Lompat ke isi

Masbuhin Faqih: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 47: Baris 47:


== Pendidikan ==
== Pendidikan ==
Pendidikan beliau sejak kecil di lingkungan yang islami. Mulai dari tingkat MI sampai Mts. Setelah Tsanawiyah beliau melanjutkan studinya ke [[Gontor]], Pondok pesantren [[Darussalam gontor|Darussalam]] Ponorogo, [[Jawa Timur|Jawa Timur,]] disanalah beliau memperdalam ilmu bahasa Arab dan Inggris. Setelah lulus dari Gontor beliau ingin memperdalam ilmu lagi, selanjutnya beliau nyantri di PP. [[Pondok Pesantren Langitan|Langitan]] Widang Tuban, yang pada saat itu diasuh oleh KH. Abdul Hadi dan [[Abdullah Faqih|KH. Abdullah Faqih]]. Di sana beliau memperdalam ilmu kitab kuning, mulai dari Fiqh, Nahwu, Shorof, tauhid, sampai tasawwuf. Proses penggembalaan ilmu di PP. Langitan cukup lama, sekitar 17 tahun belaiu nyantri di sana. Diceritakan bahwasannya sosok KH. Masbuhin Faqih muda adalah pemuda yang giat dan tekun belajar, suka bekerja keras, dan optimis dalam suatu keadaan apapun. Waktu di PP. Langitan beliau banyak melakukan tirakat, seperti memasak sendiri, melakukan ibadah puasa sunnah dan lain-lain. Di sana belaiu juga sempat menjadi khadam (pembantu dalem) kyai. Hal ini sampai menjadi jargon beliau dalam menasehati santri MBS (Mamba’us Sholihin), yakni “nek mondok ojo belajar tok, tapi nyambio ngabdi nang pondok iku (Jika kamu belajar di pondok jangan hanya sekedar mondok saja, tapi sembari mengabdi pada pondok tersebut)”. Dengan penuh keihlasan dan kesabaran, beliau jalani semua kehidupan diatas demi mendapatkan ilmu yang manfaat dan barakah.
Pendidikan beliau sejak kecil di lingkungan yang islami. Mulai dari tingkat MI sampai Mts. Setelah Tsanawiyah beliau melanjutkan studinya ke [[Gontor]], Pondok pesantren [[Darussalam gontor|Darussalam]] Ponorogo, [[Jawa Timur|Jawa Timur,]] disanalah beliau memperdalam ilmu bahasa Arab dan Inggris. Setelah lulus dari Gontor beliau ingin memperdalam ilmu lagi, selanjutnya beliau nyantri di PP. [[Pondok Pesantren Langitan|Langitan]] Widang Tuban, yang pada saat itu diasuh oleh KH. Abdul Hadi dan [[Abdullah Faqih|KH. Abdullah Faqih]] [[Pondok Pesantren Langitan|langitan]]. Di sana beliau memperdalam ilmu kitab kuning, mulai dari Fiqh, Nahwu, Shorof, tauhid, sampai tasawwuf. Proses penggembalaan ilmu di PP. Langitan cukup lama, sekitar 17 tahun belaiu nyantri di sana. Diceritakan bahwasannya sosok KH. Masbuhin Faqih muda adalah pemuda yang giat dan tekun belajar, suka bekerja keras, dan optimis dalam suatu keadaan apapun. Waktu di PP. Langitan beliau banyak melakukan tirakat, seperti memasak sendiri, melakukan ibadah puasa sunnah dan lain-lain. Di sana belaiu juga sempat menjadi khadam (pembantu dalem) kyai. Hal ini sampai menjadi jargon beliau dalam menasehati santri MBS (Mamba’us Sholihin), yakni “nek mondok ojo belajar tok, tapi nyambio ngabdi nang pondok iku (Jika kamu belajar di pondok jangan hanya sekedar mondok saja, tapi sembari mengabdi pada pondok tersebut)”. Dengan penuh keihlasan dan kesabaran, beliau jalani semua kehidupan diatas demi mendapatkan ilmu yang manfaat dan barakah.


