Khulu: Perbedaan antara revisi
k Bot: Perubahan kosmetika |
k Bot: Perubahan kosmetika |
||
Baris 1: | Baris 1: | ||
'''Khulu''' ([[Bahasa Arab]] : ﺧﻠﺢ) secara [[etimologi]] berarti “melepaskan”. |
'''Khulu''' ([[Bahasa Arab]] : ﺧﻠﺢ) secara [[etimologi]] berarti “melepaskan”.<ref name="y">{{cite book|last= Achmad Sunarto|first=|authorlink=|coauthors=|title= Terjemahan Fat-hul Qarib|year= 1991|publisher= Menara Kudus|}}</ref> <ref name="w">{{id}} {{cite journal |
||
| author = Noer Faqih Arsyi ys. |
| author = Noer Faqih Arsyi ys. |
||
| year = |
| year = |
||
Baris 14: | Baris 14: | ||
| accessdate = |
| accessdate = |
||
}} |
}} |
||
</ref> Sedangkan menurut istilah di dalam ilmu [[fiqih]], khulu adalah permintaan cerai yang diminta oleh istri kepada suaminya dengan memberikan uang atau lain-lain kepada sang suami, agar ia menceraikannya. |
</ref> Sedangkan menurut istilah di dalam ilmu [[fiqih]], khulu adalah permintaan cerai yang diminta oleh istri kepada suaminya dengan memberikan uang atau lain-lain kepada sang suami, agar ia menceraikannya.<ref name="o">{{id}} {{cite journal |
||
| author = Ahmad Sarwad, Lc |
| author = Ahmad Sarwad, Lc |
||
| year = |
| year = |
||
Baris 29: | Baris 29: | ||
| accessdate = |
| accessdate = |
||
}} |
}} |
||
</ref> <ref name="q">{{cite book|last= Drs.H.Ibnu Mas’ud, Drs.H.Zainal Abidin S.|first=|authorlink=|coauthors= Drs.Maman Abd.Djaliel|title= Fiqih Madzhab Syafi’I edisi lengkap muamalat, munakahat, jinayat|year= 2000|publisher= CV.Pustaka Setia|}}</ref> Dan, dengan kata lain, Khulu adalah perceraian yang dibeli oleh si istri dari suaminya karena ada beberapa hal dari suami yang tidak menyenangkan istrinya. |
</ref> <ref name="q">{{cite book|last= Drs.H.Ibnu Mas’ud, Drs.H.Zainal Abidin S.|first=|authorlink=|coauthors= Drs.Maman Abd.Djaliel|title= Fiqih Madzhab Syafi’I edisi lengkap muamalat, munakahat, jinayat|year= 2000|publisher= CV.Pustaka Setia|}}</ref> Dan, dengan kata lain, Khulu adalah perceraian yang dibeli oleh si istri dari suaminya karena ada beberapa hal dari suami yang tidak menyenangkan istrinya.<ref name="q"/> |
||
Adapun contoh untuk perkataan khulu yang di sampaikan suami kepada istrinya, “ Aku menceraikan kamu dengan uang Rp 1.000.000 ”. |
Adapun contoh untuk perkataan khulu yang di sampaikan suami kepada istrinya, “ Aku menceraikan kamu dengan uang Rp 1.000.000 ”.<ref name="v">{{cite book|last= Dr.Mustafa Dib Al-Bugha|first=|authorlink=|coauthors= Drs.Maman Abd.Djaliel|title= Ringkasan Fiqih Mazhab Syafi’I|year= 2012|publisher= Noura Books|ISBN=978-602-9498-44-8|}}</ref> <ref name="q"/> Istri kemudian menjawab “ Aku menerimanya”.<ref name="q"/> <ref name="v"/> Apabia perkataannya seperti ini, maka istri harus memberikan uang sebanyak Rp 1.000.000 sebagai tebusan kepada si suami.<ref name="v"/> <ref name="q"/> Sedangkan apabila tidak disebutkan tentang berapa jumlah khulu-nya, maka istri hanya perlu untuk mengembalikan maskawin sebanyak yang pernah diterimanya dahulu.<ref name="v"/> <ref name="q"/> |
||
Khulu diperbolehkan bila keduanya sama-sama khawatir tak dapat melakukan aturan [[Allah]]. |
Khulu diperbolehkan bila keduanya sama-sama khawatir tak dapat melakukan aturan [[Allah]].<ref name="q"/> Si istri khawatir, membuat kedurhakaan karena perbuatan suaminya, misalkan seorang suami tidak mau disuruh [[shalat]], dilarang untuk bermain [[judi]], ia membangkang dan bersikap kasar.<ref name="q"/> Maka lebih baik bercerai karena takut mendapat [[dosa]] dari [[Tuhan]] yang disebabkan karena membiarkan suaminya melakukan [[dosa]] terus menerus.<ref name="q"/> Sebaliknya, suami khawatir kalau istrinya tak mau mengikuti perintahnya, ia berbuat sesuatu ang tak diharapka istrinya itu, seperti menampar, memukul, dan lain sebagainya.<ref name="q"/> Dalam keadaan seperti itu Khulu diperbolehkan.<ref name="q"/> |
