Busur Sunda: Perbedaan antara revisi
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 11: | Baris 11: | ||
Kedalaman palung Jawa makin kecil kearah tenggara. Kedalaman palung di Sumatra Utara hanya 4500 m, sementara di selatan Jawa mencapai 6000–7000 m. Perbedaan kedalaman ini disebabkan oleh ketebalan sedimentasinya (di Sumatra lebih tebal daripada di Jawa). |
Kedalaman palung Jawa makin kecil kearah tenggara. Kedalaman palung di Sumatra Utara hanya 4500 m, sementara di selatan Jawa mencapai 6000–7000 m. Perbedaan kedalaman ini disebabkan oleh ketebalan sedimentasinya (di Sumatra lebih tebal daripada di Jawa). |
||
Di Sumatra sedimen berasal dari Burma dan teluk Benggala dengan kelajuan yang besar, intercalated dengan turbudite. Di selatan Jawa hanya terendapkan sedimen pelagic (laut dalam) yang tipis. Hampir semua sedimen terrigenous dari Jawa terprangkap di cekungan busur depan. Palung Jawa di bagian timur juga semakin dangkal karena pengaruh sedimentasi dari benua Australia. |
Di Sumatra sedimen berasal dari Burma dan teluk Benggala dengan kelajuan yang besar, intercalated dengan turbudite. Di selatan Jawa hanya terendapkan sedimen pelagic (laut dalam) yang tipis. Hampir semua sedimen terrigenous dari Jawa terprangkap di cekungan busur depan. Palung Jawa di bagian timur juga semakin dangkal karena pengaruh sedimentasi dari benua Australia. |
||
== Referensi == |
|||
* Newcomb KR & McCann WR. (1987). ''Seismic history and seismotectonics of the Sunda Arc''. Journal of Geophysical Research; 92:421–439. |
|||
* Anggraini. Ade, 2015. Handout Tectonics of Indonesia Lecture 3: General Tectonics Setting, Sunda Arc (Western part). Yogyakarta: Geophysics sub Department Universitas Gadjah Mada |
|||
[[Kategori:Tektonika lempeng]] |
Revisi per 20 Juni 2019 18.45
Busur Sunda Barat
Busur Sunda terbentuk dari pertemuan antara lempeng Indo-Australia yang menunjam lempeng Eurasia. Lempeng Indo-Australia menunjam Indonesia dengan kecepatan 6–7 cm per tahunnya, letak penunjaman tersebut di bawah Jawa dan Sumatra. Arah subduksi di Jawa hampir tegak lurus dengan palung Jawa sebagai jalur subduksi, sehingga disebut subduksi tegak (normal subduction). Sedangkan, Sumatra terpotong oleh patahan-patahan (sesar) besar sejajar memanjang sumbu Pulau Sumatra yang berarah Barat Laut – Tenggara. Kenampakan tektonik dan geologi di busur Sumatra adalah adanya pegunungan vulkanik berupa bukit barisan, sesar Sumatra, cekungan minyak, dan ngarai. Adanya Subduksi aktif dan patahan di Sumater menyebabkan munculnya Bukit Barisan sejajar sesar, yang merupakan lapisan permukaan tanah yang terangkat. Sesar tersebut merupakan sesar mendatar kanan (dextral) Sumatra yang membentuk pola rekahan sepanjang sesar, sebagian respon terhadap gerak gesernya. Panjang sesar Sumatra tersebut mencapai 1900 km. Dalam sesar Sumatra kita harus memperhatikan 3 zona yaitu zona Subduksi, Zona Silver plate, dan sesar Sumatra yang berupa sesar mendatar kanan. Dalam hal ini Zona subduksi merupakan zona tumbukan antara Lempeng Indo-Australia dengan Lempeng Eurasia. Zona silver palte merupakan zona patahan Mentawai, Zona ini berupa patahan naik akibat dari terpatahkannya lempeng Asia atau juga disebabkan oleh terpatahkannya batuan kumpulan (akresi) dari hasil tumbukan. Sesar Mentawai memanjang disekitar pulau-pulau Mentawai dari Utara Hingga ke Selatan. Dan terakhir Zona sesar Sumatra merupakan Zona sesar Semangko yang merupakan zona patahan memanjang dibagian barat Pulau Sumatra. Memangjang sepanjang 1900 Km Pada Sesar Sumatra juga terbagi menjadi beberapa segmen di antaranya segmen selatan, segmen tengah, dan segmen utara. Dengan adanya pembagian tersebut maka sangat membantu sekali bagi vulkanologis untuk menentukan besarnya magnitude suatu gempa dengan mengetahui lebar dan panjang bagian tersebut. Selain itu, di sumatra juga terdapat busur punggungan depan (Fore Arc Ridge), ini merupakan produk subduksi tetapi tidak berkaitan dengan magma melainkan berasal dari kumpulan material sedimen dari Burma dan teluk Benggala kemudian diendapkan di tepi Sumetera, karena adanya subduksi sehingga material tersebut membentuk prisma akresi (accreted sediment atau accretionary wedge).
Busur Sunda Timur
Jawa memiliki penampang yang sama seperti Sumatra, bahkan sabuk pegunungan magmatic merupakan kelanjutan dari Sumatra. Berbeda dengan Sumatra, batuan vulkanik yang ada di jawa relatif muda, lebih basa dengan basement berumur cretaceus atau awal tersier. Terdapat singkapan batuan yang berumur pre-eosen di daerah Karangsambung dan Bayat Kleten. Jika diamati maka batuan di Karangsambung bersifat lebih basa, dan berumur lebih tua dari batuan yang tersingkap di Bayat, selain itu di Karagsambung zona pengendapannya berada di laut dalam sementara di Bayat merupakan zona laut dangkal. Di karangsambung merupakan zona Subduksi awal. Kemudian dari sudut penunjaman subduksi, di zona subduksi jawa memiliki sudut penunjaman yang lebih curam jika dibandingkan dengan sudut penunjaman di Sumatra. Hal ini karena umur subduksi di Jawa lebih tua dibandingkan dengan umur subduksi Sumatra. Hal ini terjadi karena lempeng dengan komposisi yang sama tetapi memiliki umur yang lebih tua maka lempeng tersebut akan memiliki densitas lebih besar sehingga akan menghasilakan sudut penunjaman yang lebih curam. Kedalaman palung Jawa makin kecil kearah tenggara. Kedalaman palung di Sumatra Utara hanya 4500 m, sementara di selatan Jawa mencapai 6000–7000 m. Perbedaan kedalaman ini disebabkan oleh ketebalan sedimentasinya (di Sumatra lebih tebal daripada di Jawa). Di Sumatra sedimen berasal dari Burma dan teluk Benggala dengan kelajuan yang besar, intercalated dengan turbudite. Di selatan Jawa hanya terendapkan sedimen pelagic (laut dalam) yang tipis. Hampir semua sedimen terrigenous dari Jawa terprangkap di cekungan busur depan. Palung Jawa di bagian timur juga semakin dangkal karena pengaruh sedimentasi dari benua Australia.