Lompat ke isi

Pujo Sumarto: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 1: Baris 1:
'''Ki Pujo Sumarto''' adalah seorang seniman pedalangan [[Wayang kulit purwa|wayang kulit purwa]] gaya [[Kota Surakarta|Surakarta]] yang dilahirkan pada tanggal [[21 Juli]] [[1903]] di [[Kabupaten Klaten|Klaten, Jawa Tengah]].<ref>{{Cite web|url=https://www.suaramerdeka.com/smcetak/baca/124572/somokaton-jadi-kawasan-cagar-budaya-seni-wayang|title=Somokaton Jadi Kawasan Cagar Budaya Seni Wayang|last=Kisawa|first=Wisnu|date=|website=|publisher=|access-date=18 Maret 2019}}</ref> Dia merupakan putra dari Kyai Warnodiyoso yang juga seorang seniman pedalangan gaya [[Kota Surakarta|Surakarta]]. Ki Pujo Sumarto memperoleh pendidikan seni pedalangan dan karawitan di Sekolah Pedalangan Paheman Radya Pustaka di bawah asuhan Raden Ngabehi (R. Ng.) Atmocendono, Raden Mas Ngabehi (R.M. Ng.) Dutolugito, dan R. Ng. Jogopradongo. Karirnya sebagai [[dalang]] dimulainya sejak kecil. Pada awalnya, dia mendalang di desanya sendiri kemudian ke tingkat kabupaten dan kota-kota besar lainnya di [[Jawa|Pulau Jawa]].<ref>{{Cite journal|last=Suhatno|first=|date=Desember 2007|title=Pengabdian Ki Pujo Sumarto dalam Bidang Seni Pedalangan|url=|journal=Jantra|volume=Vol. 2, No. 4|issue=Jurnal Sejarah dan Budaya|doi=|issn=1907-9605|pmid=|access-date=}}</ref>
'''Ki Pujo Sumarto''' adalah seorang seniman pedalangan [[Wayang kulit purwa|wayang kulit purwa]] gaya [[Kota Surakarta|Surakarta]] yang dilahirkan pada tanggal [[21 Juli]] [[1903]] di [[Kabupaten Klaten|Klaten, Jawa Tengah]].<ref>{{Cite web|url=https://www.suaramerdeka.com/smcetak/baca/124572/somokaton-jadi-kawasan-cagar-budaya-seni-wayang|title=Somokaton Jadi Kawasan Cagar Budaya Seni Wayang|last=Kisawa|first=Wisnu|date=|website=|publisher=|access-date=18 Maret 2019}}</ref> Dia merupakan putra dari Kyai Warnodiyoso yang juga seorang seniman [[Dalang|pedalangan]] gaya [[Kota Surakarta|Surakarta]]. Ki Pujo Sumarto memperoleh pendidikan seni pedalangan dan karawitan di Sekolah Pedalangan Paheman Radya Pustaka di bawah asuhan Raden Ngabehi (R. Ng.) Atmocendono, Raden Mas Ngabehi (R.M. Ng.) Dutolugito, dan R. Ng. Jogopradongo. Karirnya sebagai [[dalang]] dimulainya sejak kecil. Pada awalnya, dia mendalang di desanya sendiri kemudian ke tingkat kabupaten dan kota-kota besar lainnya di [[Jawa|Pulau Jawa]].<ref>{{Cite journal|last=Suhatno|first=|date=Desember 2007|title=Pengabdian Ki Pujo Sumarto dalam Bidang Seni Pedalangan|url=|journal=Jantra|volume=Vol. 2, No. 4|issue=|doi=|issn=1907-9605|pmid=|access-date=}}</ref>


Nama Ki Pujo Sumarto sudah tidak asing lagi di kalangan masyarakat [[Indonesia]], khususnya yang berkecimpung di dalam bidang seni pedalangan. Ketenaran namanya disebabkan oleh pengabdiannya yang begitu tinggi dalam bidang pedalangan. Selain itu, dapat dikatakan bahwa seluruh hidup Ki Pujo Sumarto dipersembahkan pada kesenian tersebut.
Nama Ki Pujo Sumarto sudah tidak asing lagi di kalangan masyarakat [[Indonesia]], khususnya yang berkecimpung di dalam bidang seni [[Dalang|pedalangan]]. Ketenaran namanya disebabkan oleh pengabdiannya yang begitu tinggi dalam bidang [[Dalang|pedalangan]]. Selain itu, dapat dikatakan bahwa seluruh hidup Ki Pujo Sumarto dipersembahkan pada kesenian tersebut.


