Legenda Minangkabau: Perbedaan antara revisi
Rahmatdenas (bicara | kontrib) |
k Bot: Perubahan kosmetika |
||
Baris 3: | Baris 3: | ||
== Kisah == |
== Kisah == |
||
<span data-segmentid="7" class="cx-segment">Legenda ini menceritakan tentang perselisihan wilayah antara <span data-segmentid="11" class="cx-segment">p<span data-segmentid="13" class="cx-segment">enduduk</span></span> di wilayah Sumatra Barat sekarang dengan "penguasa dari negeri seberang".</span> Penguasa <span data-segmentid="8" class="cx-segment">tersebut entah bagaimana dikaitkan dengan [[Kerajaan Majapahit]] di [[Pulau Jawa]] yang datang membawa pasukan dan hendak menjajah.<ref>{{Cite news|title=Invasi Majapahit ke Pagaruyung dan Pertarungan Dua Kerbau|work=Sindo News|date=11 March 2017|url=https://daerah.sindonews.com/read/1187263/29/invasi-majapahit-ke-pagaruyung-dan-pertarungan-dua-kerbau-1489158517|language=Indonesian}}</ref></span> Untuk menghidari perang, p<span data-segmentid="11" class="cx-segment"><span data-segmentid="13" class="cx-segment">enduduk</span> setempat mengusulkan agar pertempuran dilakukan secara simbolis dengan kerbau pilihan masing-masing. Pihak yang kerbaunya kalah harus menyerah kepada pemenang.</span><ref name="Sengketa Tiada Putus">Hadler, Jeffrey (2010). [http://sseas.berkeley.edu/sites/default/files/faculty/files/hadlersengketa.pdf "Sengketa Tiada Putus"] ''Freedom Institute''. hlm. 16–21. ISBN 978-979-19466-5-0.</ref><span data-segmentid="11" class="cx-segment"><ref name="Cerita Rakyat Nusantara2">{{Cite web|url=http://ceritarakyatnusantara.com/id/folklore/307-Asal-Mula-Nama-Nagari-Minangkabau#|title=Asal Mula Nama Nagari Minangkabau|last=Samsuni|date=|website=|publisher=Cerita Rakyat Nusantara|access-date=23 Mei 2019}}</ref></span> |
<span data-segmentid="7" class="cx-segment">Legenda ini menceritakan tentang perselisihan wilayah antara <span data-segmentid="11" class="cx-segment">p<span data-segmentid="13" class="cx-segment">enduduk</span></span> di wilayah Sumatra Barat sekarang dengan "penguasa dari negeri seberang".</span> Penguasa <span data-segmentid="8" class="cx-segment">tersebut entah bagaimana dikaitkan dengan [[Kerajaan Majapahit]] di [[Pulau Jawa]] yang datang membawa pasukan dan hendak menjajah.<ref>{{Cite news|title=Invasi Majapahit ke Pagaruyung dan Pertarungan Dua Kerbau|work=Sindo News|date=11 March 2017|url=https://daerah.sindonews.com/read/1187263/29/invasi-majapahit-ke-pagaruyung-dan-pertarungan-dua-kerbau-1489158517|language=Indonesian}}</ref></span> Untuk menghidari perang, p<span data-segmentid="11" class="cx-segment"><span data-segmentid="13" class="cx-segment">enduduk</span> setempat mengusulkan agar pertempuran dilakukan secara simbolis dengan kerbau pilihan masing-masing. Pihak yang kerbaunya kalah harus menyerah kepada pemenang.</span><ref name="Sengketa Tiada Putus">Hadler, Jeffrey (2010). [http://sseas.berkeley.edu/sites/default/files/faculty/files/hadlersengketa.pdf "Sengketa Tiada Putus"] ''Freedom Institute''. hlm. 16–21. ISBN 978-979-19466-5-0.</ref><span data-segmentid="11" class="cx-segment"><ref name="Cerita Rakyat Nusantara2">{{Cite web|url=http://ceritarakyatnusantara.com/id/folklore/307-Asal-Mula-Nama-Nagari-Minangkabau#|title=Asal Mula Nama Nagari Minangkabau|last=Samsuni|date=|website=|publisher=Cerita Rakyat Nusantara|access-date=23 Mei 2019}}</ref></span> |
