Lompat ke isi

Caruban: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Membatalkan suntingan berniat baik oleh 103.213.131.163 (bicara): Tanpa sumber. (Notto Disu Shitto Agen ⛔)
Tag: Pembatalan
Baris 18: Baris 18:
Caruban terkenal merupakan bekas nama wilayah kawedanan di Kabupaten Madiun selain Uteran, Maospati dan Bagi. Caruban wilayahnya berada di sebagian kecamatan Wonoasri, Mejayan, Pilangkenceng dan Saradan. Bahkan Caruban pernah menjadi kabupaten kecil, di samping Madiun sendiri sebagai Kadipaten (kabupaten besar) pada masa sebelum perang Diponegoro. Bupati-bupati di Caruban dapat diketahui di Pesarean Agung Kuncen, di Desa Kuncen, Kecamatan Mejayan, yang terletak kurang lebih 4 [[kilometer]] dari pusat kota Caruban, yang letaknya di seputaran perempatan Masjid Jami' Al-Arifiyah Caruban dan SMPN 2 Caruban (di kedua tempat di situ letak pathok 0 KM Kota Caruban).
Caruban terkenal merupakan bekas nama wilayah kawedanan di Kabupaten Madiun selain Uteran, Maospati dan Bagi. Caruban wilayahnya berada di sebagian kecamatan Wonoasri, Mejayan, Pilangkenceng dan Saradan. Bahkan Caruban pernah menjadi kabupaten kecil, di samping Madiun sendiri sebagai Kadipaten (kabupaten besar) pada masa sebelum perang Diponegoro. Bupati-bupati di Caruban dapat diketahui di Pesarean Agung Kuncen, di Desa Kuncen, Kecamatan Mejayan, yang terletak kurang lebih 4 [[kilometer]] dari pusat kota Caruban, yang letaknya di seputaran perempatan Masjid Jami' Al-Arifiyah Caruban dan SMPN 2 Caruban (di kedua tempat di situ letak pathok 0 KM Kota Caruban).


