Lompat ke isi

Persekutuan Tellumpoccoe: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
HsfBot (bicara | kontrib)
k Bot: Perubahan kosmetika
k Bot: Penggantian teks otomatis (-  + )
Baris 12: Baris 12:
Persekutuan ini dikukuhkan dalam perjanjian pada tahun [[1582]] di Bunne, [[Timurung, Ajangale, Bone|Timurung, Bone utara]], berupa upacara sumpah disertai menghancurkan telur dengan batu.<ref name="SNI"/> Bone diakui sebagai saudara tua, Wajo saudara tengah, dan Soppeng saudara muda, yang diurutkan berdasarkan luas masing-masing kerajaan.<ref name="SNI"/> Ketiga kerajaan akan saling melindungi satu sama lain, dan ekspansi hanya akan diadakan ke luar wilayah tiga kerajaan tersebut.<ref name="SNI"/> Wajo juga akan dibela apabila Gowa memperlakukannya sebagai budak.<ref name="SNI"/>
Persekutuan ini dikukuhkan dalam perjanjian pada tahun [[1582]] di Bunne, [[Timurung, Ajangale, Bone|Timurung, Bone utara]], berupa upacara sumpah disertai menghancurkan telur dengan batu.<ref name="SNI"/> Bone diakui sebagai saudara tua, Wajo saudara tengah, dan Soppeng saudara muda, yang diurutkan berdasarkan luas masing-masing kerajaan.<ref name="SNI"/> Ketiga kerajaan akan saling melindungi satu sama lain, dan ekspansi hanya akan diadakan ke luar wilayah tiga kerajaan tersebut.<ref name="SNI"/> Wajo juga akan dibela apabila Gowa memperlakukannya sebagai budak.<ref name="SNI"/>


[[Karaeng Matoaya]] pemimpin Gowa-Tallo masuk Islam pada tahun 1605, yaitu setahun setelah Datu [[Kerajaan Luwu|Luwu]] [[La Patiware' Daeng Parabbung]] yang telah lebih dahulu masuk Islam.<ref name="SNI"/> Hal tersebut membawa warna baru dalam hubungan antara Gowa-Tallo dengan kerajaan-kerajaan Bugis selanjutnya, meskipun persaingan dan peperangan telah lama terjadi sebelum kedatangan [[Islam]] di Sulawesi Selatan.<ref name="SNI"/> Kekompakkan persekutuan Tellumpoccoe teruji pada tahun [[1608]] saat terjadi [[Pertempuran Pakenya]] antara Gowa-Tallo melawan Soppeng, dan kembali pada tiga bulan setelahnya dalam perang antara Gowa-Tallo melawan Wajo.<ref name="Andaya"/> Pasukan Gowa-Tallo di bawah pimpinan [[Karaeng Matoaya]] berhasil dipukul mundur pada dua peristiwa itu.<ref name="SNI"/><ref name="Andaya"/> Namun, persekutuan mulai goyah setelah Datu Soppeng [[Beowe]] masuk Islam tahun [[1609]] mengikuti ajakan Gowa.<ref name="SNI"/><ref name="Refleksi">{{cite book
[[Karaeng Matoaya]] pemimpin Gowa-Tallo masuk Islam pada tahun 1605, yaitu setahun setelah Datu [[Kerajaan Luwu|Luwu]] [[La Patiware' Daeng Parabbung]] yang telah lebih dahulu masuk Islam.<ref name="SNI"/> Hal tersebut membawa warna baru dalam hubungan antara Gowa-Tallo dengan kerajaan-kerajaan Bugis selanjutnya, meskipun persaingan dan peperangan telah lama terjadi sebelum kedatangan [[Islam]] di Sulawesi Selatan.<ref name="SNI"/> Kekompakkan persekutuan Tellumpoccoe teruji pada tahun [[1608]] saat terjadi [[Pertempuran Pakenya]] antara Gowa-Tallo melawan Soppeng, dan kembali pada tiga bulan setelahnya dalam perang antara Gowa-Tallo melawan Wajo.<ref name="Andaya"/> Pasukan Gowa-Tallo di bawah pimpinan [[Karaeng Matoaya]] berhasil dipukul mundur pada dua peristiwa itu.<ref name="SNI"/><ref name="Andaya"/> Namun, persekutuan mulai goyah setelah Datu Soppeng [[Beowe]] masuk Islam tahun [[1609]] mengikuti ajakan Gowa.<ref name="SNI"/><ref name="Refleksi">{{cite book
|title = Profil raja dan pejuang Sulawesi Selatan
|title = Profil raja dan pejuang Sulawesi Selatan
|volume = 2
|volume = 2

