Caruban: Perbedaan antara revisi
Baris 18: | Baris 18: | ||
Caruban terkenal merupakan bekas nama wilayah kawedanan di Kabupaten Madiun selain Uteran, Maospati dan Bagi. Caruban wilayahnya berada di sebagian kecamatan Wonoasri, Mejayan, Pilangkenceng dan Saradan. Bahkan Caruban pernah menjadi kabupaten kecil, di samping Madiun sendiri sebagai Kadipaten (kabupaten besar) pada masa sebelum perang Diponegoro. Bupati-bupati di Caruban dapat diketahui di Pesarean Agung Kuncen, di Desa Kuncen, Kecamatan Mejayan, yang terletak kurang lebih 4 [[kilometer]] dari pusat kota Caruban, yang letaknya di seputaran perempatan Masjid Jami' Al-Arifiyah Caruban dan SMPN 2 Caruban (di kedua tempat di situ letak pathok 0 KM Kota Caruban). |
Caruban terkenal merupakan bekas nama wilayah kawedanan di Kabupaten Madiun selain Uteran, Maospati dan Bagi. Caruban wilayahnya berada di sebagian kecamatan Wonoasri, Mejayan, Pilangkenceng dan Saradan. Bahkan Caruban pernah menjadi kabupaten kecil, di samping Madiun sendiri sebagai Kadipaten (kabupaten besar) pada masa sebelum perang Diponegoro. Bupati-bupati di Caruban dapat diketahui di Pesarean Agung Kuncen, di Desa Kuncen, Kecamatan Mejayan, yang terletak kurang lebih 4 [[kilometer]] dari pusat kota Caruban, yang letaknya di seputaran perempatan Masjid Jami' Al-Arifiyah Caruban dan SMPN 2 Caruban (di kedua tempat di situ letak pathok 0 KM Kota Caruban). |
||
Yang menjabat bupati-bupati di Caruban berturut-turut, antara lain : Raden Cakrakusuma I (Tumenggung Alap-Alap), Raden Cakrakusuma II (Tumenggung Emprit Gantil), Pangeran Mlayakusuma (putra Kanjeng Pangeran Adipati Martalaya ing Madiyun), [[Raden Bagus Sumodirjo|Raden |
Yang menjabat bupati-bupati di Caruban berturut-turut, antara lain : Raden Cakrakusuma I (Tumenggung Alap-Alap), Raden Cakrakusuma II (Tumenggung Emprit Gantil), Pangeran Mlayakusuma (putra Kanjeng Pangeran Adipati Martalaya ing Madiyun), [[Raden Bagus Sumodirjo|Raden Tumenggung Sumadirja]] (1754–1755), Kanjeng Pangeran Mangkudipura I (1755 - 1756), Kanjeng Bupati Raden Tumenggung Natasari (1756–1797), Kanjeng Bupati Raden Tumenggung Jayengrana II (1797-1805), Kanjeng Bupati Raden Tumenggung Wignya Subrata (1805–1833) dan yang terakhir Raden Tumenggung Martanegara 1833 - 1835). Raden Temanggung Martanegara tersebut putra ke-11 dari Kanjeng Bupati Raden Tumenggung Jayengrana II yang nama kecilnya bernama Raden Barata. Pada tahun 1835, Raden Tumenggung Martanegara mulai pindah kembali ke Kota Ponorogo. Pada tahun 1838, Raden Martanegara menjadi Bupati Ponorogo nyawiji lalu bergelar Raden Adipati Martahadinegara. Pada tahun 1838 Kabupaten Caruban dan digabungkan ke Kabupaten Madiun yang waktu itu hanya memiliki sisa wilayah yaitu WANAREJA, lalu Kabupaten Caruban turun status menjadi Distrik Caruban dan Raden Ngabehi Prawiradipura II menjadi Wedana Caruban, beliau putra Raden Tumenggung Prawiradipura I, putra Kanjeng Pangeran Mangkudipura II, putra Kanjeng Pangeran Mangkudipura I, Bupati Madiun yang diturunkan statusnya menjadi Bupati Caruban oleh Kanjeng Sultan Hamengkubuwana I ing Kraton Ngayognyakarta Hadiningrat. Semua bupati-bupati Caruban tersebut dimakamkan di Pasarean Kuncen – Caruban, di dekat Makam Kyai Ageng Anom Besari dan isterinya. Dia adalah orang tua dari Kyai Ageng Mohammad Besari, Tegalsari, Ponorogo. Anak keturunan dari para Bupati Caruban jika meninggal dunia dimakamkan di Pesarean Kuncen–Caruban. Sampai saat ini, keturunan para bupati Caruban masih banyak yang tinggal di daerah Caruban dan sekitarnya. |
||