Yang menjabat bupati-bupati di Caruban berturut-turut, antara lain : Raden Cakrakusuma I (Tumenggung Alap-Alap), Raden Cakrakusuma II (Tumenggung Emprit Gantil), Pangeran Mlayakusuma (putra Kanjeng Pangeran Adipati Martalaya ing Madiyun), [[Raden Bagus Sumodirjo|Raden Bagus Sumadirja]] (1754–1755), Kanjeng Pangeran Mangkudipura I (1755 - 1756), Kanjeng Bupati Raden Tumenggung Natasari (1756–1797), Kanjeng Bupati Raden Tumenggung Jayengrana II (1797-1805), Kanjeng Bupati Raden Tumenggung Wignya Subrata (1805–1833) dan yang terakhir Raden Tumenggung Martanegara 1833 - 1835). Raden Temanggung Martanegara tersebut putra ke-11 dari Kanjeng Bupati Raden Tumenggung Jayengrana II yang nama kecilnya bernama Raden Barata. Pada tahun 1835, Raden Tumenggung Martanegara mulai pindah kembali ke Kota Ponorogo. Pada tahun 1838, Raden Martanegara menjadi Bupati Ponorogo nyawiji lalu bergelar Raden Adipati Martahadinegara. Pada tahun 1838 Kabupaten Caruban dan digabungkan ke Kabupaten Madiun yang waktu itu hanya memiliki sisa wilayah yaitu WANAREJA, lalu Kabupaten Caruban turun status menjadi Distrik Caruban dan Raden Ngabehi Prawiradipura II menjadi Wedana Caruban, beliau putra Raden Tumenggung Prawiradipura I, putra Kanjeng Pangeran Mangkudipura II, putra Kanjeng Pangeran Mangkudipura I, Bupati Madiun yang diturunkan statusnya menjadi Bupati Caruban oleh Kanjeng Sultan Hamengkubuwana I ing Kraton Ngayognyakarta Hadiningrat. Semua bupati-bupati Caruban tersebut dimakamkan di Pasarean Kuncen – Caruban, di dekat Makam Kyai Ageng Anom Besari dan isterinya. Dia adalah orang tua dari Kyai Ageng Mohammad Besari, Tegalsari, Ponorogo. Anak keturunan dari para Bupati Caruban jika meninggal dunia dimakamkan di Pesarean Kuncen–Caruban. Sampai saat ini, keturunan para bupati Caruban masih banyak yang tinggal di daerah Caruban dan sekitarnya. Hal tersebut disebabkan karena para keturunan para Bupati Caruban banyak yang menjadi Palang Desa, Demang Desa, dan Lurah Desa, ketika menjadi Kabupaten Caruban dan Kawedanan Caruban. Disamping itu terjadi perkawinan antar trah bangsawan dan rakyat biasa. Berikut nama wilayah beserta pemangku wilayah yang berpangkat Palang Desa dan Demang Desa yaitu : Raden Ngabehi Lo Prawiradipura (Palang Mejayan), Raden Ngabehi Wignya Winata (Palang Kayo), Raden Ngabehi Wiradipura (Palang Kuwu), Raden Ngabehi Tirtadipura (Palang Krebet), Raden Ngabehi Prawiradiwirja (Palang Tulung), Raden Ngabehi Prawirasari II (Palang Sukareja), Raden Ngabehi Kramadipura (Palang Gemarang), Raden Ngabhei Suradimeja (Palang Ngablak, yang berpusat di Dusun Saradan), Raden Ngabehi Martasari (Demang Klencongan), Raden Ngabehi Kertakusuma (Demang Babadan Lor), Raden Ngabehi Prawiradiwirya (Palang Tawang Caruban). Wilayah Palang Desa itulah yang pada akhirnya pada penguasaan Pemerintah Hindia Belanda, menjadi Onderdistrik dan kemudian menjadi Kecamatan.
Yang menjabat bupati-bupati di Caruban berturut-turut, antara lain : Raden Cakrakusuma I (Tumenggung Alap-Alap), Raden Cakrakusuma II (Tumenggung Emprit Gantil), Pangeran Mlayakusuma (putra Kanjeng Pangeran Adipati Martalaya ing Madiyun), [[Raden Bagus Sumodirjo|Raden Bagus Sumadirja]] (1754–1755), Kanjeng Pangeran Mangkudipura I (1755 - 1756), Kanjeng Bupati Raden Tumenggung Natasari (1756–1797), Kanjeng Bupati Raden Tumenggung Jayengrana II (1797-1805), Kanjeng Bupati Raden Tumenggung Wignya Subrata (1805–1833) dan yang terakhir Raden Tumenggung Martanegara 1833 - 1835). Raden Temanggung Martanegara tersebut putra ke-11 dari Kanjeng Bupati Raden Tumenggung Jayengrana II yang nama kecilnya bernama Raden Barata. Pada tahun 1835, Raden Tumenggung Martanegara mulai pindah kembali ke Kota Ponorogo. Pada tahun 1838, Raden Martanegara menjadi Bupati Ponorogo nyawiji lalu bergelar Raden Adipati Martahadinegara. Pada tahun 1838 Kabupaten Caruban dan digabungkan ke Kabupaten Madiun yang waktu itu hanya memiliki sisa wilayah yaitu WANAREJA, lalu Kabupaten Caruban turun status menjadi Distrik Caruban dan Raden Ngabehi Prawiradipura II menjadi Wedana Caruban, beliau putra Raden Tumenggung Prawiradipura I, putra Kanjeng Pangeran Mangkudipura II, putra Kanjeng Pangeran Mangkudipura I, Bupati Madiun yang diturunkan statusnya menjadi Bupati Caruban oleh Kanjeng Sultan Hamengkubuwana I ing Kraton Ngayognyakarta Hadiningrat. Semua bupati-bupati Caruban tersebut dimakamkan di Pasarean Kuncen – Caruban, di dekat Makam Kyai Ageng Anom Besari dan isterinya. Dia adalah orang tua dari Kyai Ageng Mohammad Besari, Tegalsari, Ponorogo. Anak keturunan dari para Bupati Caruban jika meninggal dunia dimakamkan di Pesarean Kuncen–Caruban. Sampai saat ini, keturunan para bupati Caruban masih banyak yang tinggal di daerah Caruban dan sekitarnya.


