Suku Lauje: Perbedaan antara revisi
k Bot: Perubahan kosmetika |
Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 11: | Baris 11: | ||
== Agama dan Sistem Kepercayaan == |
== Agama dan Sistem Kepercayaan == |
||
Sebagian masyarakat Suku Lauje sudah menganut Agama Kristen, selebihnya adalah Muslim. Meski begitu, sistem kepercayaan dari nenek moyang masih mereka hormati |
Sebagian masyarakat Suku Lauje sudah menganut Agama Kristen, selebihnya adalah Muslim. Meski begitu, sistem kepercayaan dari nenek moyang masih mereka hormati dan pertahankan, termasuk soal asal-usul mereka seperti yang telah diterangkan di atas. |
||
Suku Lauje masih mempercayai ada beberapa Ilah (dewa) yang mengatur kehidupan manusia di dunia. Mereka adalah Raja Tongka Alah (tinggal di langit), Puang Ma Petu (berdiam di bawah tanah) dan Olongian (tinggal di mata air). |
Suku Lauje masih mempercayai ada beberapa Ilah (dewa) yang mengatur kehidupan manusia di dunia. Mereka adalah Raja Tongka Alah (tinggal di langit), Puang Ma Petu (berdiam di bawah tanah) dan Olongian (tinggal di mata air). |
||
Baris 19: | Baris 19: | ||
Mereka juga mempercayai keberadaan roh-roh halus yang juga dipercaya memiliki tugas di dunia orang hidup dan membantu kehidupan orang-orang Suku Lauje. Ada Togu Petu, Togu Ompongan dan Togu Ogo. |
Mereka juga mempercayai keberadaan roh-roh halus yang juga dipercaya memiliki tugas di dunia orang hidup dan membantu kehidupan orang-orang Suku Lauje. Ada Togu Petu, Togu Ompongan dan Togu Ogo. |
||
Togu Petu bertugas menjaga tanah. Jadi berhasil atau tidaknya manusia bercocok tanam ditentukan oleh roh tersebut. Lalu Togu Ompongan dipercaya sebagai penguasa hutan belantara yang mengawasi tindak tanduk manusia di hutan. Selanjutnya Togu Ogo bertugas sebagai penguasa sungai sekaligus penjaga air. |
Togu Petu bertugas menjaga tanah. Jadi berhasil atau tidaknya manusia bercocok tanam ditentukan oleh roh tersebut. Lalu Togu Ompongan dipercaya sebagai penguasa hutan belantara yang mengawasi tindak tanduk manusia di hutan. Selanjutnya Togu Ogo bertugas sebagai penguasa sungai sekaligus penjaga air. Kepada roh-roh tadi Orang Lauje biasanya meminta restu sebelum melakukan aktivitas-aktivitas tertentu di sekitar tempat tinggalnya. |
||
Kepada Para Roh Inilah Orang Meminta Izin Bila Hendak Melakukan Aktivitas Tertentu Di Sekitar Lingkungan Kekuasaannya. |
|||
== Mata Pencarian Hidup == |
== Mata Pencarian Hidup == |
||
Mata pencaharian hidup orang Suku Lauje adalah berladang. Yang mereka tanam utamanya |
Mata pencaharian hidup orang Suku Lauje adalah berladang. Yang mereka tanam utamanya padi dan jagung. Mereka juga menanam sayur-mayur, cengkeh, bawang putih, singkong, ubi jalar, pisang, pepaya dan mangga. |
||
Sebagai sambilan, pekerjaan mereka adalah mencari rotan, damar, kemiri, membuat kerajinan tangan, berburu juga beternak. Jika masa paceklik tiba, orang Suku Lauje sanggup bertahan hidup hanya dengan mengkonsumsi ubi jalar “unggayu”, atau gadung “ondot” yang tumbuh liar di hutan-hutan<ref name=":0" />. |
Sebagai sambilan, pekerjaan mereka adalah mencari rotan, damar, kemiri, membuat kerajinan tangan, berburu juga beternak. Jika masa paceklik tiba, orang Suku Lauje sanggup bertahan hidup hanya dengan mengkonsumsi ubi jalar “unggayu”, atau gadung “ondot” yang tumbuh liar di hutan-hutan<ref name=":0" />. |
||