Ditengah-tengah menimba ilmu di [[Pondok Pesantren Langitan|Langitan]], tepatnya pada tahun 1976 M atau pada saat beliau berumur 29 th, [[Abdullah Faqih|KH. Abdullah Faqih]] [[Pondok Pesantren Langitan|langitan]] menyuruh kyai Masbuhin untuk berjuang di tengah masyarakat Suci bersama-sama dengan abahnya. KH. Faqih langitan sudah yakin bahwasahnya santrinya ini sudah cukup ilmunya untuk berda’wah dan mengajar di masyarakat. Waktu demi waktu berlalu, proses berda’wah terus berjalan dan berkembang pesat. Dengan perkembangan itu KH. Abdullah Faqih disuruh untuk membuat pesantren oleh beberapa guru beliau agar proses berda’wah tersebut lancar. Bersama-sama dengan Anak-anaknya mereka mendirikan suatu pondok yang diberi nama PP. At-Thohiriyyah, yang mana dengan filosofi berada di desa Suci.
Ditengah-tengah menimba ilmu di [[Pondok Pesantren Langitan|Langitan]], tepatnya pada tahun 1976 M atau pada saat beliau berumur 29 th, [[Abdullah Faqih|KH. Abdullah Faqih]] [[Pondok Pesantren Langitan|langitan]] menyuruh kyai Masbuhin untuk berjuang di tengah masyarakat Suci bersama-sama dengan abahnya. [[Abdullah Faqih|KH. Abdullah Faqih]] [[Pondok Pesantren Langitan|langitan]] sudah yakin bahwasahnya santrinya ini sudah cukup ilmunya untuk berda’wah dan mengajar di masyarakat. Waktu demi waktu berlalu, proses berda’wah terus berjalan dan berkembang pesat. Dengan perkembangan itu KH. Abdullah Faqih (Suci) diminta untuk membuat pesantren oleh beberapa guru beliau agar proses berda’wah tersebut lancar. Bersama-sama dengan Anak-anaknya mereka mendirikan suatu pondok yang diberi nama PP. At-Thohiriyyah, yang mana dengan filosofi berada di desa Suci.


== Mendirikan Pondok ==
== Mendirikan Pondok ==

Revisi per 14 Maret 2019 22.38

KH. Masbuhin Faqih
Lahir31 Desember 1947
Suci, Manyar, Gresik
PekerjaanPengasuh PP. Mambaus Sholihin
OrganisasiNU
Suami/istriNyai Hj. Mas’aini
Orang tua
  • K.H Abdullah Faqih (bapak)
  • HJ. Tswaibah (ibu)

KH. Masbuhin Faqih adalah pengasuh pondok pesantren Mamba’us Sholihin, beliau dilahirkan di desa Suci kecamatan Manyar Kabupaten Gresik pada tanggal 31 Desember 1947 Masehi atau 18 Shafar 1367 Hijriyah. Beliau adalah seorang kiai atau Ulama yang berpengaruh serta pengasuh Pondok pesantren mambaus sholihin. [1]

Keluarga dan Silsilah

Beliau merupakan putra dari pasangan Al-Maghfurlah KH. Abdullah Faqih (Suci) dan HJ. Tswaibah. Dari pasangan tersebut lahir 5 orang anak, 3 orang putra dan 2 orang putri, KH. Masbuhin Faqih merupakan anak pertama (yang paling tua). Beliau memiliki silsilah yang mulya dan agung, yakni sampai ke Sunan Giri. Kalau diruntut, maka beliau adalah keturunan ke-12 dari kanjeng Sunan Giri Syeih Maulana Ishaq. Dengan runtutan seagai berikut:

1. Syeih Ainul Yaqin (Sunan Giri)

2. Sunan Dalem

3. Sunan Prapen

4. Kawis Goa

5. Pangeran Giri

6. Gusti Mukmin

7. Amirus Sholih

8. Abdul Hamid

9. Embah Taqrib

10. KH. Muhammad Thoyyib

11. KH. Abdullah Faqih

12. KH. Masbuhin Faqih

Dengan silsilah yang begitu agung tersbut, tak bisa dipungkiri di dalam diri beliau terdapat ruh dan jiwa seorang ulama yang tangguh dan berjuang tanpa batas waktu seperti embah buyutnya dahulu. Hal ini sesuai dengan Qiyasan santri: “Bapaknya Singa maka ank-anaknya pun singa”.[2]


Berkas:Jokowi dan kh. masbuhin.jpg
Presiden Joko Widodo bergandengan tangan dengan Pengasuh Pondok Pesantren Mambaus Sholihin KH Masbuchin Faqih

Pendidikan

Pendidikan beliau sejak kecil di lingkungan yang islami. Mulai dari tingkat MI sampai Mts. Setelah Tsanawiyah beliau melanjutkan studinya ke Gontor, Pondok pesantren Darussalam Ponorogo, Jawa Timur, disanalah beliau memperdalam ilmu bahasa Arab dan Inggris. Setelah lulus dari Gontor beliau ingin memperdalam ilmu lagi, selanjutnya beliau nyantri di PP. Langitan Widang Tuban, yang pada saat itu diasuh oleh KH. Abdul Hadi dan KH. Abdullah Faqih langitan. Di sana beliau memperdalam ilmu kitab kuning, mulai dari Fiqh, Nahwu, Shorof, tauhid, sampai tasawwuf. Proses penggembalaan ilmu di PP. Langitan cukup lama, sekitar 17 tahun belaiu nyantri di sana. Diceritakan bahwasannya sosok KH. Masbuhin Faqih muda adalah pemuda yang giat dan tekun belajar, suka bekerja keras, dan optimis dalam suatu keadaan apapun. Waktu di PP. Langitan beliau banyak melakukan tirakat, seperti memasak sendiri, melakukan ibadah puasa sunnah dan lain-lain. Di sana belaiu juga sempat menjadi khadam (pembantu dalem) kyai. Hal ini sampai menjadi jargon beliau dalam menasehati santri MBS (Mamba’us Sholihin), yakni “nek mondok ojo belajar tok, tapi nyambio ngabdi nang pondok iku (Jika kamu belajar di pondok jangan hanya sekedar mondok saja, tapi sembari mengabdi pada pondok tersebut)”. Dengan penuh keihlasan dan kesabaran, beliau jalani semua kehidupan diatas demi mendapatkan ilmu yang manfaat dan barakah.

Ditengah-tengah menimba ilmu di Langitan, tepatnya pada tahun 1976 M atau pada saat beliau berumur 29 th, KH. Abdullah Faqih langitan menyuruh kyai Masbuhin untuk berjuang di tengah masyarakat Suci bersama-sama dengan abahnya. KH. Abdullah Faqih langitan sudah yakin bahwasahnya santrinya ini sudah cukup ilmunya untuk berda’wah dan mengajar di masyarakat. Waktu demi waktu berlalu, proses berda’wah terus berjalan dan berkembang pesat. Dengan perkembangan itu KH. Abdullah Faqih (Suci) diminta untuk membuat pesantren oleh beberapa guru beliau agar proses berda’wah tersebut lancar. Bersama-sama dengan Anak-anaknya mereka mendirikan suatu pondok yang diberi nama PP. At-Thohiriyyah, yang mana dengan filosofi berada di desa Suci.

Mendirikan Pondok

KH. Masbuhin pada waktu itu masih pulang pergi dari langitan ke -Suci. Beliau masih beranggapan bahwa menimba ilmu di langitan belum sempurna kalau tidak dengan waktu yang lama. Inilah salah satu kelebihan beliau, yakni haus akan ilmu pengetahuan agama Islam. Tepat pada tahun 1980 M, beliau sudah mendapat restu untuk meninggalkan pondok pesantren Langitan. Dengan itulah beliau sekarang harus berkonsentrasi dalam mengurus PP. At-Thohiriyyah bersama dengan abahnya. Tepat pada tahun ini juga PP. At-Thohiriyyah dirubah menjadi PP. Mamba’us Sholihin, keadaan ini sesuai dengan usulan KH. Usman Al-Ishaqi. Karena nama suatu pondok dirasa mempunyai arti dan harapan yang penting.