Dahulu nama Caruban sudah cukup terkenal sebagai sebuah kabupaten di wilayah Mancanagari Wetan Kraton Mataram. Setelah Pamalihan Nagari Kraton Mataram Tahun 1755, Kabupaten Caruban menjadi Wilayah Mancanagari Kraton Surakarta Hadiningrat dan sedangkan Kadipaten Madiun menjadi Wilayah Kraton Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Sejak Tahun 1838, Pemerintah Kolonial Hindia Belanda menggabungkan dengan Kabupaten Madiyun dan Caruban menjadi Distrik.
Dahulu nama Caruban sudah cukup terkenal sebagai sebuah kabupaten di wilayah Mancanagari Wetan Kraton Mataram. Setelah Pamalihan Nagari Kraton Mataram Tahun 1755, Kabupaten Caruban menjadi Wilayah Mancanagari Kraton Surakarta Hadiningrat dan sedangkan Kadipaten Madiun menjadi Wilayah Kraton Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Pada tahun 1755 di Kabupaten Caruban diperintah oleh Kanjeng Bupati Raden Tumenggung Natasari, sedangkan di Kabupaten Madiun diperintah oleh Raden Adipati Rangga Prawiradrirja I. Sejak Tahun 1838, Pemerintah Kolonial Hindia Belanda menggabungkan dengan Kabupaten Madiyun dan Kabupaten Caruban turun menjadi Distrik (Kawedanan) Caruban. Tempat pusat kedudukan Distrik (Kawedanan) Caruban berada di Kota Caruban dengan pusatnya di Desa Krajan. Distrik (Kawedanan) Caruban terdiri dari Onderdistrik Mejayan berpusat di Desa Krajan, Onderdistrik Pilangkenceng di Desa Tlagan, Onderdistrik Ngablak berpusat di Dusun Saradan - Desa Ngablak, dan Onderdistrik Tulung di Desa Tulung. Dalam perkembangannya Onderdistrik Tulung digabung dengan Onderdistrik Ngablak dan Onderdistrik Ngablak berubah nama menjadi Onderdistrik Saradan, mengambil nama dusun yang ada di Desa Ngablak, pada tahun 1931 Desa Ngablak berubah nama menjadi Desa Sugihwaras mengambil nama dusun yang paling selatan yaitu Dusun Sugihwaras. Selanjutnya Distrik (Kawedanan) Caruban terdiri dari Onderdistrik Mejayan, Onderdistrik Pilangkenceng, dan Onderdistrik Saradan. Kelembagaan kawedanan (distrik) berlaku hingga tahun 1963, setelah itu kelembagaan kawedanan (distrik) diubah menjadi Pembantu Bupati, sehingga nama Distrik (Kawedanan) Caruban menjadi Pembantu Bupati dan wilayah onderdistrik berubah nama menjadi kecamatan, yaitu Kecamatan Mejayan, Kecamatan Pilangkenceng, dan Kecamatan Saradan. Pada tahun 1982, Kecamatan Mejayan dimekarkan menjadi Kecamatan Mejayan sendiri dan Kecamatan Wonoasri. Kewenangan Pembantu Bupati Caruban masih ada menurut Undang-Undang nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah, dimana Pembantu Bupati Caruban mengkoordinasi 4(empat) kecamatan tersebut di atas, sehingga nama-nama Caruban masih dipakai sebagai nomenklatuur (tata nama) yang sah, sebagai nama Stasiun, Terminal. Pasar Besar, Kantor PLN, Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD), dan lain-lain, bahkan Kota Caruban secara sah sebagai tempat kedudukan Pembantu Bupati Caruban. Bahkan Kota Caruban secara sah diakui oleh Pemerintah Pusat, dimasukkan kedalam kategori Kota Kecil setingkat dengan Kota Ngawi, Kota Nganjuk, Kota Situbondo, Kota Magetan, Kota Kraksaan (Probolinggo), Kota Singasari, dan lain-lain, sering diikutkan dalam perlombaan kebersihan kota dengan hadiah Adipura. Kota Caruban sering mendapat hadiah Adipura. Kota Caruban sudah dipersiapkan untuk menjadi Ibukota Kabupaten Madiun sejak tahun 1982, menjadi Ibukota Kabupaten Madiun yaitu Kota Madiun sudah sejak lama memiliki pemerintahan otonom sendiri yang dikepalai oleh Walikota. Namun demikian wacana perpindahan Ibukota tersebut tidak kunjung terealisasi sejak lama.