Dahulu nama Caruban sudah cukup terkenal sebagai sebuah kabupaten di wilayah Mancanagari Wetan Kraton Mataram. Setelah Pamalihan Nagari Kraton Mataram Tahun 1755, Kabupaten Caruban menjadi Wilayah Mancanagari Kraton Surakarta Hadiningrat dan sedangkan Kadipaten Madiun menjadi Wilayah Kraton Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Sejak Tahun 1838, Pemerintah Kolonial Hindia Belanda menggabungkan dengan Kabupaten Madiyun dan Caruban menjadi Distrik. |
Dahulu nama Caruban sudah cukup terkenal sebagai sebuah kabupaten di wilayah Mancanagari Wetan Kraton Mataram. Setelah Pamalihan Nagari Kraton Mataram Tahun 1755, Kabupaten Caruban menjadi Wilayah Mancanagari Kraton Surakarta Hadiningrat dan sedangkan Kadipaten Madiun menjadi Wilayah Kraton Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Sejak Tahun 1838, Pemerintah Kolonial Hindia Belanda menggabungkan dengan Kabupaten Madiyun dan Caruban menjadi Distrik. Distrik Caruban tersebut terdiri dari Onderdistrik Mejayan berkedudukan di Kota Caruban, Onderdistrik Pilangkenceng berkedudukan di Desa Tlagan, Onderdistrik Tulung di Desa Tulung, Onderdistrik Ngablak di Dusun Saradan Desa Ngablak (tahun 1931 berubah menjadi Desa Sugihwaras, mengambil nama dusun yang paling selatan Dusun Sugihwaras). Pada akhirnya Onderdistrik Tulung digabung ke Onderdistrik Ngablak yang berubah nama menjadi Onderdistrik Saradan. Demikian selanjutnya kelembagaan Distrik (Kawedanan) caruban berlangsung hingga tahun 1963. Pada akhirnya istilah Distrik (Kawedanan) berganti menjadi Pembantu Bupati, begitu pula Karesidenan berganti menjadi Pembantu Gubernur, kelembagaan pemerintahan itu diakui oleh Pemerintah Pusat. Distrik (Kawedanan) Caruban berubah nama menjadi Pembantu Bupati Caruban yang berkedudukan di Kota Caruban, yang berpusat di Desa Krajan. Wilayah Pembantu Caruban membawahi bekas onderdistrik yang berganti nama menjadi kecamatan, yaitu Kecamatan Mejayan, Kecamatan Pilangkenceng, dan Kecamatan Saradan, lalu pada tahun 1982 terjadi pemekaran wilayah Kecamatan Mejayan, menjadi Kecamatan Mejayan dan Kecamatan Wonoasri. Demikian sehingga Pembantu Bupati Caruban meliputi 4 kecamatan tersebut. Kota Caruban sebagai tempat kedudukan Pembantu Bupati Caruban sah. |
||
Sehubungan dengan adanya aturan dari Kementerian Pendidikan & Kebudayaan bahwa nama sekolahan SMP, SMA, dan yang sederajat harus memakai nama kecamatan, maka sekolahan yang dahulunya bernama "Caruban" harus beralih ke nama "Mejayan" yaitu Kecamatan Mejayan. Sebenarnya jika Kota Caruban sudah ditetapkan menjadi wilayah Ibukota Kabupaten Madiyun, sehingga nama sekolahan bisa tetap memakai nama "Caruban". |
|||
⚫ | |||
⚫ | Penggunaan Nama Kantor Kejaksaan Negeri Mejayan kemudian diganti menjadi Kejaksanaan Kabupaten Madiun, karena letaknya di luar Kecamatan Mejayan. Kini nama Caruban digunakan kembali.Penggunaan kembali Nama Caruban itu didasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah nomor 52 Tahun 2019, yang pada intinya Kota Caruban ditetapkan sebagai Ibukota Kabupaten Madiun. Dengan pertimbangan sejarah dan budaya, Caruban yang dahulu sebagai Kabupaten, lalu berubah menjadi Distrik (Kawedanan)dan Pembantu Bupati. |
||
== Fasilitas umum dan perkantoran == |
== Fasilitas umum dan perkantoran == |
Revisi per 11 April 2019 10.59
Kota Caruban adalah kota kecil yang menjadi ibu kota pemerintahan resmi Kabupaten Madiun menggantikan kota Madiun melalui Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 52 tahun 2010 tentang pemindahan ibu kota Kabupaten Madiun di wilayah Kota Madiun ke wilayah Kecamatan Mejayan, Kabupaten Madiun.