||
<span data-segmentid="12" class="cx-segment">Mengikuti usulan penduduk setempat, penguasa Majapahit setuju dan menurunkan kerbau terbesar, paling berani, dan paling agresif.</span> Adapun p<span data-segmentid="13" class="cx-segment">enduduk setempat menurunkan bayi kerbau yang lapar dengan tanduknya yang diasah setajam pisau.</span> <span data-segmentid="14" class="cx-segment">Melihat kerbau dewasa melintasi ladang, bayi kerbau segera menyeruduk ke perut kerbau, berharap mendapat susu.</span> <span data-segmentid="15" class="cx-segment">Kerbau besar tidak melihat itu sebagai ancaman dan masih mencari-cari lawan yang sepadan.</span> <span data-segmentid="16" class="cx-segment">Namun, ketika bayi kerbau mencari ambing, tanduk yang tajam menusuk dan membunuh kerbau dewasa. Penduduk setempat memenangkan adu kerbau, dan mengabadikannya dengan menamakan suku bangsa mereka "Minangkabau".</span><ref name="Sengketa Tiada Putus2">Hadler, Jeffrey (2010). [http://sseas.berkeley.edu/sites/default/files/faculty/files/hadlersengketa.pdf "Sengketa Tiada Putus"] ''Freedom Institute''. hlm. 16–21. ISBN 978-979-19466-5-0.</ref><span data-segmentid="16" class="cx-segment"><ref name="Cerita Rakyat Nusantara2" /></span> |
<span data-segmentid="12" class="cx-segment">Mengikuti usulan penduduk setempat, penguasa Majapahit setuju dan menurunkan kerbau terbesar, paling berani, dan paling agresif.</span> Adapun p<span data-segmentid="13" class="cx-segment">enduduk setempat menurunkan bayi kerbau yang lapar dengan tanduknya yang diasah setajam pisau.</span> <span data-segmentid="14" class="cx-segment">Melihat kerbau dewasa melintasi ladang, bayi kerbau segera menyeruduk ke perut kerbau, berharap mendapat susu.</span> <span data-segmentid="15" class="cx-segment">Kerbau besar tidak melihat itu sebagai ancaman dan masih mencari-cari lawan yang sepadan.</span> <span data-segmentid="16" class="cx-segment">Namun, ketika bayi kerbau mencari ambing, tanduk yang tajam menusuk dan membunuh kerbau dewasa. Penduduk setempat memenangkan adu kerbau, dan mengabadikannya dengan menamakan suku bangsa mereka "Minangkabau".</span><ref name="Sengketa Tiada Putus2">Hadler, Jeffrey (2010). [http://sseas.berkeley.edu/sites/default/files/faculty/files/hadlersengketa.pdf "Sengketa Tiada Putus"] ''Freedom Institute''. hlm. 16–21. ISBN 978-979-19466-5-0.</ref><span data-segmentid="16" class="cx-segment"><ref name="Cerita Rakyat Nusantara2" /></span> |
||
<span data-segmentid="20" class="cx-segment">Legenda Minangkabau diceritakan untuk menggambarkan kecerdasan |
<span data-segmentid="20" class="cx-segment">Legenda Minangkabau diceritakan untuk menggambarkan kecerdasan orang Minangkabau.</span> <span data-segmentid="17" class="cx-segment">Moral dari kisah ini yakni penggunaan [[Hikmat|kecerdikan]] dan [[strategi]] untuk menghindari perang dan kekerasan.</span> |
||
== <span data-segmentid="21" class="cx-segment">Simbolisme kerbau</span> == |
== <span data-segmentid="21" class="cx-segment">Simbolisme kerbau</span> == |
||
