Lompat ke isi

Sunario Sastrowardoyo: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 15: Baris 15:
Setelah ia lulus dari ''Frobelschool'', ia masuk ke ''Europeesche Lagere School'' (ELS), yang merupakan [[Sekolah Dasar]] di [[Madiun]] tahun [[1909]] - [[1916]], Sunario tinggal di rumah kakeknya yang merupakan pensiunan Mantri Kadaster yang bernama Sastrosentono. Sunario termasuk murid yang cerdas dan tidak pernah tinggal kelas yang membuat orang tuanya bangga.<ref>M.D., Sagiman. [[1993]]. ''90 Tahun Prof. