mengapa kata ’art’ perlu ditambahkan. Penggunaan kata art atau ’seni’ di sini menjadi sangat penting, karena menerangkan ‘performance’ yang sebetulnya sangat memporakporandakan pengertian ‘pertunjukan’ secara konvensional. Meski pertunjukan seni dapat saja mengikutsertakan unsur tari, musik, nyanyi dan sebagainya, namun tetap bukan merupakan ‘seni pertunjukan’, karena bukan tarian atau musiknya yang menjadi obyeknya.

Atas dasar pemikiran tersebut pula, maka tidak digunakan terjemahan ‘performance’ sebagai ‘pertunjukan’. Berdasar pada sejarah dan realitas yang didapat, lebih mudah bagi penulis untuk me’reduksi’ terjemahan kata ‘performance’ sebagai ‘penampilan’, bukan ‘pertunjukan’ (bertalian dengan prefiks verbal ber-). Apalagi kata dasar ‘tunjuk’ bersinonim dengan kata ‘tuding’ atau ‘mengacungkan jari telunjuk’. Kata ini berasosiasi ‘obyek’ semata. Sementara kata ‘tampil’ di sini (menurut kamus) bermakna ‘melangkah maju’ (ke muka, ke depan); muncul; menampakkan diri. Selain itu ‘menampilkan’ berarti ‘mengemukakan’ atau ‘membawa ke muka’ (eksis). Terjemahan ini lebih menguatkan ‘performa’ atau eksistensi sang penampil (performer) selaku ‘subyek’, ketimbang sekedar ‘tontonan’. Maka kesimpulannya, terjemahan lain dari performance art' selain ‘seni penampilan’ adalah ‘'seni performa’.

Lihat pula

Daftar pustaka

  • Encyclopedia, The Columbia/ Performance Art/ Sixth Edition/ 2001
  • Carlson, Marvin/ Performance – A Critical Introduction/ London/ 1996
  • Soedarsono, R.M./ Metodologi Penelitian/ Seni Pertunjukan dan Seni Rupa/ MSPI/ 1999
  • Echols, John M. & Hassan Shadily/ An English – Indonesian Dictionary/ Cornell University/ 1975
  • Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Tim/ Kamus Besar Bahasa Indonesia/Edisi 2/ Departemen Pendidikan dan Kebudayaan/ Balai Pustaka/ 1994
  • Dictionary, The Lexicon Webster/ Volume 11/The English-Languange Institute of America, Inc./1978
  • Chin, Sharon/ An art of action/ StarMag/ Sunday 19 February
  • Byrd, Jeffery/ Performance Art/ an encyclopedia of gay, lesbian, bisexual, transgender and queer culture/gltbq, Inc., 1130 West Adams Street, Chicago/ 2002-200
  • Goldberg, RoseLee/ Performance – Live Art since 60th/ USA/ 1998
  • Listyowati, Atieq SS/ Sejarah Performance Art: Sebuah Introduksi/ AppreRoom/ 2010