Tari Rudat Banten: Perbedaan antara revisi
Hausofjagad (bicara | kontrib) kTidak ada ringkasan suntingan |
Hausofjagad (bicara | kontrib) kTidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 8: | Baris 8: | ||
| alt = |
| alt = |
||
| caption = Seni Rudat Banten |
| caption = Seni Rudat Banten |
||
| genre = |
| genre = Seni Pertunjukkan |
||
| signature = |
| signature = |
||
| instruments = Waditra/Rebana |
| instruments = Waditra/Rebana |
||
| inventor = |
| inventor = |
||
| year = |
| year = Sejak Abad XVI |
||
| origin = Banten |
| origin = Banten |
||
}} |
}} |
Revisi per 1 April 2019 05.59
Genre | Seni Pertunjukkan |
---|---|
Instrumen | Waditra/Rebana |
Tahun | Sejak Abad XVI |
Asal | Banten |
Tari Rudat Banten merupakan gabungan antara seni gerak dan vokal yang diiringi oleh tabuhan ritmis dari waditra. Kesenian ini mendapat pengaruh yang kuat dari agama Islam. Syair-syair yang dinyanyikan ketika mengiringi tari Rudat sendiri berisikan puji-pujian terhadap Allah dan shalawat pada Nabi Muhammad S.A.W. Kesenian yang dikategorikan sebagai seni tradisi ini, sejak 2012 telah dimasukkan ke dalam Warisan Budaya Tak Benda oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.[1] Seni Rudat berkembang luas hampir di seluruh wilayah Banten. Adapun wilayah persebarannya meliputi Kota Serang, Kabupaten Serang, Kabupaten Lebak, Kabupaten Pandeglang dan Kota Cilegon.[2]
Arti
Istilah rudat memiliki sejumlah arti yang berbeda-beda. Menurut Ketua Forum Silaturahmi Seni Rudat Banten (FS2RB), istilah rudat memiliki tiga makna.[3] Pertama, kata rudat berasal dari istilah dalam bahasa Arab yakni "raudah" yang memiliki arti taman.[3] Istilah kedua yakni "radda", juga berasal dari istilah dalam bahasa Arab yang memiliki arti menangkis (seperti dalam gerakan bela diri).[3] Terakhir, asal kata rudat berasal dari nama alat musik itu sendiri yakni rudat. Hal tersebut didasarkan anggapan masyarakat yang melihat rudat sebagai alat musik.[3]
Sejarah
Kemunculan Tari Rudat Banten diperkirakan sudah ada sejak abad XVI yakni sejak zaman Sultan Ageng Tirtayasa berkuasa di Kesultanan Banten.[2] Upaya penyebaran agama Islam yang dilakukan oleh salah satu Wali Songo yakni Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati, erat hubungannya dengan perkembangan seni Rudat Banten.[2] Ketika menyebarkan agama Islam di wilayah Jawa Barat dan Banten, Sunan Gunung Jati dibantu oleh para murid-muridnya. Antara tahun 1450-1500, Sunan Gunung Jati mengutus lima orang dari Cirebon yakni Sacapati, Madapati, Jayapati, Margapati, dan Warga Kusumah untuk menyebarkan agama Islam kepada masyarakat yang ketika itu masih banyak memeluk agama Hindu. Kelima utusan tersebut juga diperintahkan untuk mengembangkan pertunjukkan kesenian dalam menyebarkan agama Islam. Sunan Gunung Jati memberikan petunjuk untuk meniru kesenian di Mekkah, yaitu Genjring yang terbuat dari potongan-potongan kayu.[2] Kesenian itulah yang kemudian menjadi awal kemunculan Rudat Banten.[3]
Perkembangan seni Rudat Banten mengalami pasang surut saat era kesultanan di Banten mengalami kemunduran.[3] Periode pasang surut tersebut terjadi hingga masa-masa penjajahan. Ketika Indonesia memasuki periode kemerdekaan, seni Rudat Banten kembali hidup di masyarakat. Kelompok-kelompok seni rudat banyak tersebar di kampung-kampung di Banten.[3]
Pementasan
Seni Rudat Banten dipentaskan oleh sekitar 12-24 orang.[2] Dari jumlah tersebut pemain dibagi ke dalam beberapa peran yakni para penabuh waditra/alat, penari dan sebagai penyayi.[2] Cara pementasannya pun berbeda-beda. Hal tersebut tergantung kelompok yang memainkannya.[3] Seni Rudat Banten dapat dipentaskan dengan hanya menampilkan musiknya saja tanpa diiringi tarian.[3] Pementasan Rudat Banten tanpa diiringi tarian biasanya dilakukan dalam rangka menyambut tamu.[3]
Alat musik yang digunakan untuk mengiringi seni Rudat Banten juga memiliki sejumlah perbedaan penyebutan. Ada yang menyebutnya sebagai waditra ada juga yang menyebutkan sebagai Rebana. Waditra yang digunakan terdapat dua jenis yakni Ketimpring dan Tojo.[2]
Daftar Referensi
- ^ Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Tari Rudat Banten. Diakses melalui https://warisanbudaya.kemdikbud.go.id/?newdetail&detailCatat=2691 pada 21 Maret 2019.
- ^ a b c d e f g Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Penetapan Warisan Tak Benda Indonesia 2018. Diakses melalui https://warisanbudaya.kemdikbud.go.id/dashboard/media/Buku%20Penetapan%20WBTb%202018.pdf?utm_source=Misi+2&utm_campaign=a4046c7ff8-EMAIL_CAMPAIGN_2019_03_08_06_34&utm_medium=email&utm_term=0_919abbfea5-a4046c7ff8-303464597 pada 21 Maret 2019.
- ^ a b c d e f g h i j Rosadi, Muhamad (2016-12-31). "SENI RUDAT SURUROL FAQIR: SEJARAH DAN FUNGSINYA PADA MASYARAKAT DESA KILASAH, KECAMATAN KASEMEN, KOTA SERANG, BANTEN". Penamas (dalam bahasa Inggris). 29 (3): 465–474. ISSN 2502-7891.