Lompat ke isi

Arswendo Atmowiloto: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Farras (bicara | kontrib)
Baris 31: Baris 31:


== Kontroversi ==
== Kontroversi ==
Pada tanggal 15 Oktober 1990,<ref name="pantau"/> ''Monitor'' merilis tabel nama berjudul "Ini Dia: 50 Tokoh yang Dikagumi Pembaca". Dari 50 tokoh yang ada dalam daftar itu, Arswendo menempati peringkat ke-10, di atas [[Muhammad]] (ke-11). Peringkat ini menuai kritik dari para tokoh Muslim (kecuali [[Abdurrahman Wahid]] yang berpendapat bahwa ''Monitor'' punya hak terbit<ref>{{cite book |last1=Ramage |first1=Douglas E. |title=Politics in Indonesia: Democracy, Islam and the Ideology of Tolerance |date=2002 |publisher=Routledge |isbn=9781134711093 |url=https://books.google.co.uk/books?id=22ZHayT5sF4C&pg=PT146 |language=en}}</ref>). Massa yang marah berdatangan ke kantor ''Monitor'' pada 17 Oktober, dua hari setelah daftarnya dirilis.<ref name="pantau"/>
Pada tahun [[1990]], ketika menjadi pemimpin redaksi tabloid ''[[Monitor]]'', ia ditahan dan dipenjara karena satu [[jajak pendapat]]. Ketika itu, tabloid ''Monitor'' memuat hasil jajak pendapat tentang siapa yang menjadi tokoh pembaca. Arswendo terpilih menjadi tokoh nomor 10, satu tingkat di atas Nabi Muhammad yang terpilih menjadi tokoh nomor 11. Sebagian masyarakat Muslim marah dan terjadi keresahan di tengah masyarakat. Arswendo kemudian diproses secara hukum sampai divonis hukuman 5 tahun penjara.<ref>[https://metro.tempo.co/read/1226499/jurnalis-arswendo-atmowiloto-wafat-ini-rekam-jejaknya Jurnalis Arswendo Atmowiloto Wafat, Ini Rekam Jejaknya]</ref>

Arswendo meminta maaf secara terbuka melalui siaran televisi pada tanggal 19 Oktober. Ia meminta maaf karena menerbitkan hasil jajak pendapat "tanpa penyuntingan". Tabloid ''Monitor'' juga merilis permohonan maaf di berbagai surat kabar di seluruh Indonesia.<ref name="pantau"/>{{sfn|Shiraishi|1997|pp=153–154}} Keesokan harinya, unjuk rasa pecah di [[Jakarta]] dan [[Bandung]]. Staf ''Monitor'' mulai menyelamatkan arsip dan dokumen tabloid pada malam tanggal 21 Oktober. ''Monitor'' edisi 22 Oktober memuat pernyataan maaf.<ref name="pantau"/> Pada 22 Oktober, sejumlah kelompok pemuda Muslim berunjuk rasa di jalanan dan merusak kantor ''Monitor''.<ref name="pantau"/> ''Monitor'', tabloid yang peredarannya mencapai 470.000–720.000 eksemplar saat itu,<ref name="censorship">{{cite book |last1=Jones |first1=Derek |title=Censorship: A World Encyclopedia |date=2001 |publisher=Routledge |isbn=9781136798634 |url=https://books.google.co.uk/books?id=nzisCQAAQBAJ&pg=PT5895 |language=en}}</ref> berhenti terbit setelah izinnya dicabut pada 23 Oktober oleh Menteri Penerangan [[Harmoko]] (pemegang saham ''Monitor'')<ref name="pantau"/> dan Arswendo diberhentikan oleh [[Kompas Gramedia Group|Gramedia]].<ref name="yh"/> Pers menjuluki Arswendo sebagai "[[Salman Rushdie]]-nya Indonesia".<ref name="censorship"/><ref>{{cite book |title=Asiaweek, Volume 16 |date=1990 |publisher=Asiaweek Limited |page=129 |url=https://books.google.co.uk/books?id=Dh4NAQAAMAAJ |language=en|ref=harv}}</ref>

Arswendo secara resmi ditahan polisi pada tanggal 26 Oktober 1990. Namun, ia mengatakan dalam satu wawancara bahwa ia masih bebas sebelum vonis hakim dan "dijebloskan ke sel cuma sehari saat wartawan mau wawancara".<ref name="pantau"/> Pada April 1991, Arswendo dituduh melakukan [[subversi]] dan dihukum lima tahun penjara.<ref name="censorship"/> Pengadilan menyatakan Arswendo seharusnya menyunting hasil kuis untuk mencegah provokasi terhadap pembaca yang masih muda.{{sfn|Shiraishi|1997|pp=153–154}} Persidangan Arswendo menjadi salah satu persidangan yang paling ketat pengamanannya dalam sejarah Indonesia. ''Tempo'' menulis sekitar 1.000 personel dikerahkan untuk mengamankan jalannya sidang.<ref name="pantau"/>