Suku Lauje yang bermukim di [[Kabupaten Parigi Moutong]] bisa memiliki pendapatan rata-rata sampai Rp. 10 juta per bulan dari memanen coklat dan cengkeh, jika harga keduanya tinggi. Untuk diketahui kabupaten ini merupakan pemasok coklat terbesar di Indonesia<ref>{{Cite web|url=http://sinarharapan.net/2018/10/suku-lauje-penabung-uang-di-atas-pohon/|title=Suku Lauje, Penabung Uang di Atas Pohon|last=Jemabut|first=Inno|date=23 October 2018|website=sinarharapan|publisher=|access-date=13 Maret 2018}}</ref>. |
Suku Lauje yang bermukim di [[Kabupaten Parigi Moutong]] bisa memiliki pendapatan rata-rata sampai Rp. 10 juta per bulan dari memanen coklat dan cengkeh, jika harga keduanya tinggi. Untuk diketahui kabupaten ini merupakan pemasok coklat terbesar di Indonesia<ref>{{Cite web|url=http://sinarharapan.net/2018/10/suku-lauje-penabung-uang-di-atas-pohon/|title=Suku Lauje, Penabung Uang di Atas Pohon|last=Jemabut|first=Inno|date=23 October 2018|website=sinarharapan|publisher=|access-date=13 Maret 2018}}</ref>. |
||
Awalnya Suku Lauje (khususnya di Parigi Moutong) menggunakan konsep berladang tak menetap. Namun sejak era 80-an pola seperti itu perlahan-lahan berubah. Mereka mulai mengenal tanaman jangka menengah, dan panjang, seperti cengkeh, kakao dan kelapa<ref name=":3" />. |
|||
== Tradisi Moganoi == |
== Tradisi Moganoi == |
||
Komunitas Suku Lauje terkenal hidup dari alam oleh karena itu mereka sangat menghormati alam. Rasa cinta mereka terhadap alam salah satunya bisa dilihat dari Tradisi Moganoi yang berlangsung di Desa Bambasiang, Kecamatan Palasa<ref name=":3">{{Cite journal|last=Rosita|first=|last2=Rachman|first2=Imran|last3=Alam|first3=Andi Sahri|date=Maret 2017|title=Kearifan Masyarakat Lokal Suku Lauje Dalam Pengelolaan Hutan di Desa Bambasiang Kecamatan Palasa Kabupaten Parigi Moutong|url=|journal=WARTA RIMBA ISSN: 2579-6267|volume=Volume 5, Nomor 1 Hal: 80-86|issue=|doi=|pmid=|access-date=}}</ref>. |
Komunitas Suku Lauje terkenal hidup dari alam oleh karena itu mereka sangat menghormati alam. Rasa cinta mereka terhadap alam salah satunya bisa dilihat dari Tradisi Moganoi yang masih berlangsung di Desa Bambasiang, Kecamatan Palasa<ref name=":3">{{Cite journal|last=Rosita|first=|last2=Rachman|first2=Imran|last3=Alam|first3=Andi Sahri|date=Maret 2017|title=Kearifan Masyarakat Lokal Suku Lauje Dalam Pengelolaan Hutan di Desa Bambasiang Kecamatan Palasa Kabupaten Parigi Moutong|url=|journal=WARTA RIMBA ISSN: 2579-6267|volume=Volume 5, Nomor 1 Hal: 80-86|issue=|doi=|pmid=|access-date=}}</ref>. |
||
== Referensi == |
== Referensi == |
Revisi per 14 Maret 2019 01.34
Suku Lauje merupakan salah satu suku di Indonesia yang sebagian besar menetap di Kabupaten Donggala, Provinsi Sulawesi Tengah[1]. Dikenal juga sebagai Suku Daya dan merupakan satu dari lima suku terasing yang ada di Kabupaten Donggala[2]
Komunitas masyarakat Suku Lauje tidak hanya tinggal di Kabupaten Donggala saja. Mereka ada yang menetap di Kabupaten Toli-toli (Kecamatan Dondo), Kabupaten Parigi Moutog (Kecamatan Palasa[3], Tinombo, Tomini, Ampibabo)[4], Kabupaten Poso serta ada yang tinggal di Kabupaten Banggai (Kecamatan Luwuk)[1].
Asal-Usul
Suku ini masih satu rumpun dengan Suku Tialo. Kedua suku tersebut merupakan bagian dari Suku Tomini[2]. Bahasa Suku Lauje termasuk Rumpun Bahasa Austronesia, kelompok Bahasa Melayu-Polinesia Barat[4].
Orang Suku Lauje meyakini bahwa nenek moyang mereka bernama Yongko Umur yang kemudian melahirkan dua keturunan bernama Olongian Laki-laki, atau disebut juga Llah Ta’ala, dan Olongian Perempuan, atau disebut sebagai Nur Llah.
