Lompat ke isi

Kebo Iwa: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Penambahan kata yang belum ada
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Angayubagia (bicara | kontrib)
k update
Tag: Suntingan visualeditor-wikitext
Baris 1: Baris 1:
{{noref-bio|date=Februari 2010}}
{{noref-bio|date=Februari 2010}}
{{refimprove}}
'''Kebo Iwa''' adalah salah seorang [[panglima]] [[militer]] [[Bali]] pada masa pemerintahan Prabu Sri Asta Sura Ratna Bumi Banten pada awal [[abad ke-14]]. Nama lain dari Kebo Iwa adalah '''Kebo Wandira''' atau '''Kebo Taruna''' yang bermakna [[kerbau]] yang perjaka. Pada masa itu nama-nama binatang tertentu seperti kebo (kerbau), gajah, mahisa (banteng), banyak (angsa) lazim dipakai sebagai titel kehormatan khususnya di Bali ataupun [[Jawa]].


'''Kebo Iwa''' adalah salah seorang [[panglima]] [[militer]] [[Bali]] pada masa pemerintahan [[Prabu Sri Asta Sura Ratna Bumi Banten]] pada awal [[abad ke-14]]. Nama lain dari Kebo Iwa adalah '''Kebo Wandira''' atau '''Kebo Taruna''' yang bermakna [[kerbau]] yang perjaka. Pada masa itu, nama-nama binatang tertentu seperti ''kebo'' (kerbau), gajah, ''mahisa'' (banteng), ''banyak'' (angsa) lazim dipakai sebagai titel kehormatan khususnya di Bali ataupun [[Jawa]].
Panglima muda yang bertempat tinggal di desa Blahbatuh dan anak dari Panglima Rakyan Buncing ini sering digambarkan sebagai pemuda bertubuh tinggi besar yang mengusai seni perang selain ilmu arsitektur. [[Undagi]] (arsitek tradisonal Bali) ini membangun berbagai tempat ibadah di Bali dan tak segan-segan mengangkut sendiri batu-batu besar dengan kekuatan fisiknya.


Panglima muda yang bertempat tinggal di [[Blahbatuh, Gianyar|desa Blahbatuh]] dan anak dari Panglima Rakyan Buncing ini sering digambarkan sebagai pemuda bertubuh tinggi besar yang mengusai seni perang selain ilmu arsitektur. [[Undagi]] (arsitek tradisonal Bali) ini membangun berbagai tempat ibadah di Bali dan tak segan-segan mengangkut sendiri batu-batu besar dengan kekuatan fisiknya.
Mahapatih [[Majapahit]], [[Gajah Mada]], memandang Kebo Iwa dan [[Pasung Grigis]], panglima Bali yang lebih senior dan ahli strategi militer, sebagai batu sandungan politik ekspansionisnya. Untuk itu ia melakukan tipu muslihat dengan menghadap raja Bali dan menawarkan perdamaian. Ia mengundang Kebo Iwa untuk datang ke Majapahit dan dinikahkan dengan seorang putri dari Lemah Tulis sebagai tanda persahabatan antar kedua negara. Namun sesampai di Majapahit, Kebo Iwa kemudian dibunuh. Waktu itu kebo gajah mada merasa kalau dirinya telah berhasil membunuh kebo iwa, tpi pada kenyataanya tidak. Kebo iwa masih hidup, mereka pun terus saling bertempur gajah mada pun merasa sangat tadak mungkin mengalahkan kebo iwa. Kebo iwa merasa kuatnya keinginan gajah mada untuk menyatukan nusantara. Tapi jika kebo iwa menuruti keinginan gajah mada untuk menaklukan bali sama saja kebo iwa dianggap sebagai penghianat kerajaan bali. Kebo iwa pun membisikan kelemahan nya, setelah gajah mada tahu kelemahnya kebo iwa sekarat meningggal melawan gajah mada. Gajah mada merasa sangat sedih telah kehilangan seseorang yang sangat kuat seperti kebo iwa.


Gugurnya Kebo Iwa mempermudah ekspedisi penaklukan Bali yang dipimpin [[Adityawarman]], panglima berdarah [[Singhasari]]-[[Kerajaan Dharmasraya|Dharmasraya]], pada tahun [[1343]].
Mahapatih [[Majapahit]], [[Gajah Mada]], memandang Kebo Iwa dan [[Pasung Grigis]], panglima Bali yang lebih senior dan ahli strategi militer, sebagai batu sandungan politik ekspansionisnya. Untuk itu, ia melakukan tipu muslihat dengan menghadap raja Bali dan menawarkan perdamaian. Ia mengundang Kebo Iwa untuk datang ke Majapahit dan dinikahkan dengan seorang putri dari Lemah Tulis sebagai tanda persahabatan antar kedua negara. Namun sesampai di Majapahit, Kebo Iwa kemudian dibunuh. Gugurnya Kebo Iwa ini mempermudah ekspedisi penaklukan Bali yang dipimpin [[Adityawarman]], panglima berdarah [[Singhasari]]-[[Kerajaan Dharmasraya|Dharmasraya]], pada tahun [[1343]].


==Lihat juga==
{{hindu-bio-stub}}
* [[Kerajaan Bali]]
* [[Majapahit]]


==Referensi==
{{reflist}}

==Pranala luar==
{{hindu-bio-stub}}
{{DEFAULTSORT:Iwa, Kebo}}
{{DEFAULTSORT:Iwa, Kebo}}
[[Kategori:Tokoh Bali]]
[[Kategori:Tokoh Bali]]

Revisi per 13 Mei 2019 04.25

Kebo Iwa adalah salah seorang panglima militer Bali pada masa pemerintahan Prabu Sri Asta Sura Ratna Bumi Banten pada awal abad ke-14. Nama lain dari Kebo Iwa adalah Kebo Wandira atau Kebo Taruna yang bermakna kerbau yang perjaka. Pada masa itu, nama-nama binatang tertentu seperti kebo (kerbau), gajah, mahisa (banteng), banyak (angsa) lazim dipakai sebagai titel kehormatan khususnya di Bali ataupun Jawa.

Panglima muda yang bertempat tinggal di desa Blahbatuh dan anak dari Panglima Rakyan Buncing ini sering digambarkan sebagai pemuda bertubuh tinggi besar yang mengusai seni perang selain ilmu arsitektur. Undagi (arsitek tradisonal Bali) ini membangun berbagai tempat ibadah di Bali dan tak segan-segan mengangkut sendiri batu-batu besar dengan kekuatan fisiknya.

Mahapatih Majapahit, Gajah Mada, memandang Kebo Iwa dan Pasung Grigis, panglima Bali yang lebih senior dan ahli strategi militer, sebagai batu sandungan politik ekspansionisnya. Untuk itu, ia melakukan tipu muslihat dengan menghadap raja Bali dan menawarkan perdamaian. Ia mengundang Kebo Iwa untuk datang ke Majapahit dan dinikahkan dengan seorang putri dari Lemah Tulis sebagai tanda persahabatan antar kedua negara. Namun sesampai di Majapahit, Kebo Iwa kemudian dibunuh. Gugurnya Kebo Iwa ini mempermudah ekspedisi penaklukan Bali yang dipimpin Adityawarman, panglima berdarah Singhasari-Dharmasraya, pada tahun 1343.

Lihat juga

Referensi

Pranala luar