Penunjukan Caruban karena letaknya yang strategis dan terdapat kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah serta menjadi jalur lalu lintas Ngawi-Nganjuk, sehingga dijadikan ibukota Madiun menggantikan Kota Madiun. Caruban memiliki makanan khas, yaitu brem dan pecel kesenian dongkrek.
Geografi
Suhu udara rata rata 30 °C–32 °C. Curah hujan tahunan diperkirakan sekitar 1,511 – 2,108 mm terbagi dalam 2 musim hujan (sekitar November – Mei) dan musim kemarau (Juni – Oktober).
Curah hujan bulanan rata rata sekitar 470 mm saat curah hujan tinggi selama periode hujan dan 13–92 mm pada saat bulan kering pada periode musim kemarau. Relief topografi pada wilayah ini beragam mulai dari datar (lereng <2%), berombak (lereng 2%–15%), hingga berbukit (lereng 15%–40%).[butuh rujukan]
Sejarah
Berdasarkan cerita penduduk setempat, Caruban berarti "carub" (bahasa Jawa), yang artinya campur, sedangkan akhiran -an, adalah menunjukkan arti tempat. Secara tersirat wilayah ini merupakan wilayah pembauran, sehingga tingkat toleransi dan keragaman budaya dan suku tinggi.
Transportasi
Ases menuju Caruban melalui sarana transportasi darat, yaitu bus dan kereta api. Akses melalui bus dapat dicapai melalui terminal Caruban yang menjadi persinggahan jalur Surakarta, Ponorogo–Surabaya, Kediri. Angkutan kereta api menjadi akses menuju Caruban, karena terdapat Stasiun Caruban yang menghubungkan Solo–Surabaya. Pada masa mendatang Pemerintah Pusat berencana membangun jalur jalan tol yang menghubungkan Surakarta–Ngawi–Caruban–Nganjuk–Kertosono.
Wilayah
Caruban terkenal merupakan bekas nama wilayah kawedanan di Kabupaten Madiun selain Uteran, Maospati dan Bagi. Caruban wilayahnya berada di sebagian kecamatan Wonoasri, Mejayan, Pilangkenceng dan Saradan. Bahkan Caruban pernah menjadi kabupaten kecil, di samping Madiun sendiri sebagai Kadipaten (kabupaten besar) pada masa sebelum perang Diponegoro. Bupati-bupati di Caruban dapat diketahui di Pesarean Agung Kuncen, di Desa Kuncen, Kecamatan Mejayan, yang terletak kurang lebih 4 kilometer dari pusat kota Caruban, yang letaknya di seputaran perempatan Masjid Jami' Al-Arifiyah Caruban dan SMPN 2 Caruban (di kedua tempat di situ letak pathok 0 KM Kota Caruban).