Di penjara, Arswendo menulis sejumlah karya sastra, cerita bernada absurd, dan anekdot humor.<ref name="badanbahasa"/> Salah satu tulisan yang dibuatnya di penjara, ''Menghitung Hari'', bercerita tentang kehidupan di penjara dan diterbitkan tahun 1993. Pada tahun 1995, ''Menghitung Hari'' diangkat menjadi [[sinetron]] di [[SCTV (Indonesia)|SCTV]] yang kelak memenangi penghargaan film terbaik di Festival Sinetron Indonesia 1995. Atas keberhasilan sinetron ini, kegiatan syukuran diadakan di dalam penjara.<ref name="tirto"/> Arswendo menulis kurang lebih 20 buku di tahanan, rata-rata memakai [[nama samaran]].<ref>{{cite news |last1=Kustiani |first1=Rini |title=Arswendo Atmowiloto Meninggal, Pernah Berpesan untuk Para Napi |url=https://seleb.tempo.co/read/1226408/arswendo-atmowiloto-meninggal-pernah-berpesan-untuk-para-napi/full&view=ok |accessdate=20 July 2019 |work=Tempo |date=19 July 2019 |language=id}}</ref> Arswendo was released from prison in August 1993.<ref name="censorship"/>


== Kehidupan pribadi ==
== Kehidupan pribadi ==

Revisi per 21 Juli 2019 06.09

Templat:Infobox artis indonesia Arswendo Atmowiloto (26 November 1948 – 19 Juli 2019)[1] adalah penulis dan wartawan Indonesia yang aktif di berbagai majalah dan surat kabar seperti Hai dan KOMPAS. Ia menulis cerpen, novel, naskah drama, dan skenario film.[2]

Pendidikan dan karier

Arswendo pernah kuliah di IKIP Solo, tetapi tidak tamat. Ia pernah memimpin Bengkel Sastra Pusat Kesenian Jawa Tengah di Solo (1972), wartawan Kompas dan pemimpin redaksi Hai, Monitor, dan Senang.

Tahun 1979 mengikuti International Writing Program di Universitas Iowa, Iowa City, Amerika Serikat.[3]

Ia pernah mengelola tabloid Bintang Indonesia setelah menemui Sudwikatmono, penerbitnya. Arswendo berhasil menghidupkan tabloid itu, tetap dirinya hanya bertahan tiga tahun. Ia kemudian mendirikan perusahaannya sendiri, PT. Atmo Bismo Sangotrah, yang memayungi sedikitnya tiga media cetak: tabloid anak Bianglala, Ina (kemudian jadi Ino), serta tabloid Pro-TV. Selain aktif menulis, ia juga memiliki sebuah rumah produksi sinetron.

Kontroversi

Pada tanggal 15 Oktober 1990,[4] Monitor merilis tabel nama berjudul "Ini Dia: 50 Tokoh yang Dikagumi Pembaca". Dari 50 tokoh yang ada dalam daftar itu, Arswendo menempati peringkat ke-10, di atas Muhammad (ke-11). Peringkat ini menuai kritik dari para tokoh Muslim (kecuali Abdurrahman Wahid yang berpendapat bahwa Monitor punya hak terbit[5]). Massa yang marah berdatangan ke kantor Monitor pada 17 Oktober, dua hari setelah daftarnya dirilis.[4]

Arswendo meminta maaf secara terbuka melalui siaran televisi pada tanggal 19 Oktober. Ia meminta maaf karena menerbitkan hasil jajak pendapat "tanpa penyuntingan". Tabloid Monitor juga merilis permohonan maaf di berbagai surat kabar di seluruh Indonesia.[4][6] Keesokan harinya, unjuk rasa pecah di Jakarta dan Bandung. Staf Monitor mulai menyelamatkan arsip dan dokumen tabloid pada malam tanggal 21 Oktober. Monitor edisi 22 Oktober memuat pernyataan maaf.[4] Pada 22 Oktober, sejumlah kelompok pemuda Muslim berunjuk rasa di jalanan dan merusak kantor Monitor.[4] Monitor, tabloid yang peredarannya mencapai 470.000–720.000 eksemplar saat itu,[7] berhenti terbit setelah izinnya dicabut pada 23 Oktober oleh Menteri Penerangan Harmoko (pemegang saham Monitor)[4] dan Arswendo diberhentikan oleh Gramedia.[8] Pers menjuluki Arswendo sebagai "Salman Rushdie-nya Indonesia".[7][9]

Arswendo secara resmi ditahan polisi pada tanggal 26 Oktober 1990. Namun, ia mengatakan dalam satu wawancara bahwa ia masih bebas sebelum vonis hakim dan "dijebloskan ke sel cuma sehari saat wartawan mau wawancara".[4] Pada April 1991, Arswendo dituduh melakukan subversi dan dihukum lima tahun penjara.[7] Pengadilan menyatakan Arswendo seharusnya menyunting hasil kuis untuk mencegah provokasi terhadap pembaca yang masih muda.[6] Persidangan Arswendo menjadi salah satu persidangan yang paling ketat pengamanannya dalam sejarah Indonesia. Tempo menulis sekitar 1.000 personel dikerahkan untuk mengamankan jalannya sidang.[4]