Kini nama Caruban semakin hari semakin ditinggalkan, lama-lama yang muncul nama baru "Mejayan" yang akan menjadi populer. Nama-nama sekolah-sekolah, SMP, SMA, MTsN, MAN dan bahkan nama kantor pemerintahan seperti Kantor Kejaksanaan tidak sudah menggunakan nama Caruban lagi, melainkan nama Mejayan, misalnya: Kantor Kejaksaan Negeri Mejayan yang baru berdiri. Namun nama Kejaksaan Negeri Mejayan itu kemudian diganti menjadi Kejaksanaan Kabupaten Madiun, karena letaknya di luar Kecamatan Mejayan. Kini nama Caruban digunakan kembali.Penggunaan kembali Nama Caruban itu didasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah nomor 52 Tahun 2019, yang pada intinya Kota Caruban ditetapkan sebagai Ibukota Kabupaten Madiun. Dengan pertimbangan sejarah dan budaya, Caruban yang dahulu sebagai Kabupaten, lalu berubah menjadi Distrik (Kawedanan)dan Pembantu Bupati.
Pada awalnya nama-nama sekolahan seperti SMP, SMA, MTsN, MAN, dan lain-lain masih menggunakan nama "Caruban" selaku nama kota tempat kedudukan Pembantu Bupati Caruban. Pada tahun 1989, nama-nama sekolah berubah menjadi "Mejayan" yaitu nama kecamatan tempat kedudukan sekolahan yang bersangkutan, padahal sebenarnya nama-nama sekolahan itu dapat tetap dipakai jika Kota Caruban disahkan sebagai Ibukota Kabupaten Madiun. Nama-nama sekolahan di Kota Semarapura (Ibukota Kabupaten Klungkung), Kota Amlapura (Ibukota Kabupaten Karangasem), Kota Mungkid (Ibukota Kabupaten Magelang), Kota Singaraja (Ibukota Kabupaten Buleleng), dan lain-lain, memakai nama-nama kota ibukota kabupaten tersebut bukan nama kecamatan. Memang selaras dengan pemberlakuan Undang-Undang Otonomi Daerah yang bergulit sejak tahun 1999, nama pemakaian istilah kecamatan sangat menguat, antara lain pemakaian nama Kejaksaan Negeri di wilayah Kabupaten Madiun. Pada awalnya namanya Kejaksaan Negeri Mejayan, kemudian Kejaksaan Agung diubah menjadi Kejaksaan Negeri Kabupaten Madiun dengan tempat kedudukan di Mejayan. Sebenarnya tempat kedudukan Kejaksaan Negeri Kabupaten Madiun di Mejayan itu kurang tepat seharusnya di Balerejo. Secara administrasi letak Kantor Kejaksaaan Negeri tersebut di Kecamatan Balerejo, tepat di sebelah barat Kantor Kecamatan Balerejo, jelas di luar wilayah Kecamatan Mejayan.