Ki Dalang Raden Tjioe Bian Djiang atau [[Tjioe Bian Djiang|Widayat Djiang]] (dalang peranakan [[Republik Rakyat Tiongkok|China]] yang berasal dari [[Kabupaten Nganjuk]])<ref>{{Cite news|url=|title=Widayat Djiang: Mendalang dengan Gerakan Kungfu|last=Santosa|first=Iwan|date=25 Januari 2012|work=|access-date=|via=Kompas}}</ref><ref>{{Cite web|url=https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbyogyakarta/biografi-widayat-djiang-sebuah-sketsa-kehidupan-dalang-peranakan-tionghoa/|title=Biografi Widayat Djiang “Sebuah Sketsa Kehidupan Dalang Peranakan Tionghoa”|last=Balai Pelestarian Nilai Budaya Yogyakarta|first=|date=|website=|publisher=|access-date=18 Maret 2019}}</ref> secara tidak langsung juga belajar pada Ki Pujo Sumarto.<ref>{{Cite web|url=https://www.tembi.net/2018/06/05/widayat-djiang-dalang-peranakan-tionghoa/|title=Widayat Djiang, Dalang Peranakan Tionghoa|last=Kusalamani|first=|date=|website=|publisher=|access-date=18 Maret 2019}}</ref> Ki Pujo Sumarto merupakan salah satu dalang panutan [[Tjioe Bian Djiang|Widayat Djiang]]. Dia banyak menyerap ilmu tentang pedalangan dari Ki Pujo Sumarto dengan selalu menyaksikannya saat pentas. Selain memberikan hiburan, Ki Pujo Sumarto mampu mengedukasi penonton dan konsisten menjaga ''pakem''<ref>''Pakem'' dalam pertunjukan seni wayang kulit menjadi hal pokok yang tidak boleh diabaikan oleh para dalang.</ref> (teknis ''pakeliran'')<ref>Di dalam seni pakeliran, wayang berfungsi sebagai gambar pelaku yang dimainkan oleh dalang pada layar putih terbentang di atas batang pisang yang disebut dengan ''kelir''. Lihat: Soekatno, B.A. (1992). hlm. 7.</ref> dalam pertunjukan wayangnya. Kekaguman [[Tjioe Bian Djiang|Widayat Djiang]] kepada Ki Pujo Sumarto lebih disebabkan karena tingkat keilmuan yang dimiliki oleh Ki Pujo Sumarto. Kemampuannya dalam meramu hiburan dan tuntunan dalam pertunjukan wayang menjadi daya tarik tersendiri bagi [[Tjioe Bian Djiang|Widayat Djiang]]. Dalam menggali ilmu pedalangan pada Ki Pujo Sumarto, [[Tjioe Bian Djiang|Widayat Djiang]] tidak hanya berhenti dalam menyaksikan pagelarannya saja, namun juga sering datang ke rumahnya. [[Tjioe Bian Djiang|Widayat Djiang]] bahkan meminta saran dan dukungan kepada Ki Pujo Sumarto ketika diminta [[Soekarno|Ir. Soekarno]] untuk mengisi acara di [[Daerah Khusus Ibukota Jakarta|Jakarta]].<ref>Darto Harnoko dan Salamun. (2016). hlm. 35.</ref>
Ki Dalang Raden Tjioe Bian Djiang atau [[Tjioe Bian Djiang|Widayat Djiang]] ([[dalang]] peranakan [[Republik Rakyat Tiongkok|China]] yang berasal dari [[Kabupaten Nganjuk]])<ref>{{Cite news|url=|title=Widayat Djiang: Mendalang dengan Gerakan Kungfu|last=Santosa|first=Iwan|date=25 Januari 2012|work=|access-date=|via=Kompas}}</ref><ref>{{Cite web|url=https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbyogyakarta/biografi-widayat-djiang-sebuah-sketsa-kehidupan-dalang-peranakan-tionghoa/|title=Biografi Widayat Djiang “Sebuah Sketsa Kehidupan Dalang Peranakan Tionghoa”|last=Balai Pelestarian Nilai Budaya Yogyakarta|first=|date=|website=|publisher=|access-date=18 Maret 2019}}</ref> secara tidak langsung juga belajar pada Ki Pujo Sumarto.<ref>{{Cite web|url=https://www.tembi.net/2018/06/05/widayat-djiang-dalang-peranakan-tionghoa/|title=Widayat Djiang, Dalang Peranakan Tionghoa|last=Kusalamani|first=|date=|website=|publisher=|access-date=18 Maret 2019}}</ref> Ki Pujo Sumarto merupakan salah satu [[dalang]] panutan [[Tjioe Bian Djiang|Widayat Djiang]]. Dia banyak menyerap ilmu tentang [[Dalang|pedalangan]] dari Ki Pujo Sumarto dengan selalu menyaksikannya saat pentas. Selain memberikan hiburan, Ki Pujo Sumarto mampu mengedukasi penonton dan konsisten menjaga ''pakem''<ref>''Pakem'' dalam pertunjukan seni wayang kulit menjadi hal pokok yang tidak boleh diabaikan oleh para dalang.</ref> (teknis ''pakeliran'')<ref>Di dalam seni pakeliran, wayang berfungsi sebagai gambar pelaku yang dimainkan oleh dalang pada layar putih terbentang di atas batang pisang yang disebut dengan ''kelir''. Lihat: Soekatno, B.A. (1992). hlm. 7.</ref> dalam pertunjukan wayangnya. Kekaguman [[Tjioe Bian Djiang|Widayat Djiang]] kepada Ki Pujo Sumarto lebih disebabkan karena tingkat keilmuan yang dimiliki oleh Ki Pujo Sumarto. Kemampuannya dalam meramu hiburan dan tuntunan dalam pertunjukan wayang menjadi daya tarik tersendiri bagi [[Tjioe Bian Djiang|Widayat Djiang]]. Dalam menggali ilmu [[Dalang|pedalangan]] pada Ki Pujo Sumarto, [[Tjioe Bian Djiang|Widayat Djiang]] tidak hanya berhenti dalam menyaksikan pagelarannya saja, namun juga sering datang ke rumahnya. [[Tjioe Bian Djiang|Widayat Djiang]] bahkan pernah meminta saran dan dukungan kepada Ki Pujo Sumarto ketika diminta [[Soekarno|Ir. Soekarno]] untuk mengisi acara di [[Daerah Khusus Ibukota Jakarta|Jakarta]].<ref>Darto Harnoko dan Salamun. (2016). hlm. 35.</ref>