Yang menjabat bupati-bupati di Caruban berturut-turut, antara lain : Raden Cakrakusuma I (Tumenggung Alap-Alap), Raden Cakrakusuma II (Tumenggung Emprit Gantil), Pangeran Mlayakusuma (putra Kanjeng Pangeran Adipati Martalaya ing Madiyun), Raden Tumenggung Sumadirja (1754–1755), Kanjeng Pangeran Mangkudipura I (1755 - 1756), Kanjeng Bupati Raden Tumenggung Natasari (1756–1797), Kanjeng Bupati Raden Tumenggung Jayengrana II (1797-1805), Kanjeng Bupati Raden Tumenggung Wignya Subrata (1805–1833) dan yang terakhir Raden Tumenggung Martanegara 1833 - 1835). Raden Temanggung Martanegara tersebut putra ke-11 dari Kanjeng Bupati Raden Tumenggung Jayengrana II yang nama kecilnya bernama Raden Barata. Pada tahun 1835, Raden Tumenggung Martanegara mulai pindah kembali ke Kota Ponorogo. Pada tahun 1838, Raden Martanegara menjadi Bupati Ponorogo nyawiji lalu bergelar Raden Adipati Martahadinegara. Pada tahun 1838 Kabupaten Caruban dan digabungkan ke Kabupaten Madiun yang waktu itu hanya memiliki sisa wilayah yaitu WANAREJA, lalu Kabupaten Caruban turun status menjadi Distrik Caruban dan Raden Ngabehi Prawiradipura II menjadi Wedana Caruban, beliau putra Raden Tumenggung Prawiradipura I, putra Kanjeng Pangeran Mangkudipura II, putra Kanjeng Pangeran Mangkudipura I, Bupati Madiun yang diturunkan statusnya menjadi Bupati Caruban oleh Kanjeng Sultan Hamengkubuwana I ing Kraton Ngayognyakarta Hadiningrat. Semua bupati-bupati Caruban tersebut dimakamkan di Pasarean Kuncen – Caruban, di dekat Makam Kyai Ageng Anom Besari dan isterinya. Dia adalah orang tua dari Kyai Ageng Mohammad Besari, Tegalsari, Ponorogo. Anak keturunan dari para Bupati Caruban jika meninggal dunia dimakamkan di Pesarean Kuncen–Caruban. Sampai saat ini, keturunan para bupati Caruban masih banyak yang tinggal di daerah Caruban dan sekitarnya.
Dahulu nama Caruban sudah cukup terkenal sebagai sebuah kabupaten di wilayah Mancanagari Wetan Kraton Mataram. Setelah Pamalihan Nagari Kraton Mataram Tahun 1755, Kabupaten Caruban menjadi Wilayah Mancanagari Kraton Surakarta Hadiningrat dan sedangkan Kadipaten Madiun menjadi Wilayah Kraton Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Sejak Tahun 1838, Pemerintah Kolonial Hindia Belanda menggabungkan dengan Kabupaten Madiyun dan Caruban menjadi Distrik. Distrik Caruban tersebut terdiri dari Onderdistrik Mejayan berkedudukan di Kota Caruban, Onderdistrik Pilangkenceng berkedudukan di Desa Tlagan, Onderdistrik Tulung di Desa Tulung, Onderdistrik Ngablak di Dusun Saradan Desa Ngablak (tahun 1931 berubah menjadi Desa Sugihwaras, mengambil nama dusun yang paling selatan Dusun Sugihwaras). Pada akhirnya Onderdistrik Tulung digabung ke Onderdistrik Ngablak yang berubah nama menjadi Onderdistrik Saradan. Demikian selanjutnya kelembagaan Distrik (Kawedanan) caruban berlangsung hingga tahun 1963. Pada akhirnya istilah Distrik (Kawedanan) berganti menjadi Pembantu Bupati, begitu pula Karesidenan berganti menjadi Pembantu Gubernur, kelembagaan pemerintahan itu diakui oleh Pemerintah Pusat. Distrik (Kawedanan) Caruban berubah nama menjadi Pembantu Bupati Caruban yang berkedudukan di Kota Caruban, yang berpusat di Desa Krajan. Wilayah Pembantu Caruban membawahi bekas onderdistrik yang berganti nama menjadi kecamatan, yaitu Kecamatan Mejayan, Kecamatan Pilangkenceng, dan Kecamatan Saradan, lalu pada tahun 1982 terjadi pemekaran wilayah Kecamatan Mejayan, menjadi Kecamatan Mejayan dan Kecamatan Wonoasri. Demikian sehingga Pembantu Bupati Caruban meliputi 4 kecamatan tersebut. Kota Caruban sebagai tempat kedudukan Pembantu Bupati Caruban sah.
