Lompat ke isi

Suku Bima: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
k Bot: Perubahan kosmetika
Maru Akbar (bicara | kontrib)
Baris 50: Baris 50:
== Referensi ==
== Referensi ==
{{Reflist}}
{{Reflist}}
* Sejarah Bima Dana Mbojo (Oleh : H. Abdullah Tajib, BA)
* Tajib, Abdullah. 1995. ''Sejarah Bima Dana Mbojo.'' Jakarta: PT Harapan Masa PGRI.


== Pranala luar ==
== Pranala luar ==

Revisi per 8 Februari 2019 00.25

Secara historis orang Bima atau Dou Mbojo dibagi dalam 2 kelompok, yaitu kelompok penduduk asli yang disebut Dou Donggo yang menghuni kawasan bagian barat teluk, tersebar di gunung dan lembah.

Dari penelitian Zollinger (1847) berpendapat bahwa Dou Donggo (Donggo Di) dan penduduk Bima di sebelah timur laut teluk Bima (Dou Donggo Ele) menunjukkan karakteristik yang jelas sebagai ras bangsa yang lebih rendah, kecuali beberapa corak yang menunjukkan kesamaan dengan orang-orang Bima di sebelah timur Teluk Bima. Sedangkan penelitian Elber Johannes (1909-1910) menyimpulkan pada dasarnya orang Bima yang tinggal di sekitar ibukota ada ras bangsa yang lebih tinggi, hidup pula ras bangsa campuran yang bertalian dengan oranhg Bugis dan Makasar yaitu ras bangsa Melayu Muda. Penelitian terhadap anggota masyarakat Bima yang lebih tua menunjukkan suatu kecenderungan persamaan dengan orang sasak Bayan di Lombok. Orang Donggo dan Sasak Bayan memiliki kesamaan ciri yaitu berambut pendek bergelombang, keriting, dan warna kulit agak gelap.

Kelompok kedua yang lazim disebut orang Bima atau Dou Mbojo menghuni kawasan pesisir pantai dan merupakan suatu ras bangsa campuran dengan orang Bugis-Makasar dengan ciri rambut lurus sebagai orang Melayu di pesisir pantai.

Dalam pencatatan Kitab BO, bahwa para ncuhi berasal dari Hindia Belakang (Indo Cina) sebagai asal usul dari penduduk di pesisir pantai. Banyak kata-kata benda dalam bahasa Bima yang memiliki persamaan dengan bahasa Jawa Kuno, utamanya yang masih dipergunakan oleh sisa penduduk asli yang tersimpan dalam bahasa Donggo, bahasa Tarlawi dan Bahasa Kolo. Hanya kadang-kadang pengucapannya sudah berubah atau pengucapannya tetap tapi artinya berbeda. Perubahan tersebut terjadi karena hubungan yang sulit atau terputus sehingga komunikasi antar penduduk induk sumber bahasa terputus pula. Akibatnya pengucapan atau arti bahasa asli tesebut berkembang dalam corak yang berbeda antara satu dengan lainnya.

Contoh persamaan bahasa Bima dengan bahasa Jawa Kuno antara lain:

Bahasa Bima Bahasa Jawa Kuno Bahsa Indonesia
Ama Ama Ayah
Imba Imba Meniru
Uma Umah Rumah
Kica Kica Kera
Kuta Kuta Pagar
Jaga Jaga Jaga
Joli Joli Usungan
Ringa Renga Dengar
Teta Teta Ayah
Do’o Dooh Jauh

Ras Bangsa dan Bahasa Menurut sejarah perkembangannya, bahasa bima dibagi dalam 2 kelompok yaitu : 1. Kelompok bahasa Bima lama, meliputi: Bahasa Donggo, dipergunakan oleh masyarakat Donggo Ipa yang bermukim di pegunungan sebelah barat teluk meliputi desa Kala, Mbawa, Padende, Kananta, Doridungga Bahasa Tarlawi dipergunakan oleh masyarakat Donggo Ele yang bermukim di pergunungan Wawo Tengah, meliputi desa Tarlawi, Kuta, Sambori, Teta, Kalodu. Bahasa Kolo dipergunakan oleh masyarakat yang bermukim di desa Kolo di sebelah timur Asakota. 2. Kelompok bahasa Bima baru, lazim disebut nggahi Mbojo. Bahasa Bima baru atau nggahi Mbojo dipergunakan oleh masyarakat umum di Bima dan berfungsi sebagai bahasa ibu. Bagi masyarakat Bima lama, bahasa Bima berfungsi sebagai bahasa pengantar guna berkomunikasi dengan orang lain di luar kalangan mereka.

Aksara bahasa Bima banyak persamaan dengan aksara Makasar kuno dan apabila kedua aksara tersebut dibandingkan dengan aksara sansekerta, maka dapat dipastikan asal usul keduanya berasal dari aksara sansekerta (Zollinger) Menurut tingkatannya bahasa Bima dibagi dalam 3 tingkat, yaitu tingkat halus/bahasa istana, tingkat menengah yaitu bahasa sehari-hari dan tingkat rendah/kasar.

  1. Sejarah Bima Dana Mbojo

Referensi

  • Tajib, Abdullah. 1995. Sejarah Bima Dana Mbojo. Jakarta: PT Harapan Masa PGRI.

Pranala luar