Ki Pujo Sumarto merupakan [[dalang]] anak yang muncul ke publik pertama kali pada tahun [[1910-an]] dengan nama asli Sudirman. Dia berasal dari Dukuh Sawahan, Desa Somopuro, [[Gantiwarno, Klaten|Kecamatan Gantiwarno, Kabupaten Klaten]]. Kehadirannya pada awalnya belum diterima secara penuh oleh sebagian masyarakat, bahkan permainannya pernah dihentikan dengan alasan anak kecil belum sepantasnya mendalang. Hal tersebut tidak membuat kecil hati Sudirman, dirinya tetap bersemangat dan berhasil menjadi [[dalang]] terkenal hingga akhir hayatnya ([[1978]]) dengan nama Ki Pujo Sumarto.<ref>{{Cite journal|last=Junaidi|first=|date=November 2014|title=Dalang Anak dalam Pertunjukan Wayang|url=|journal=Jurnal Kajian Seni|volume=Vol. 1, No. 1|issue=|doi=|issn=2356-3001|pmid=|access-date=}}</ref>

Seperti layaknya para [[dalang]] lainnya, Ki Pujo Sumarto juga memiliki kriteria tersendiri sesuai dengan kecakapan, keahlian, spesialisasi, dan orientasi. Dia mampu mempertunjukkan [[wayang]] dalam perspektif ajaran kesempurnaan hidup serta memiliki sikap ''gendheng, gendhing, gendheng, gendhung'', dan ''gendhang'' (jelas suaranya).