Seiring dengan Pemberlakuan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Perubahan atas Peraturan Pemerintah nomor 52 Tahun 2019, yang pada intinya Kota Caruban ditetapkan sebagai Ibukota Kabupaten Madiun, dengan pertimbangan sejarah dan budaya, Kota Caruban yang dahulu sebagai Kabupaten, lalu berubah menjadi Distrik (Kawedanan) dan Pembantu Bupati, maka diharapkan Kota Caruban nama-nama istansi pemerintahan yang dahulu memakai nama "Mejayan" dapat diubah menjadi Kota Caruban. Bahkan menurut ketentuan Peraturan Menteri Pendidikan & Kebudayaan Nomor 36 tahun 2014 tentang Pedoman Pendirian, Perubahan, dan Penutupan Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, seperti nama SMP, SMA, MTsN, MAN, dan lain-lain yang saat ini bernama "Mejayan" dapat dikembalikan ke nama "Caruban" lagi.


== Fasilitas umum dan perkantoran ==
== Fasilitas umum dan perkantoran ==

Revisi per 12 April 2019 21.41

Tugu selamat datang kota caruban

Kota Caruban adalah kota kecil yang menjadi ibu kota pemerintahan resmi Kabupaten Madiun menggantikan kota Madiun melalui Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 52 tahun 2010 tentang pemindahan ibu kota Kabupaten Madiun di wilayah Kota Madiun ke wilayah Kecamatan Mejayan, Kabupaten Madiun.

Penunjukan Caruban karena letaknya yang strategis dan terdapat kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah serta menjadi jalur lalu lintas Ngawi-Nganjuk, sehingga dijadikan ibukota Madiun menggantikan Kota Madiun. Caruban memiliki makanan khas, yaitu brem dan pecel kesenian dongkrek.

Geografi

Suhu udara rata rata 30 °C–32 °C. Curah hujan tahunan diperkirakan sekitar 1,511 – 2,108 mm terbagi dalam 2 musim hujan (sekitar November – Mei) dan musim kemarau (Juni – Oktober).

Curah hujan bulanan rata rata sekitar 470 mm saat curah hujan tinggi selama periode hujan dan 13–92 mm pada saat bulan kering pada periode musim kemarau. Relief topografi pada wilayah ini beragam mulai dari datar (lereng <2%), berombak (lereng 2%–15%), hingga berbukit (lereng 15%–40%).[butuh rujukan]

Sejarah

Berdasarkan cerita penduduk setempat, Caruban berarti "carub" (bahasa Jawa), yang artinya campur, sedangkan akhiran -an, adalah menunjukkan arti tempat. Secara tersirat wilayah ini merupakan wilayah pembauran, sehingga tingkat toleransi dan keragaman budaya dan suku tinggi.

Transportasi

Ases menuju Caruban melalui sarana transportasi darat, yaitu bus dan kereta api. Akses melalui bus dapat dicapai melalui terminal Caruban yang menjadi persinggahan jalur Surakarta, PonorogoSurabaya, Kediri. Angkutan kereta api menjadi akses menuju Caruban, karena terdapat Stasiun Caruban yang menghubungkan SoloSurabaya. Pada masa mendatang Pemerintah Pusat berencana membangun jalur jalan tol yang menghubungkan Surakarta–Ngawi–Caruban–Nganjuk–Kertosono.