Sehubungan dengan adanya aturan dari Kementerian Pendidikan & Kebudayaan bahwa nama sekolahan SMP, SMA, dan yang sederajat harus memakai nama kecamatan, maka sekolahan yang dahulunya bernama "Caruban" harus beralih ke nama "Mejayan" yaitu Kecamatan Mejayan. Sebenarnya jika Kota Caruban sudah ditetapkan menjadi wilayah Ibukota Kabupaten Madiyun, sehingga nama sekolahan bisa tetap memakai nama "Caruban".
Penggunaan Nama Kantor Kejaksaan Negeri Mejayan kemudian diganti menjadi Kejaksanaan Kabupaten Madiun, karena letaknya di luar Kecamatan Mejayan. Kini nama Caruban digunakan kembali.Penggunaan kembali Nama Caruban itu didasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah nomor 52 Tahun 2019, yang pada intinya Kota Caruban ditetapkan sebagai Ibukota Kabupaten Madiun. Dengan pertimbangan sejarah dan budaya, Caruban yang dahulu sebagai Kabupaten, lalu berubah menjadi Distrik (Kawedanan)dan Pembantu Bupati.
Fasilitas umum dan perkantoran
Caruban memiliki fasilitas publik sebagai berikut:
- Gedung Olah Raga (GOR) Pangeran Timoer
- Stasiun Caruban
- Terminal Caruban
- Rumah Sakit Umum Daerah Caruban (dahulu Rumah Sakit Panti Waluyo)
- Penginapan/hotel
- SPBU
- Layanan Imigrasi klas II
- DPRD Kabupaten Madiun
- Taman Kota Caruban Asti
- Pasar Caruban Baru
- Pasar Sayur Caruban
- Pasar Burung Caruban
- Alun - Alun Caruban
- Masjid Jami' Al-Arifiyah Caruban
- Masjid Agung Kabupaten Madiun (Masjid Quba)
- Kantor Bupati Madiun
- Pendopo Kabupaten Madiun
- Kantor BAPPEDA Kabupaten Madiun
- Taman Lalu Lintas Caruban
- Taman Demokrasi (Depan DPRD Kabupaten Madiun)
- Rusunawa Kaligunting Mejayan
- Kantor Kementerian Agama Kabupaten Madiun
Pariwisata
Caruban memiliki lokasi pariwisata berupa candi yang diberi nama sesuai dengan lokasi candi tersebut berada, yaitu Candi Wonorejo (desa Wonorejo), Kelompok Arca "Palang Mejayan" dan berbagai waduk: waduk Dawuhan Waduk Widas, Waduk Kedungbrubus, dan Waduk Notopuro. Caruban juga memiliki makam bersejarah yaitu Makam Kuncen Caruban, yaitu Makam Kyai Ageng Anom Besari dan Nyai Ageng Anom Besari, Makam para Bupati Caruban, yaitu Kanjeng Bupati Raden Tumenggung (KBRT) Natasari, KBRT Jayengrana II, dan KBRT Wignya Subrata. Disamping itu ada Makam Kanjeng Pangeran Mangkudipura I yang pernah menjadi Adipati Madiyun lalu diturunkan jabatannya menjadi Bupati Caruban. Dan juga Makam Wedana Caruban yaitu Raden Ngabehi Dirjakusuma II putra Raden Ngabehi Dirjakusuma I (putra Kanjeng Pangeran Mangkudipura i). Di depan Makam Kanjeng Pangeran Mangudipura I terdapat makam cucunya yaitu Raden Tumenggung Prawiradipura. Sedangkan Wedana Caruban sebelumnya Raden Ngabehi Prawiradipura II berada di Dukuh Gedhoman, Desa Mejayan, Caruban, letaknya sebelah selatan Pasar Burung Caruban. Disamping itu Makam Kuncen Caruban juga makam Raden Ngabehi Lho Prawiradipura (Palang Mejayan-Caruban), Raden Ngabehi Kramadipura (Palang Gemarang-Caruban), Raden Ngabehi Tirtadipura (Palang Krebet-Caruban), dan semuanya masih kerabat para Bupati Caruban, yang pada hakekatnya masih satu keturunan dari Keluarga Besar (Kurawangsa) Raden Adipati Harya Metahun Suranegara ing Jipang.