||
== Persyaratan == |
== Persyaratan == |
||
# Seorang istri meminta kepada suaminya untuk melakukan khulu, jika tampak adanya bahaya yang mengancam dan merasa takut keduanya tidak akan menegakkan hukum Allah SWT. |
# Seorang istri meminta kepada suaminya untuk melakukan khulu, jika tampak adanya bahaya yang mengancam dan merasa takut keduanya tidak akan menegakkan hukum Allah SWT.<ref name="q"/> <ref name="v"/> |
||
# Hendaknya khulu itu berlangsung sampai selesai tanpa adanya tindakan penganiayaan (menyakiti) yang dilakukan oleh suami terhadap istrinya. |
# Hendaknya khulu itu berlangsung sampai selesai tanpa adanya tindakan penganiayaan (menyakiti) yang dilakukan oleh suami terhadap istrinya.<ref name="q"/> <ref name="v"/> Jika ia menyakiti istrinya, maka ia tidak boleh mengambil sesuatu pun darinya.<ref name="q"/> <ref name="v"/> |
||
# Khulu itu berasal dari istri dan bukan dan pihak suami. |
# Khulu itu berasal dari istri dan bukan dan pihak suami.<ref name="q"/> <ref name="v"/> Jika suami yang merasa tidak senang hidup bersama dengan istrinya, maka suami tidak berhak mengambil sedikit pun harta dan istrinya.<ref name="q"/> <ref name="v"/> |
||
# Khulu sebagai talak ba’in, yakni sebuah perceraian yang tidak dapat dirujuk kembalinya sang istri oleh si suami kecuali setelah mantan istrinya menikah dengan laki-laki lain dan kemudian melalui proses akad nikah yang baru. |
# Khulu sebagai talak ba’in, yakni sebuah perceraian yang tidak dapat dirujuk kembalinya sang istri oleh si suami kecuali setelah mantan istrinya menikah dengan laki-laki lain dan kemudian melalui proses akad nikah yang baru.<ref name="q"/> <ref name="v"/> |
||
== Hukum == |
== Hukum == |
||
Baris 46: | Baris 46: | ||
* Mubah atau boleh |
* Mubah atau boleh |
||
Jika seorang istri tidak menyukai untuk tetap bersama dengan suaminya, baik karena buruknya akhlak/perilaku suaminya atau karena buruknya wajah/fisik suaminya, sehingga ia khawatir tidak dapat menjalankan hak-hak suaminya yang telah ditetapkan [[Allah]] kepadanya, maka dalam kondisi semacam ini istri boleh mengajukan khulu kepada suaminya. |
Jika seorang istri tidak menyukai untuk tetap bersama dengan suaminya, baik karena buruknya akhlak/perilaku suaminya atau karena buruknya wajah/fisik suaminya, sehingga ia khawatir tidak dapat menjalankan hak-hak suaminya yang telah ditetapkan [[Allah]] kepadanya, maka dalam kondisi semacam ini istri boleh mengajukan khulu kepada suaminya.<ref name="x">{{id}} {{cite journal |
||
| author = |
| author = |
||
| year = |
| year = |
||
Baris 68: | Baris 68: | ||
* Haram |
* Haram |
||
Jika istri mengajukan khulu kepada suaminya bukan karena alasan yang diperbolehkan oleh agama, seperti karena sang suami buruk rupa, maka khulu tersebut menjadi hukumnya haram. |
Jika istri mengajukan khulu kepada suaminya bukan karena alasan yang diperbolehkan oleh agama, seperti karena sang suami buruk rupa, maka khulu tersebut menjadi hukumnya haram.<ref name="x"/> |
||
== Rukun == |
== Rukun == |
||
# Adanya mukhali, yakni seseorang yang berhak mengucapkan perkataan cerai, yakni suami. |
# Adanya mukhali, yakni seseorang yang berhak mengucapkan perkataan cerai, yakni suami.<ref name="x"/> |
||
# Adanya mukhtali’ah, yakni seseorang yang mengajukan khulu, yakni istri. |
# Adanya mukhtali’ah, yakni seseorang yang mengajukan khulu, yakni istri.<ref name="x"/> Dengan syarat, si istri adalah istri yang sah secara agama dan istri dapat menggunakan hartanya secara sadar, dalam artian tidak gila dan berakal.<ref name="x"/> |
||