Wilayah

Caruban terkenal merupakan bekas nama wilayah kawedanan di Kabupaten Madiun selain Uteran, Maospati dan Bagi. Caruban wilayahnya berada di sebagian kecamatan Wonoasri, Mejayan, Pilangkenceng dan Saradan. Bahkan Caruban pernah menjadi kabupaten kecil, di samping Madiun sendiri sebagai Kadipaten (kabupaten besar) pada masa sebelum perang Diponegoro. Bupati-bupati di Caruban dapat diketahui di Pesarean Agung Kuncen, di Desa Kuncen, Kecamatan Mejayan, yang terletak kurang lebih 4 kilometer dari pusat kota Caruban, yang letaknya di seputaran perempatan Masjid Jami' Al-Arifiyah Caruban dan SMPN 2 Caruban (di kedua tempat di situ letak pathok 0 KM Kota Caruban).

Yang menjabat bupati-bupati di Caruban berturut-turut, antara lain : Raden Cakrakusuma I (Tumenggung Alap-Alap), Raden Cakrakusuma II (Tumenggung Emprit Gantil), Pangeran Mlayakusuma (putra Kanjeng Pangeran Adipati Martalaya ing Madiyun), Raden Bagus Sumadirja (1754–1755), Kanjeng Pangeran Mangkudipura I (1755 - 1756), Kanjeng Bupati Raden Tumenggung Natasari (1756–1797), Kanjeng Bupati Raden Tumenggung Jayengrana II (1797-1805), Kanjeng Bupati Raden Tumenggung Wignya Subrata (1805–1833) dan yang terakhir Raden Tumenggung Martanegara 1833 - 1835). Raden Temanggung Martanegara tersebut putra ke-11 dari Kanjeng Bupati Raden Tumenggung Jayengrana II yang nama kecilnya bernama Raden Barata. Pada tahun 1835, Raden Tumenggung Martanegara mulai pindah kembali ke Kota Ponorogo. Pada tahun 1838, Raden Martanegara menjadi Bupati Ponorogo nyawiji lalu bergelar Raden Adipati Martahadinegara. Pada tahun 1838 Kabupaten Caruban dan digabungkan ke Kabupaten Madiun yang waktu itu hanya memiliki sisa wilayah yaitu WANAREJA, lalu Kabupaten Caruban turun status menjadi Distrik Caruban dan Raden Ngabehi Prawiradipura II menjadi Wedana Caruban, beliau putra Raden Tumenggung Prawiradipura I, putra Kanjeng Pangeran Mangkudipura II, putra Kanjeng Pangeran Mangkudipura I, Bupati Madiun yang diturunkan statusnya menjadi Bupati Caruban oleh Kanjeng Sultan Hamengkubuwana I ing Kraton Ngayognyakarta Hadiningrat. Semua bupati-bupati Caruban tersebut dimakamkan di Pasarean Kuncen – Caruban, di dekat Makam Kyai Ageng Anom Besari dan isterinya. Dia adalah orang tua dari Kyai Ageng Mohammad Besari, Tegalsari, Ponorogo. Anak keturunan dari para Bupati Caruban jika meninggal dunia dimakamkan di Pesarean Kuncen–Caruban. Sampai saat ini, keturunan para bupati Caruban masih banyak yang tinggal di daerah Caruban dan sekitarnya.

Dahulu nama Caruban sudah cukup terkenal sebagai sebuah kabupaten di wilayah Mancanagari Wetan Kraton Mataram. Setelah Pamalihan Nagari Kraton Mataram Tahun 1755, Kabupaten Caruban menjadi Wilayah Mancanagari Kraton Surakarta Hadiningrat dan sedangkan Kadipaten Madiun menjadi Wilayah Kraton Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Sejak Tahun 1838, Pemerintah Kolonial Hindia Belanda menggabungkan dengan Kabupaten Madiyun dan Caruban menjadi Distrik.

