Lompat ke isi

Angga (mitologi): Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Wagino Bot (bicara | kontrib)
k penggantian teks otomatis dengan menggunakan mesin AutoWikiBrowser, replaced: beliau → dia
LaninBot (bicara | kontrib)
k namun (di tengah kalimat) → tetapi
 
Baris 8: Baris 8:
=== ''Bhagawatapurana'' ===
=== ''Bhagawatapurana'' ===


Menurut kitab ''[[Bhagawatapurana]]'', sebelum Wena lahir, Angga menyelenggarakan [[yadnya|upacara suci]] yang disebut [[Aswamedha]]. Ia mengundang para [[dewa (Hindu)|dewa]] untuk menghadiri upacara tersebut, namun tidak ada dewa yang hadir. Saat ia merasa bahwa para dewa tidak berkenan hadir karena dosa yang telah dilakukannya, ia diberitahu bahwa para dewa tidak hadir karena Angga tidak memiliki anak. Memiliki anak adalah kewajiban bagi seorang raja pada saat itu, dan Angga belum melaksanakannya. Maka ia segera mengadakan upacara untuk memohon anak, dan sebuah puding nasi diperoleh sebagai hasil dari upacara tersebut. Puding tersebut dimakan oleh Sunita, dan kemudian ia mengandung seorang bayi. Setelah lahir, bayi tersebut diberi nama [[Wena]].
Menurut kitab ''[[Bhagawatapurana]]'', sebelum Wena lahir, Angga menyelenggarakan [[yadnya|upacara suci]] yang disebut [[Aswamedha]]. Ia mengundang para [[dewa (Hindu)|dewa]] untuk menghadiri upacara tersebut, tetapi tidak ada dewa yang hadir. Saat ia merasa bahwa para dewa tidak berkenan hadir karena dosa yang telah dilakukannya, ia diberitahu bahwa para dewa tidak hadir karena Angga tidak memiliki anak. Memiliki anak adalah kewajiban bagi seorang raja pada saat itu, dan Angga belum melaksanakannya. Maka ia segera mengadakan upacara untuk memohon anak, dan sebuah puding nasi diperoleh sebagai hasil dari upacara tersebut. Puding tersebut dimakan oleh Sunita, dan kemudian ia mengandung seorang bayi. Setelah lahir, bayi tersebut diberi nama [[Wena]].


=== Angga dan Wena ===
=== Angga dan Wena ===


Menurut Padmapurana, Wena menjadi raja, menggantikan Angga. Ia mahir mempelajari kitab suci dan mahir berperang. Ia memerintah dengan baik, namun ibunya masih khawatir dengan kutukan Susangka bahwa kelak Wena akan menjadi orang yang jahat. Pada suatu hari, seseorang yang berpenampilan aneh muncul di kerajaan Wena. Orang tersebut mengaku menganut agama sejati, dan mengajari paham-paham yang dianutnya kepada Wena. Akhirnya, Wena memeluk agama yang dianut orang tersebut. Ia tidak lagi mengakui kewenangan kitab ''[[Weda]]'' dan melarang upacara [[yadnya]] dalam ''Weda''. Angga berusaha menyadarkan Wena, namun gagal. Akhirnya, Angga dan Sunita memutuskan untuk mengasingkan diri ke hutan untuk bermeditasi.
Menurut Padmapurana, Wena menjadi raja, menggantikan Angga. Ia mahir mempelajari kitab suci dan mahir berperang. Ia memerintah dengan baik, tetapi ibunya masih khawatir dengan kutukan Susangka bahwa kelak Wena akan menjadi orang yang jahat. Pada suatu hari, seseorang yang berpenampilan aneh muncul di kerajaan Wena. Orang tersebut mengaku menganut agama sejati, dan mengajari paham-paham yang dianutnya kepada Wena. Akhirnya, Wena memeluk agama yang dianut orang tersebut. Ia tidak lagi mengakui kewenangan kitab ''[[Weda]]'' dan melarang upacara [[yadnya]] dalam ''Weda''. Angga berusaha menyadarkan Wena, tetapi gagal. Akhirnya, Angga dan Sunita memutuskan untuk mengasingkan diri ke hutan untuk bermeditasi.


Versi yang umum mengatakan bahwa Wena ditulari sifat buruk kakeknya. Ayah Sunita bernama [[Mertyu]] (tidak diidentikkan dengan [[Yama (Hindu)|Yama]], dewa kematian), yang memiliki sifat buruk. Sejak kecil, Wena senang bergaul dengan kakeknya tersebut sehingga sifat-sifat buruk kakeknya menular kepadanya. Angga berusaha mendidik anaknya agar bertabiat baik, namun segala usahanya sia-sia. Akhirnya, karena dilanda kekecewaan yang besar, Angga memutuskan untuk berhenti menjadi raja lalu mengasingkan diri ke hutan. Setelah itu, tidak diketahui bagaimana nasib raja tersebut.
Versi yang umum mengatakan bahwa Wena ditulari sifat buruk kakeknya. Ayah Sunita bernama [[Mertyu]] (tidak diidentikkan dengan [[Yama (Hindu)|Yama]], dewa kematian), yang memiliki sifat buruk. Sejak kecil, Wena senang bergaul dengan kakeknya tersebut sehingga sifat-sifat buruk kakeknya menular kepadanya. Angga berusaha mendidik anaknya agar bertabiat baik, tetapi segala usahanya sia-sia. Akhirnya, karena dilanda kekecewaan yang besar, Angga memutuskan untuk berhenti menjadi raja lalu mengasingkan diri ke hutan. Setelah itu, tidak diketahui bagaimana nasib raja tersebut.