# Adanya iwadh, yakni harta yang diambil suami dari istrinya sebagai tebusan karena telah menceraikan istrinya. |
# Adanya iwadh, yakni harta yang diambil suami dari istrinya sebagai tebusan karena telah menceraikan istrinya.<ref name="x"/> |
||
# Adanya sigha khulu atau perkataan khulu dari suami. |
# Adanya sigha khulu atau perkataan khulu dari suami.<ref name="x"/> |
||
Baris 81: | Baris 81: | ||
# Suami tidak boleh mengambil harta istrinya melebihi mahar yang dia berikan.<ref name="o"/> |
# Suami tidak boleh mengambil harta istrinya melebihi mahar yang dia berikan.<ref name="o"/> |
||
# Khulu dapat dilakukan oleh istri, baik dalam keadaan suci atau haid. |
# Khulu dapat dilakukan oleh istri, baik dalam keadaan suci atau haid.<ref name="v"/> <ref name="y"/> |
||
# Iwadh atau harta tebusan dapat berupa jasa.<ref name="x"/> Menurut pendapat ulama golongan [[safi’I]] dan [[maliki]]. |
# Iwadh atau harta tebusan dapat berupa jasa.<ref name="x"/> Menurut pendapat ulama golongan [[safi’I]] dan [[maliki]].<ref name="x"/> |
||
# Khulu tidak sah apabiila tidak ada keikhlasan di hati suami. |
# Khulu tidak sah apabiila tidak ada keikhlasan di hati suami.<ref name="x"/> |
||
# Suami yang telah men-khulu istrinya tidak berhak merujuk kembali, meskipu ia dalam keadaan menunggu (masa iddah khulu). |
# Suami yang telah men-khulu istrinya tidak berhak merujuk kembali, meskipu ia dalam keadaan menunggu (masa iddah khulu).<ref name="x"/> |
||
# Apabila wanita yang menjadi istri bagi suaminya masih kecil, maka ia boleh diwakili oleh walinya untuk meminta khulu, dengan syarat sang wali melihat adanya bahaya yang mengancam wanita tersebut. |
# Apabila wanita yang menjadi istri bagi suaminya masih kecil, maka ia boleh diwakili oleh walinya untuk meminta khulu, dengan syarat sang wali melihat adanya bahaya yang mengancam wanita tersebut.<ref name="o"/> |
||
== Referensi == |
== Referensi == |
||
Revisi per 6 Desember 2018 12.55
Khulu (Bahasa Arab : ﺧﻠﺢ) secara etimologi berarti “melepaskan”.[1] [2] Sedangkan menurut istilah di dalam ilmu fiqih, khulu adalah permintaan cerai yang diminta oleh istri kepada suaminya dengan memberikan uang atau lain-lain kepada sang suami, agar ia menceraikannya.[3] [4] Dan, dengan kata lain, Khulu adalah perceraian yang dibeli oleh si istri dari suaminya karena ada beberapa hal dari suami yang tidak menyenangkan istrinya.[4]
Adapun contoh untuk perkataan khulu yang di sampaikan suami kepada istrinya, “ Aku menceraikan kamu dengan uang Rp 1.000.000 ”.[5] [4] Istri kemudian menjawab “ Aku menerimanya”.[4] [5] Apabia perkataannya seperti ini, maka istri harus memberikan uang sebanyak Rp 1.000.000 sebagai tebusan kepada si suami.[5] [4] Sedangkan apabila tidak disebutkan tentang berapa jumlah khulu-nya, maka istri hanya perlu untuk mengembalikan maskawin sebanyak yang pernah diterimanya dahulu.[5] [4]
Khulu diperbolehkan bila keduanya sama-sama khawatir tak dapat melakukan aturan Allah.[4] Si istri khawatir, membuat kedurhakaan karena perbuatan suaminya, misalkan seorang suami tidak mau disuruh shalat, dilarang untuk bermain judi, ia membangkang dan bersikap kasar.[4] Maka lebih baik bercerai karena takut mendapat dosa dari Tuhan yang disebabkan karena membiarkan suaminya melakukan dosa terus menerus.[4] Sebaliknya, suami khawatir kalau istrinya tak mau mengikuti perintahnya, ia berbuat sesuatu ang tak diharapka istrinya itu, seperti menampar, memukul, dan lain sebagainya.[4] Dalam keadaan seperti itu Khulu diperbolehkan.[4]