Ki Pujo Sumarto menciptakan tokoh wayang Arjuna dengan memakai ''bokongan sembulihan'' yang terinspirasi dari tokoh Arjuna yang terdapat dalam perangkat Kanjeng Kyai Kanyut. Tokoh Arjuna dengan ''bokongan sembulihan'' sekarang duplikastnya telah menjadi koleksi Ledjar Subrata, Yogyakarta. (skripsi)


== Lihat Pula ==
== Lihat Pula ==
Baris 21: Baris 30:


* {{Cite book|title=Biografi Widayat Djiang: Sebuah Sketsa Kehidupan Dalang Peranakan Tionghoa|last=Darto Harnoko dan Salamun|first=|publisher=Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Yogyakarta|year=2016|isbn=|location=Yogyakarta|pages=}}
* {{Cite book|title=Biografi Widayat Djiang: Sebuah Sketsa Kehidupan Dalang Peranakan Tionghoa|last=Darto Harnoko dan Salamun|first=|publisher=Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Yogyakarta|year=2016|isbn=|location=Yogyakarta|pages=}}
*{{Cite book|title=Renungan Tentang Pertunjukan Wayang Kulit|last=Sastroamidjojo|first=Seno|publisher=Kinta Jakarta|year=1964|isbn=|location=Jakarta|pages=}}
*{{Cite book|title=Mengenal Wayang Kulit Purwa: Gambar, Klasifikasi, Jenis, Sejarah|last=Soekatno|first=B.A.|publisher=Aneka Ilmu|year=1992|isbn=|location=Semarang|pages=}}
*{{Cite book|title=Mengenal Wayang Kulit Purwa: Gambar, Klasifikasi, Jenis, Sejarah|last=Soekatno|first=B.A.|publisher=Aneka Ilmu|year=1992|isbn=|location=Semarang|pages=}}



Revisi per 18 Maret 2019 22.10

Ki Pujo Sumarto adalah seorang seniman pedalangan wayang kulit purwa gaya Surakarta yang dilahirkan pada tanggal 21 Juli 1903 di Klaten, Jawa Tengah.[1] Dia merupakan putra dari Kyai Warnodiyoso yang juga seorang seniman pedalangan gaya Surakarta. Ki Pujo Sumarto memperoleh pendidikan seni pedalangan dan karawitan di Sekolah Pedalangan Paheman Radya Pustaka di bawah asuhan Raden Ngabehi (R. Ng.) Atmocendono, Raden Mas Ngabehi (R.M. Ng.) Dutolugito, dan R. Ng. Jogopradongo. Karirnya sebagai dalang dimulainya sejak kecil. Pada awalnya, dia mendalang di desanya sendiri kemudian ke tingkat kabupaten dan kota-kota besar lainnya di Pulau Jawa.[2]

Nama Ki Pujo Sumarto sudah tidak asing lagi di kalangan masyarakat Indonesia, khususnya yang berkecimpung di dalam bidang seni pedalangan. Ketenaran namanya disebabkan oleh pengabdiannya yang begitu tinggi dalam bidang pedalangan. Selain itu, dapat dikatakan bahwa seluruh hidup Ki Pujo Sumarto dipersembahkan pada kesenian tersebut.

Ki Dalang Raden Tjioe Bian Djiang atau Widayat Djiang (dalang peranakan China yang berasal dari Kabupaten Nganjuk)[3][4] secara tidak langsung juga belajar pada Ki Pujo Sumarto.[5] Ki Pujo Sumarto merupakan salah satu dalang panutan Widayat Djiang. Dia banyak menyerap ilmu tentang pedalangan dari Ki Pujo Sumarto dengan selalu menyaksikannya saat pentas. Selain memberikan hiburan, Ki Pujo Sumarto mampu mengedukasi penonton dan konsisten menjaga pakem[6] (teknis pakeliran)[7] dalam pertunjukan wayangnya. Kekaguman Widayat Djiang kepada Ki Pujo Sumarto lebih disebabkan karena tingkat keilmuan yang dimiliki oleh Ki Pujo Sumarto. Kemampuannya dalam meramu hiburan dan tuntunan dalam pertunjukan wayang menjadi daya tarik tersendiri bagi Widayat Djiang. Dalam menggali ilmu pedalangan pada Ki Pujo Sumarto, Widayat Djiang tidak hanya berhenti dalam menyaksikan pagelarannya saja, namun juga sering datang ke rumahnya. Widayat Djiang bahkan pernah meminta saran dan dukungan kepada Ki Pujo Sumarto ketika diminta Ir. Soekarno untuk mengisi acara di Jakarta.[8]