Sejak Angga pergi, Wena diangkat menjadi raja. Ia memberikan penderitaan bagi rakyatnya. Akhirnya Wena dibunuh oleh para [[resi]], dan tahtanya diwarisi oleh putranya, [[Pertu]]. Kemudian, pemerintahan Pertu memberikan kedamaian bagi rakyatnya.
Sejak Angga pergi, Wena diangkat menjadi raja. Ia memberikan penderitaan bagi rakyatnya. Akhirnya Wena dibunuh oleh para [[resi]], dan tahtanya diwarisi oleh putranya, [[Pertu]]. Kemudian, pemerintahan Pertu memberikan kedamaian bagi rakyatnya.

Revisi terkini sejak 6 Juni 2019 00.26

Dalam mitologi Hindu, Angga (Sanskerta: अंग; Aṅga) adalah seorang raja, keturunan Druwa. Ia memiliki istri bernama Sunita dan seorang anak bernama Wena. Wenalah yang menyebabkannya meninggalkan kerajaannya, lalu pergi ke hutan. Kisah mengenai Angga dapat ditemukan dalam kitab Brahmapurana, Bhagawatapurana, Padmapurana, dan Purana lainnya.

Padmapurana

[sunting | sunting sumber]

Menurut kitab Padmapurana, Angga merupakan keturunan Resi Atri. Pada suatu hari, sang raja berjalan-jalan di sebuah taman yang disebut Nandanakanana. Di sana ia melihat dewa Indra sedang dilayani oleh para bidadari. Angga menjadi terkesan lalu berniat memiliki putra yang sakti seperti Indra. Kemudian ia memohon petunjuk kepada Resi Atri, dan Resi Atri menyuruhnya untuk bertapa memuja Wisnu. Sang raja bertapa di sebuah gua di pinggir sungai Gangga. Tapa yang dilakukannya begitu kuat sehingga segala macam gangguan tidak mampu menggoyahkannya. Wisnu menjadi berkenan dengan pemujaan yang dilakukan Angga, lalu dia muncul di hadapan sang raja. Angga meminta agar ia memiliki putra yang sehebat Indra. Wisnu mengabulkan permohonan tersebut lalu bersabda agar sang raja mencari istri yang baik, agar kelak sang raja memiliki putra yang termahsyur. Kemudian, Angga menikah dengan Sunita, putri Mertyu (dalam kitab ini, Mertyu diidentikkan dengan Yama, dewa kematian).

Bhagawatapurana

[sunting | sunting sumber]

Menurut kitab Bhagawatapurana, sebelum Wena lahir, Angga menyelenggarakan upacara suci yang disebut Aswamedha. Ia mengundang para dewa untuk menghadiri upacara tersebut, tetapi tidak ada dewa yang hadir. Saat ia merasa bahwa para dewa tidak berkenan hadir karena dosa yang telah dilakukannya, ia diberitahu bahwa para dewa tidak hadir karena Angga tidak memiliki anak. Memiliki anak adalah kewajiban bagi seorang raja pada saat itu, dan Angga belum melaksanakannya. Maka ia segera mengadakan upacara untuk memohon anak, dan sebuah puding nasi diperoleh sebagai hasil dari upacara tersebut. Puding tersebut dimakan oleh Sunita, dan kemudian ia mengandung seorang bayi. Setelah lahir, bayi tersebut diberi nama Wena.

Angga dan Wena

[sunting | sunting sumber]

Menurut Padmapurana, Wena menjadi raja, menggantikan Angga. Ia mahir mempelajari kitab suci dan mahir berperang. Ia memerintah dengan baik, tetapi ibunya masih khawatir dengan kutukan Susangka bahwa kelak Wena akan menjadi orang yang jahat. Pada suatu hari, seseorang yang berpenampilan aneh muncul di kerajaan Wena. Orang tersebut mengaku menganut agama sejati, dan mengajari paham-paham yang dianutnya kepada Wena. Akhirnya, Wena memeluk agama yang dianut orang tersebut. Ia tidak lagi mengakui kewenangan kitab Weda dan melarang upacara yadnya dalam Weda. Angga berusaha menyadarkan Wena, tetapi gagal. Akhirnya, Angga dan Sunita memutuskan untuk mengasingkan diri ke hutan untuk bermeditasi.

Versi yang umum mengatakan bahwa Wena ditulari sifat buruk kakeknya. Ayah Sunita bernama Mertyu (tidak diidentikkan dengan Yama, dewa kematian), yang memiliki sifat buruk. Sejak kecil, Wena senang bergaul dengan kakeknya tersebut sehingga sifat-sifat buruk kakeknya menular kepadanya. Angga berusaha mendidik anaknya agar bertabiat baik, tetapi segala usahanya sia-sia. Akhirnya, karena dilanda kekecewaan yang besar, Angga memutuskan untuk berhenti menjadi raja lalu mengasingkan diri ke hutan. Setelah itu, tidak diketahui bagaimana nasib raja tersebut.

Sejak Angga pergi, Wena diangkat menjadi raja. Ia memberikan penderitaan bagi rakyatnya. Akhirnya Wena dibunuh oleh para resi, dan tahtanya diwarisi oleh putranya, Pertu. Kemudian, pemerintahan Pertu memberikan kedamaian bagi rakyatnya.


Lihat pula

[sunting | sunting sumber]