<span data-segmentid="22" class="cx-segment">''Kabau'' atau [[kerbau]] adalah hewan peliharaan yang penting dalam [[budaya Minangkabau]].</span> <span data-segmentid="24" class="cx-segment">Kerbau dapat digunakan untuk membajak sawah serta menghasilkan susu (diolah sebagai ''[[dadiah]]'') dan daging.</span> <span data-segmentid="26" class="cx-segment">Pentingnya kerbau sebagai simbol budaya dapat pula dijumpai dalam budaya [[Indonesia]] lainnya, seperti [[Suku Toraja|Toraja]].</span> |
<span data-segmentid="22" class="cx-segment">''Kabau'' atau [[kerbau]] adalah hewan peliharaan yang penting dalam [[budaya Minangkabau]].</span> <span data-segmentid="24" class="cx-segment">Kerbau dapat digunakan untuk membajak sawah serta menghasilkan susu (diolah sebagai ''[[dadiah]]'') dan daging.</span> <span data-segmentid="26" class="cx-segment">Pentingnya kerbau sebagai simbol budaya dapat pula dijumpai dalam budaya [[Indonesia]] lainnya, seperti [[Suku Toraja|Toraja]].</span> |
||
<span data-segmentid="29" class="cx-segment">Kerbau, terutama [[ |
<span data-segmentid="29" class="cx-segment">Kerbau, terutama [[tanduk]]nya menjadi simbol budaya penting di Minangkabau.</span> <span data-segmentid="31" class="cx-segment">Lengkungan bubungan atap pada rumah-rumah tradisional di Sumatra Barat, yang disebut [[Rumah Gadang|rumah gadang]] (secara harfiah "rumah besar") menjulang ke atas dan meruncing di ujungnya, mengingatkan bentuk tanduk kerbau.</span> Selain itu, tutup kepala perempuan <span data-segmentid="34" class="cx-segment">Minangkabau yang disebut [[Tengkuluk tanduk|tikuluak]] dilipat dan dibentuk sedemian rupa membentuk tanduk kerbau.</span> |
||
== <span data-segmentid="35" class="cx-segment">Catatan sejarah</span> == |
== <span data-segmentid="35" class="cx-segment">Catatan sejarah</span> == |
||
<span data-segmentid="36" class="cx-segment">Adapun menurut catatan sejarah, nama Minangkabau pertama kali disebut sebagai '''Minanga Tamwan'''. Nama ini tercatat pada [[prasasti Kedukan Bukit]] yang berasal dari abad ke-7. Prasasti itu menceritakan perjalanan suci [[Dapunta Hyang|Sri Jayanasa]] dari Minanga Tamwan disertai dengan 20.000 tentara menuju Matajap dan menaklukkan beberapa daerah di selatan Sumatra. <ref>R. Ng. Poerbatjaraka, Riwajat Indonesia. Djilid I, 1952, Jakarta: Yayasan Pembangunan</ref></span> |
<span data-segmentid="36" class="cx-segment">Adapun menurut catatan sejarah, nama Minangkabau pertama kali disebut sebagai '''Minanga Tamwan'''. Nama ini tercatat pada [[prasasti Kedukan Bukit]] yang berasal dari abad ke-7. Prasasti itu menceritakan perjalanan suci [[Dapunta Hyang|Sri Jayanasa]] dari Minanga Tamwan disertai dengan 20.000 tentara menuju Matajap dan menaklukkan beberapa daerah di selatan Sumatra. <ref>R. Ng. Poerbatjaraka, Riwajat Indonesia. Djilid I, 1952, Jakarta: Yayasan Pembangunan</ref></span> |
||
== <span data-segmentid="39" class="cx-segment">Referensi</span> == |
== <span data-segmentid="39" class="cx-segment">Referensi</span> == |
||
{{reflist}} |
{{reflist}} |
||
[[Kategori:Legenda Minangkabau]] |
[[Kategori:Legenda Minangkabau| ]] |
Revisi per 24 Mei 2019 06.18
Legenda Minangkabau menceritakan kisah asal usul nama "Minangkabau". Nama Minangkabau dianggap sebagai gabungan dua kata, minang ("menang") dan kabau ("kerbau").