Persyaratan
- Seorang istri meminta kepada suaminya untuk melakukan khulu, jika tampak adanya bahaya yang mengancam dan merasa takut keduanya tidak akan menegakkan hukum Allah SWT.[4] [5]
- Hendaknya khulu itu berlangsung sampai selesai tanpa adanya tindakan penganiayaan (menyakiti) yang dilakukan oleh suami terhadap istrinya.[4] [5] Jika ia menyakiti istrinya, maka ia tidak boleh mengambil sesuatu pun darinya.[4] [5]
- Khulu itu berasal dari istri dan bukan dan pihak suami.[4] [5] Jika suami yang merasa tidak senang hidup bersama dengan istrinya, maka suami tidak berhak mengambil sedikit pun harta dan istrinya.[4] [5]
- Khulu sebagai talak ba’in, yakni sebuah perceraian yang tidak dapat dirujuk kembalinya sang istri oleh si suami kecuali setelah mantan istrinya menikah dengan laki-laki lain dan kemudian melalui proses akad nikah yang baru.[4] [5]
Hukum
- Mubah atau boleh
Jika seorang istri tidak menyukai untuk tetap bersama dengan suaminya, baik karena buruknya akhlak/perilaku suaminya atau karena buruknya wajah/fisik suaminya, sehingga ia khawatir tidak dapat menjalankan hak-hak suaminya yang telah ditetapkan Allah kepadanya, maka dalam kondisi semacam ini istri boleh mengajukan khulu kepada suaminya.[6]
- Mustahab atau wajib
Jika suami melalaikan hak-hak Allah seperti; suaminya meninggalkan shalat, suaminya melakukan hal-hal yang dapat membatalkan keislamannya, dan yang semisalnya, maka istri dianjurkan untuk mengajukan khulu.[6] Ini adalah pendapat ulama Hanabilah.[6]
- Haram
Jika istri mengajukan khulu kepada suaminya bukan karena alasan yang diperbolehkan oleh agama, seperti karena sang suami buruk rupa, maka khulu tersebut menjadi hukumnya haram.[6]
Rukun
- Adanya mukhali, yakni seseorang yang berhak mengucapkan perkataan cerai, yakni suami.[6]
- Adanya mukhtali’ah, yakni seseorang yang mengajukan khulu, yakni istri.[6] Dengan syarat, si istri adalah istri yang sah secara agama dan istri dapat menggunakan hartanya secara sadar, dalam artian tidak gila dan berakal.[6]
- Adanya iwadh, yakni harta yang diambil suami dari istrinya sebagai tebusan karena telah menceraikan istrinya.[6]
- Adanya sigha khulu atau perkataan khulu dari suami.[6]
Catatan
- Suami tidak boleh mengambil harta istrinya melebihi mahar yang dia berikan.[3]
- Khulu dapat dilakukan oleh istri, baik dalam keadaan suci atau haid.[5] [1]
- Iwadh atau harta tebusan dapat berupa jasa.[6] Menurut pendapat ulama golongan safi’I dan maliki.[6]
- Khulu tidak sah apabiila tidak ada keikhlasan di hati suami.[6]
- Suami yang telah men-khulu istrinya tidak berhak merujuk kembali, meskipu ia dalam keadaan menunggu (masa iddah khulu).[6]
- Apabila wanita yang menjadi istri bagi suaminya masih kecil, maka ia boleh diwakili oleh walinya untuk meminta khulu, dengan syarat sang wali melihat adanya bahaya yang mengancam wanita tersebut.[3]
Referensi
- ^ a b Achmad Sunarto (1991). Terjemahan Fat-hul Qarib. Menara Kudus.
- ^ (Indonesia) Noer Faqih Arsyi ys. "PAI Kelas XII Bab Munakahah" (pdf).
- ^ a b c (Indonesia) Ahmad Sarwad, Lc. "Fiqih Nikah" (pdf).
- ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q Drs.H.Ibnu Mas’ud, Drs.H.Zainal Abidin S. (2000). Fiqih Madzhab Syafi’I edisi lengkap muamalat, munakahat, jinayat. CV.Pustaka Setia.
- ^ a b c d e f g h i j k Dr.Mustafa Dib Al-Bugha (2012). Ringkasan Fiqih Mazhab Syafi’I. Noura Books. ISBN 978-602-9498-44-8.
- ^ a b c d e f g h i j k l m (Indonesia) [http:http://albayyinatulilmiyyah.files.wordpress.com/2013/12/80-ensiklopedi-fiqih-islam_6-kitab-munakahat.pdf "Kitab Munakahat"] (pdf).