Llah Ta’ala tinggal di “Alam Atas” (Langit), sedangkan Nur Llah tinggal di “Alam Bawah” (Bawah Tanah). Keduanya dipercaya sebagai nenek moyang langsung Suku Lauje.
Agama dan Sistem Kepercayaan
Sebagian masyarakat Suku Lauje sudah menganut Agama Kristen, selebihnya adalah Muslim. Meski begitu, sistem kepercayaan dari nenek moyang masih mereka hormati dan pertahankan, termasuk soal asal-usul mereka seperti yang telah diterangkan di atas.
Suku Lauje masih mempercayai ada beberapa Ilah (dewa) yang mengatur kehidupan manusia di dunia. Mereka adalah Raja Tongka Alah (tinggal di langit), Puang Ma Petu (berdiam di bawah tanah) dan Olongian (tinggal di mata air).
Raja Tongka Alah merupakan perantara roh-roh orang mati dengan orang hidup. Sedangkan Lalu Puang Ma Petu dikenal sebagai Ilah Perusak, sedangkan Olongian diyakini sebagai Ilah Penyelamat.
Mereka juga mempercayai keberadaan roh-roh halus yang juga dipercaya memiliki tugas di dunia orang hidup dan membantu kehidupan orang-orang Suku Lauje. Ada Togu Petu, Togu Ompongan dan Togu Ogo.
Togu Petu bertugas menjaga tanah. Jadi berhasil atau tidaknya manusia bercocok tanam ditentukan oleh roh tersebut. Lalu Togu Ompongan dipercaya sebagai penguasa hutan belantara yang mengawasi tindak tanduk manusia di hutan. Selanjutnya Togu Ogo bertugas sebagai penguasa sungai sekaligus penjaga air. Kepada roh-roh tadi Orang Lauje biasanya meminta restu sebelum melakukan aktivitas-aktivitas tertentu di sekitar tempat tinggalnya.
Mata Pencarian Hidup
Mata pencaharian hidup orang Suku Lauje adalah berladang. Yang mereka tanam utamanya padi dan jagung. Mereka juga menanam sayur-mayur, cengkeh, bawang putih, singkong, ubi jalar, pisang, pepaya dan mangga.
Sebagai sambilan, pekerjaan mereka adalah mencari rotan, damar, kemiri, membuat kerajinan tangan, berburu juga beternak. Jika masa paceklik tiba, orang Suku Lauje sanggup bertahan hidup hanya dengan mengkonsumsi ubi jalar “unggayu”, atau gadung “ondot” yang tumbuh liar di hutan-hutan[1].
Suku Lauje yang bermukim di Kabupaten Parigi Moutong bisa memiliki pendapatan rata-rata sampai Rp. 10 juta per bulan dari memanen coklat dan cengkeh, jika harga keduanya tinggi. Untuk diketahui kabupaten ini merupakan pemasok coklat terbesar di Indonesia[5].
Awalnya Suku Lauje (khususnya di Parigi Moutong) menggunakan konsep berladang tak menetap. Namun sejak era 80-an pola seperti itu perlahan-lahan berubah. Mereka mulai mengenal tanaman jangka menengah, dan panjang, seperti cengkeh, kakao dan kelapa[3].
Tradisi Moganoi
Komunitas Suku Lauje terkenal hidup dari alam oleh karena itu mereka sangat menghormati alam. Rasa cinta mereka terhadap alam salah satunya bisa dilihat dari Tradisi Moganoi yang masih berlangsung di Desa Bambasiang, Kecamatan Palasa[3].
Referensi
- ^ a b c Melalatoa, DR. M. Junus (1 Januari 1995). Ensiklopedi Suku Bangsa di Indonesia: Jilid L – Z. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
- ^ a b Suwondo, Bambang (1 Januari 1984). Sejarah Daerah Sulawesi Tengah. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah.
- ^ a b c Rosita; Rachman, Imran; Alam, Andi Sahri (Maret 2017). "Kearifan Masyarakat Lokal Suku Lauje Dalam Pengelolaan Hutan di Desa Bambasiang Kecamatan Palasa Kabupaten Parigi Moutong". WARTA RIMBA ISSN: 2579-6267. Volume 5, Nomor 1 Hal: 80-86.
- ^ a b Hidayah, Dr. Zulyani (2015). Ensiklopedi Suku Bangsa di Indonesia. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, Anggota IKAPI DKI Jakarta. ISBN 978-979-461-929-2.
- ^ Jemabut, Inno (23 October 2018). "Suku Lauje, Penabung Uang di Atas Pohon". sinarharapan. Diakses tanggal 13 Maret 2018.