Kuda sandel: Perbedaan antara revisi
k Bot: Perubahan kosmetika |
Ria Rasyid (bicara | kontrib) Perbaikan ejaan Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
||
Baris 1: | Baris 1: | ||
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM 'Soembanese man te paard als bagage een klein speenvarken in een mand van pisangblad' TMnr 10013320.jpg|jmpl|200px|Kuda poni Sumba telah lama (foto tahun 1920-an) menjadi alat transportasi.]] |
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM 'Soembanese man te paard als bagage een klein speenvarken in een mand van pisangblad' TMnr 10013320.jpg|jmpl|200px|Kuda poni Sumba telah lama (foto tahun 1920-an) menjadi alat transportasi.]] |
||
'''Kuda sandel''', atau lebih lengkap '''kuda ''Sandalwood pony''''', adalah kuda pacu asli Indonesia yang |
'''Kuda sandel''', atau lebih lengkap '''kuda ''Sandalwood pony''''', adalah kuda pacu asli Indonesia yang dikembangbiakkan di [[Pulau Sumba]]. Konon, kuda ini memiliki moyang [[kuda arab]] yang disilangkan dengan kuda poni lokal (''grading up'') untuk memperbaiki sejumlah penampilannya. Nama "sandalwood" sendiri dikaitkan dengan [[cendana]] ("sandalwood") yang pada masa lampau merupakan komoditas ekspor dari Pulau Sumba dan pulau-pulau [[Nusa Tenggara]] lainnya. |
||
Menurut catatan J. de Roo pada tahun 1890, kuda telah menjadi |
Menurut catatan J. de Roo pada tahun 1890, kuda telah menjadi komoditas perdagangan orang Sumba ke daerah lain di Nusantara paling tidak sejak 1840 melalui [[Waingapu]] yang kebanyakan dilakukan oleh bangsawan setempat.<ref>Artikel tentang Kabupaten Sumba Timur dari arsip Kompas Online edisi 31 Mei 2002</ref>. Populasinya sempat menurun menjelang pertengahan abad ke-20 akibat meluasnya penyakit dan juga persaingan dari ternak [[sapi ongole Sumba]]. Pada masa kini, perbaikan mutu dan penampilan kuda sandel telah menjadi program nasional, dilakukan melalui program pemuliaan murni dan ''grading up'' dengan persilangan terhadap kuda "thoroughbred" asal [[Australia]] untuk kecepatan dan tenaga.<ref>Ministry of Agriculture Republic of Indonesia, "A National Policy for Management of Farm Domestic Animal Genetic Resources in Indonesia", 1997. p. 4</ref> |
||
Kuda sandel memiliki postur rendah bila dibandingkan kuda-[[kuda ras]] dari Australia atau Amerika. Tinggi punggung kuda antara 130 - 142 Cm. Banyak dipakai orang untuk kuda tarik, kuda tunggang |
Kuda sandel memiliki postur rendah bila dibandingkan kuda-[[kuda ras]] dari Australia atau Amerika. Tinggi punggung kuda antara 130 - 142 Cm. Banyak dipakai orang untuk kuda tarik, kuda tunggang, bahkan kuda pacu. Keistimewaannya terletak pada kaki dan kuku yang kuat dan leher besar. Ia juga memiliki daya tahan (''endurance'') yang istimewa. Warna [[rambut]]nya bervariasi: hitam, putih, merah, ''dragem'', hitam maid (brownish black), bopong (krem), abu-abu (dawuk), atau juga belang (plongko). |
||
Kuda ini sampai sekarang masih merupakan kuda yang diternakkan di Pulau Sumba dan dikirim ke pulau-pulau lain seperti Jawa, Madura, dan Bali untuk dipergunakan sebagai kuda tarik, kuda tunggang serta kuda pacu. Lomba pacuan kuda sandel masih bisa dinikmati di berbagai daerah di Indonesia terutama di Jawa, Madura, dan |
Kuda ini sampai sekarang masih merupakan kuda yang diternakkan di Pulau Sumba dan dikirim ke pulau-pulau lain, seperti Jawa, Madura, dan Bali untuk dipergunakan sebagai kuda tarik, kuda tunggang, serta kuda pacu. Lomba pacuan kuda sandel masih bisa dinikmati di berbagai daerah di Indonesia terutama di Jawa, Madura, dan tentu saja Sumba. |
||
[[Kabupaten Sumba Timur]] memasukkan kuda sandel pada lambang daerahnya. |
[[Kabupaten Sumba Timur]] memasukkan kuda sandel pada lambang daerahnya. |
Revisi per 23 Februari 2019 16.19
Kuda sandel, atau lebih lengkap kuda Sandalwood pony, adalah kuda pacu asli Indonesia yang dikembangbiakkan di Pulau Sumba. Konon, kuda ini memiliki moyang kuda arab yang disilangkan dengan kuda poni lokal (grading up) untuk memperbaiki sejumlah penampilannya. Nama "sandalwood" sendiri dikaitkan dengan cendana ("sandalwood") yang pada masa lampau merupakan komoditas ekspor dari Pulau Sumba dan pulau-pulau Nusa Tenggara lainnya.
Menurut catatan J. de Roo pada tahun 1890, kuda telah menjadi komoditas perdagangan orang Sumba ke daerah lain di Nusantara paling tidak sejak 1840 melalui Waingapu yang kebanyakan dilakukan oleh bangsawan setempat.[1]. Populasinya sempat menurun menjelang pertengahan abad ke-20 akibat meluasnya penyakit dan juga persaingan dari ternak sapi ongole Sumba. Pada masa kini, perbaikan mutu dan penampilan kuda sandel telah menjadi program nasional, dilakukan melalui program pemuliaan murni dan grading up dengan persilangan terhadap kuda "thoroughbred" asal Australia untuk kecepatan dan tenaga.[2]
Kuda sandel memiliki postur rendah bila dibandingkan kuda-kuda ras dari Australia atau Amerika. Tinggi punggung kuda antara 130 - 142 Cm. Banyak dipakai orang untuk kuda tarik, kuda tunggang, bahkan kuda pacu. Keistimewaannya terletak pada kaki dan kuku yang kuat dan leher besar. Ia juga memiliki daya tahan (endurance) yang istimewa. Warna rambutnya bervariasi: hitam, putih, merah, dragem, hitam maid (brownish black), bopong (krem), abu-abu (dawuk), atau juga belang (plongko).
Kuda ini sampai sekarang masih merupakan kuda yang diternakkan di Pulau Sumba dan dikirim ke pulau-pulau lain, seperti Jawa, Madura, dan Bali untuk dipergunakan sebagai kuda tarik, kuda tunggang, serta kuda pacu. Lomba pacuan kuda sandel masih bisa dinikmati di berbagai daerah di Indonesia terutama di Jawa, Madura, dan tentu saja Sumba.
Kabupaten Sumba Timur memasukkan kuda sandel pada lambang daerahnya.
-
Kuda sandel Warna Dragem
-
Kuda sandel Warna Putih
-
Kuda sandel Warna Plongko (belang)