Kisah
Legenda ini menceritakan tentang perselisihan wilayah antara penduduk di wilayah Sumatra Barat sekarang dengan "penguasa dari negeri seberang". Penguasa tersebut entah bagaimana dikaitkan dengan Kerajaan Majapahit di Pulau Jawa yang datang membawa pasukan dan hendak menjajah.[1] Untuk menghidari perang, penduduk setempat mengusulkan agar pertempuran dilakukan secara simbolis dengan kerbau pilihan masing-masing. Pihak yang kerbaunya kalah harus menyerah kepada pemenang.[2][3]
Mengikuti usulan penduduk setempat, penguasa Majapahit setuju dan menurunkan kerbau terbesar, paling berani, dan paling agresif. Adapun penduduk setempat menurunkan bayi kerbau yang lapar dengan tanduknya yang diasah setajam pisau. Melihat kerbau dewasa melintasi ladang, bayi kerbau segera menyeruduk ke perut kerbau, berharap mendapat susu. Kerbau besar tidak melihat itu sebagai ancaman dan masih mencari-cari lawan yang sepadan. Namun, ketika bayi kerbau mencari ambing, tanduk yang tajam menusuk dan membunuh kerbau dewasa. Penduduk setempat memenangkan adu kerbau, dan mengabadikannya dengan menamakan suku bangsa mereka "Minangkabau".[4][3]
Legenda Minangkabau diceritakan untuk menggambarkan kecerdasan orang Minangkabau. Moral dari kisah ini yakni penggunaan kecerdikan dan strategi untuk menghindari perang dan kekerasan.
Simbolisme kerbau
Kabau atau kerbau adalah hewan peliharaan yang penting dalam budaya Minangkabau. Kerbau dapat digunakan untuk membajak sawah serta menghasilkan susu (diolah sebagai dadiah) dan daging. Pentingnya kerbau sebagai simbol budaya dapat pula dijumpai dalam budaya Indonesia lainnya, seperti Toraja.
Kerbau, terutama tanduknya menjadi simbol budaya penting di Minangkabau. Lengkungan bubungan atap pada rumah-rumah tradisional di Sumatra Barat, yang disebut rumah gadang (secara harfiah "rumah besar") menjulang ke atas dan meruncing di ujungnya, mengingatkan bentuk tanduk kerbau. Selain itu, tutup kepala perempuan Minangkabau yang disebut tikuluak dilipat dan dibentuk sedemian rupa membentuk tanduk kerbau.
Catatan sejarah
Adapun menurut catatan sejarah, nama Minangkabau pertama kali disebut sebagai Minanga Tamwan. Nama ini tercatat pada prasasti Kedukan Bukit yang berasal dari abad ke-7. Prasasti itu menceritakan perjalanan suci Sri Jayanasa dari Minanga Tamwan disertai dengan 20.000 tentara menuju Matajap dan menaklukkan beberapa daerah di selatan Sumatra. [5]
Referensi
- ^ "Invasi Majapahit ke Pagaruyung dan Pertarungan Dua Kerbau". Sindo News (dalam bahasa Indonesian). 11 March 2017.
- ^ Hadler, Jeffrey (2010). "Sengketa Tiada Putus" Freedom Institute. hlm. 16–21. ISBN 978-979-19466-5-0.
- ^ a b Samsuni. "Asal Mula Nama Nagari Minangkabau". Cerita Rakyat Nusantara. Diakses tanggal 23 Mei 2019.
- ^ Hadler, Jeffrey (2010). "Sengketa Tiada Putus" Freedom Institute. hlm. 16–21. ISBN 978-979-19466-5-0.
- ^ R. Ng. Poerbatjaraka, Riwajat Indonesia. Djilid I, 1952, Jakarta: Yayasan Pembangunan