Di penjara, Arswendo menulis sejumlah karya sastra, cerita bernada absurd, dan anekdot humor.[10] Salah satu tulisan yang dibuatnya di penjara, Menghitung Hari, bercerita tentang kehidupan di penjara dan diterbitkan tahun 1993. Pada tahun 1995, Menghitung Hari diangkat menjadi sinetron di SCTV yang kelak memenangi penghargaan film terbaik di Festival Sinetron Indonesia 1995. Atas keberhasilan sinetron ini, kegiatan syukuran diadakan di dalam penjara.[11] Arswendo menulis kurang lebih 20 buku di tahanan, rata-rata memakai nama samaran.[12] Arswendo was released from prison in August 1993.[7]

Kehidupan pribadi

Nama aslinya adalah Sarwendo, dengan nama baptis Paulus. Nama itu diubahnya menjadi Arswendo karena dianggapnya kurang komersial dan pop. Lalu di belakang namanya itu ditambahkan nama ayahnya, Atmowiloto, sehingga namanya menjadi apa yang dikenal luas sekarang.

Kakaknya, Satmowi Atmowiloto, adalah seorang kartunis.

Karya

Dalam penulisan, tidak jarang dia menggunakan nama samaran. Untuk cerita bersambungnya, Sudesi (Sukses dengan Satu Istri), di harian Kompas, ia menggunakan nama Sukmo Sasmito. Untuk Auk yang dimuat di Suara Pembaruan ia memakai nama Lani Biki, kependekan dari Laki Bini Bini Laki, nama iseng yang ia pungut sekenanya. Nama-nama lain pernah dipakainya adalah Said Saat dan B.M.D. Harahap.

Sinetron

  • 1 Kakak 7 Ponakan (RCTI, 1996)
  • Keluarga Cemara (RCTI, 1996–2002)
  • Deru Debu (SCTV, 1994–1996)
  • Jalan Makin Membara II (SCTV, 1995–1996)
  • Jalan Makin Membara III (SCTV, 1996–1997)
  • Imung (SCTV, 1997)
  • Ali Topan Anak Jalanan (SCTV, 1997–1998)

Penghargaan

Tahun 1972 ia memenangkan Hadiah Zakse atas esainya "Buyung -Hok dalam Kreativitas Kompromi". Dramanya, Penantang Tuhan dan Bayiku yang Pertama, memperoleh hadiah harapan dan hadiah perangsang dalam Sayembara Penulisan Naskah Sandiwara DKJ 1972 dan 1973. Pada tahun 1975 dalam sayembara yang sama dia mendapatkan hadiah harapan atas drama Sang Pangeran. Dramanya yang lain, Sang Pemahat, memperoleh Hadiah Harapan I Sayembara Penulisan Naskah Sandiwara Anak-Anak DKJ 1976. Selain itu, karyanya Dua Ibu (1981), Keluarga Bahagia (1985), dan Mendoblang (1987) mendapatkan hadiah Yayasan Buku Utama Departemen P & K tahun 1981, 1985, dan 1987. Tahun 1987 Arswendo memperoleh Hadiah Sastra Asean.[13]

Wafat

Pada hari Jumat, 19 Juli 2019, Arswendo meninggal dunia di rumahnya pada pukul 17.50 WIB setelah mengalami sakit kanker prostat.[14]

Referensi

  1. ^ "Menyoal Kanker Prostat yang Diderita Arswendo Atmowiloto". CNN Indonesia. Diakses tanggal 19 Juli 2019. 
  2. ^ "Kabar Duka, Sastrawan dan Wartawan Senior Arswendo Atmowiloto Meninggal Dunia". Tabloid Bintang. Diakses tanggal 19 Juli 2019. 
  3. ^ Dewan Redaksi Ensiklopedi Sastra Indonesia. (2004). Ensiklopedi Sastra Indonesia. Bandung: Titian Ilmu. ISBN 9799012120 hlm. 84
  4. ^ a b c d e f g h Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama pantau
  5. ^ Ramage, Douglas E. (2002). Politics in Indonesia: Democracy, Islam and the Ideology of Tolerance (dalam bahasa Inggris). Routledge. ISBN 9781134711093. 
  6. ^ a b Shiraishi 1997, hlm. 153–154.
  7. ^ a b c d Jones, Derek (2001). Censorship: A World Encyclopedia (dalam bahasa Inggris). Routledge. ISBN 9781136798634. 
  8. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama yh
  9. ^ Asiaweek, Volume 16 (dalam bahasa Inggris). Asiaweek Limited. 1990. hlm. 129. 
  10. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama badanbahasa
  11. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama tirto
  12. ^ Kustiani, Rini (19 July 2019). "Arswendo Atmowiloto Meninggal, Pernah Berpesan untuk Para Napi". Tempo. Diakses tanggal 20 July 2019. 
  13. ^ Dewan Redaksi Ensiklopedi Sastra Indonesia. (2004). Ensiklopedi Sastra Indonesia. Bandung: Titian Ilmu. ISBN 9799012120 hlm. 84
  14. ^ Sastrawan dan Wartawan Senior Arswendo Atmowiloto Meninggal Dunia

Pranala luar