Ki Pujo Sumarto merupakan dalang anak yang muncul ke publik pertama kali pada tahun 1910-an dengan nama asli Sudirman. Dia berasal dari Dukuh Sawahan, Desa Somopuro, Kecamatan Gantiwarno, Kabupaten Klaten. Kehadirannya pada awalnya belum diterima secara penuh oleh sebagian masyarakat, bahkan permainannya pernah dihentikan dengan alasan anak kecil belum sepantasnya mendalang. Hal tersebut tidak membuat kecil hati Sudirman, dirinya tetap bersemangat dan berhasil menjadi dalang terkenal hingga akhir hayatnya (1978) dengan nama Ki Pujo Sumarto.[9]

Seperti layaknya para dalang lainnya, Ki Pujo Sumarto juga memiliki kriteria tersendiri sesuai dengan kecakapan, keahlian, spesialisasi, dan orientasi. Dia mampu mempertunjukkan wayang dalam perspektif ajaran kesempurnaan hidup serta memiliki sikap gendheng, gendhing, gendheng, gendhung, dan gendhang (jelas suaranya).


Ki Pujo Sumarto menciptakan tokoh wayang Arjuna dengan memakai bokongan sembulihan yang terinspirasi dari tokoh Arjuna yang terdapat dalam perangkat Kanjeng Kyai Kanyut. Tokoh Arjuna dengan bokongan sembulihan sekarang duplikastnya telah menjadi koleksi Ledjar Subrata, Yogyakarta. (skripsi)

Lihat Pula

Referensi

Catatan Kaki

  1. ^ Kisawa, Wisnu. "Somokaton Jadi Kawasan Cagar Budaya Seni Wayang". Diakses tanggal 18 Maret 2019. 
  2. ^ Suhatno (Desember 2007). "Pengabdian Ki Pujo Sumarto dalam Bidang Seni Pedalangan". Jantra. Vol. 2, No. 4. ISSN 1907-9605. 
  3. ^ Santosa, Iwan (25 Januari 2012). "Widayat Djiang: Mendalang dengan Gerakan Kungfu" – via Kompas. 
  4. ^ Balai Pelestarian Nilai Budaya Yogyakarta. "Biografi Widayat Djiang "Sebuah Sketsa Kehidupan Dalang Peranakan Tionghoa"". Diakses tanggal 18 Maret 2019. 
  5. ^ Kusalamani. "Widayat Djiang, Dalang Peranakan Tionghoa". Diakses tanggal 18 Maret 2019. 
  6. ^ Pakem dalam pertunjukan seni wayang kulit menjadi hal pokok yang tidak boleh diabaikan oleh para dalang.
  7. ^ Di dalam seni pakeliran, wayang berfungsi sebagai gambar pelaku yang dimainkan oleh dalang pada layar putih terbentang di atas batang pisang yang disebut dengan kelir. Lihat: Soekatno, B.A. (1992). hlm. 7.
  8. ^ Darto Harnoko dan Salamun. (2016). hlm. 35.
  9. ^ Junaidi (November 2014). "Dalang Anak dalam Pertunjukan Wayang". Jurnal Kajian Seni. Vol. 1, No. 1. ISSN 2356-3001. 

Daftar Pustaka

  • Darto Harnoko dan Salamun (2016). Biografi Widayat Djiang: Sebuah Sketsa Kehidupan Dalang Peranakan Tionghoa. Yogyakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Yogyakarta. 
  • Sastroamidjojo, Seno (1964). Renungan Tentang Pertunjukan Wayang Kulit. Jakarta: Kinta Jakarta. 
  • Soekatno, B.A. (1992). Mengenal Wayang Kulit Purwa: Gambar, Klasifikasi, Jenis, Sejarah. Semarang: Aneka Ilmu. 

Pranala Luar

Wayang