Revisi per 25 November 2018 01.53

Persekutuan Tellumpoccoe adalah suatu aliansi penting antara tiga kerajaan Bugis di Sulawesi Selatan, yaitu Bone, Wajo, dan Soppeng; dalam menghadapi kekuatan dua kerajaan kembar Makassar, yaitu Gowa-Tallo.[1]

Persekutuan ini dikukuhkan dalam perjanjian pada tahun 1582 di Bunne, Timurung, Bone utara, berupa upacara sumpah disertai menghancurkan telur dengan batu.[1] Bone diakui sebagai saudara tua, Wajo saudara tengah, dan Soppeng saudara muda, yang diurutkan berdasarkan luas masing-masing kerajaan.[1] Ketiga kerajaan akan saling melindungi satu sama lain, dan ekspansi hanya akan diadakan ke luar wilayah tiga kerajaan tersebut.[1] Wajo juga akan dibela apabila Gowa memperlakukannya sebagai budak.[1]

Karaeng Matoaya pemimpin Gowa-Tallo masuk Islam pada tahun 1605, yaitu setahun setelah Datu Luwu La Patiware' Daeng Parabbung yang telah lebih dahulu masuk Islam.[1] Hal tersebut membawa warna baru dalam hubungan antara Gowa-Tallo dengan kerajaan-kerajaan Bugis selanjutnya, meskipun persaingan dan peperangan telah lama terjadi sebelum kedatangan Islam di Sulawesi Selatan.[1] Kekompakkan persekutuan Tellumpoccoe teruji pada tahun 1608 saat terjadi Pertempuran Pakenya antara Gowa-Tallo melawan Soppeng, dan kembali pada tiga bulan setelahnya dalam perang antara Gowa-Tallo melawan Wajo.[2] Pasukan Gowa-Tallo di bawah pimpinan Karaeng Matoaya berhasil dipukul mundur pada dua peristiwa itu.[1][2] Namun, persekutuan mulai goyah setelah Datu Soppeng Beowe masuk Islam tahun 1609 mengikuti ajakan Gowa.[1][3] Kemudian Gowa dan Soppeng bersama-sama menghadapi kerajaan-kerajaan Bugis lainnya, sehingga Arung Matoa Wajo La Sangkuru Patau antara tahun 1609-1610 juga masuk Islam,[3][2] dan akhirnya Arumpone Bone La Tenripale juga dapat dikalahkan dan memeluk agama tersebut tahun 1611.[1][2] Di saat satu demi satu kerajaan-kerajaan Bugis tersebut menyerah, Karaeng Matoaya dari Gowa-Tallo tidak menuntut denda perang, melainkan hanya meminta agar mereka mengucapkan syahadat saja.[1] Gowa-Tallo kemudian menyarankan agar Persekutuan Tellumpoccoe dipelihara kembali oleh Bone, Wajo, dan Soppeng untuk menghadapi musuh yang merugikan agama, sedangkan musuh dari seberang lautan akan dihadapi oleh Gowa-Tallo.[1]

Setelah wafatnya Karaeng Matoaya yang alim dalam beragama, perseteruan Bone dan Gowa timbul kembali, yang berujung pada perang yang berlarut-larut di antara kedua kerajaan tersebutnya.[1] Bone dan Gowa silih berganti berupaya menguasai hagemoni berbagai kerajaan di Sulawesi Selatan, hingga akhirnya pada 1666 Gowa berhasil dikalahkan dan menandatangai Perjanjian Bungaya.[1]

Referensi

  1. ^ a b c d e f g h i j k l m n Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto, Indonesia. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Soejono (R. P.), Richard Z. Leirissa (2008). Sejarah Nasional Indonesia: Zaman Pertumbuhan dan Perkembangan Kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia. 3. PT Balai Pustaka. hlm. 79, 244-245. ISBN 9789794074091, 9794074098. 
  2. ^ a b c d Leonard Y. Andaya (2013). The Heritage of Arung Palakka: A History of South Sulawesi (Celebes) in the Seventeenth Century. 91. Springer Science & Business Media. hlm. 33-34. ISBN 9789401733472, 9401733473. 
  3. ^ a b Hannabi Rizal, Zainuddin Tika, M. Ridwan Syam (2007). Profil raja dan pejuang Sulawesi Selatan. 2. Pustaka Refleksi. hlm. 5. ISBN 9789793570464, 9793570466.