Perjuangan KH. Masbuhin dalam memajukan pondoknya tidak kenal lelah. Setahap demi setahap pembangunan pondok dilakukan, mulai dari komplek sampai sekolahannya. Dengan relokasi yang cukup banyak, beliau mampu membuat MBS (singkatan dari Mamba’us Sholihin) lebih maju baik itu gedungnya maupun kualitas sumber daya manusia di dalamnya.

Tepat pada tahun 1997 M, suasana duka menyelimuti pondok pesantren dan masyarakat desa Suci. Abah beliau meninggal dunia pada umur 77 tahun. sosok suri tauladan dan landasan perjuanagn beliau sudah tidak ada. Dengan keadaan itulah beliau harus membawa MBS menggantikan abahnya.

Dengan kegigihan dan perjuangan keras dalam berda’wah menyebarkan agama Islam, KH. Masbuhin menjadi ulama’ yang terkenal, tidak di Indonesia saja tapi sampai ke luar negeri khususnya di negeri Hadaramaut Yaman. Beliau sangat mencintai dan mengagungkan para dzuriyyah rasulullah SAW. HAl inilah yang menjadikan beliau terkenal di negara tersebut. Dengan sifat tersebut pula, apabila ada habaib dari yaman yang datang ke Indonesia maka beliau meminta agar bisa menyempatkan mampir ke pondok MAmba’us Sholihin walaupun sebentar.

Selain berda’wah menegakkan agama Islam beliau juga berkecimpung dalam dunia politik. Tepat sebelum pemilu raya 2009, para ulama’ Indonesia bersatu untuk membuat partai, hal ini dilakukan demi pertsatuan dan perkembangan bangsa Indonesia yang agamis dan syar’i, maka lahirlah PKNU (Partai Kebangkitan NAsional ULama’).

Dalam partai inilah beliau ikut andil dalam percaturan politik. Hal ini tidak lain karena peran ulama’ begitu besar di mata masyarakat. Dalam mengikuti arus politik beliau sering jadi panutan dan sumber nasehat oleh para pejabat baik itu tingkat daerah maupun nasional.

Kehidupan Pribadi

Dalam mengarungi bahtera kehidupan, beliau didampingi seorang istri yang ta’at dan setia sehidup semati, nama beliau Nyai Hj. Mas’aini. Kehidupan syaikh dan isterinya mempunyai sejarah yang luar biasa, dua pasangan kekasih ini walaupun sudah menikah dan mempunyai anak mereka tetap saja nyantri di pondok Langitan. Dari pernikahan ini beliau dikaruniai oleh Allah SWT 12 anak, 9 putra dan 3 putri.[3][4][5]

Referensi

  1. ^ "Profil KH. Masbuhin Faqih". ISLAM NET. 2011-10-01. Diakses tanggal 2019-03-13. 
  2. ^ Online, N. U. "Belajar Tawadhu' dari Kiai Masbuhin Faqih, Mamba'us Sholihin". NU Online (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2019-03-13. 
  3. ^ Admin, Cool Download Rox |. "Perjalanan Religi KH Masbuhin Faqih di Tarim Yaman - MAMBAST POS". Perjalanan Religi KH Masbuhin Faqih di Tarim Yaman - MAMBAST POS. Diakses tanggal 2019-03-13. 
  4. ^ Aswaja, P. P. M. "Belajar Ber-NU ala Kiai Masbuhin Faqih". Laduni - Layanan Digital untuk Nahdliyin NU. Diakses tanggal 2019-03-13. 
  5. ^ "Biografi Pengasuh Pondok Pesantren Mambaus Sholihin Bali". Diakses tanggal 2019-03-13.