Kini nama Caruban semakin hari semakin ditinggalkan, lama-lama yang muncul nama baru "Mejayan" yang akan menjadi populer. Nama-nama sekolah-sekolah, SMP, SMA, MTsN, MAN dan bahkan nama kantor pemerintahan seperti Kantor Kejaksanaan tidak sudah menggunakan nama Caruban lagi, melainkan nama Mejayan, misalnya: Kantor Kejaksaan Negeri Mejayan yang baru berdiri. Namun nama Kejaksaan Negeri Mejayan itu kemudian diganti menjadi Kejaksanaan Kabupaten Madiun, karena letaknya di luar Kecamatan Mejayan. Kini nama Caruban digunakan kembali.Penggunaan kembali Nama Caruban itu didasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah nomor 52 Tahun 2019, yang pada intinya Kota Caruban ditetapkan sebagai Ibukota Kabupaten Madiun. Dengan pertimbangan sejarah dan budaya, Caruban yang dahulu sebagai Kabupaten, lalu berubah menjadi Distrik (Kawedanan)dan Pembantu Bupati.

Fasilitas umum dan perkantoran

Caruban memiliki fasilitas publik sebagai berikut:

  • Gedung Olah Raga (GOR) Pangeran Timur
  • Stasiun Caruban
  • Terminal Caruban
  • Rumah Sakit Umum Daerah Caruban (dahulu Rumah Sakit Panti Waluyo)
  • Penginapan/hotel
  • SPBU
  • Layanan Imigrasi klas II
  • DPRD Kabupaten Madiun
  • Taman Kota Caruban Asti
  • Pasar Caruban Baru
  • Pasar Sayur Caruban
  • Pasar Burung Caruban
  • Alun - Alun Caruban
  • Masjid Jami' Al-Arifiyah Caruban
  • Masjid Agung Kabupaten Madiun (Masjid Quba)
  • Kantor Bupati Madiun
  • Pendapa Kabupaten Madiun "Rangga Jumena"
  • Kantor BAPPEDA Kabupaten Madiun
  • Taman Lalu Lintas Caruban
  • Taman Demokrasi (Depan DPRD Kabupaten Madiun)
  • Rusunawa Kaligunting Mejayan
  • Kantor Kementerian Agama Kabupaten Madiun

Pariwisata

Caruban memiliki lokasi pariwisata berupa candi yang diberi nama sesuai dengan lokasi candi tersebut berada, yaitu Candi Wonorejo (desa Wonorejo), Kelompok Arca "Palang Mejayan" dan berbagai waduk: waduk Dawuhan Waduk Widas, Waduk Kedungbrubus, dan Waduk Notopuro. Caruban juga memiliki makam bersejarah yaitu Makam Kuncen Caruban, yaitu Makam Kyai Ageng Anom Besari dan Nyai Ageng Anom Besari, Makam para Bupati Caruban, yaitu Kanjeng Bupati Raden Tumenggung (KBRT) Natasari, KBRT Jayengrana II, dan KBRT Wignya Subrata. Disamping itu ada Makam Kanjeng Pangeran Mangkudipura I yang pernah menjadi Adipati Madiyun lalu diturunkan jabatannya menjadi Bupati Caruban. Dan juga Makam Wedana Caruban yaitu Raden Ngabehi Dirjakusuma II putra Raden Ngabehi Dirjakusuma I (putra Kanjeng Pangeran Mangkudipura i). Di depan Makam Kanjeng Pangeran Mangudipura I terdapat makam cucunya yaitu Raden Tumenggung Prawiradipura. Sedangkan Wedana Caruban sebelumnya Raden Ngabehi Prawiradipura II berada di Dukuh Gedhoman, Desa Mejayan, Caruban, letaknya sebelah selatan Pasar Burung Caruban. Disamping itu Makam Kuncen Caruban juga makam Raden Ngabehi Lho Prawiradipura (Palang Mejayan-Caruban), Raden Ngabehi Kramadipura (Palang Gemarang-Caruban), Raden Ngabehi Tirtadipura (Palang Krebet-Caruban), dan semuanya masih kerabat para Bupati Caruban, yang pada hakekatnya masih satu keturunan dari Keluarga Besar (Kurawangsa) Raden Adipati Harya Metahun Suranegara ing Jipang.

Pranala luar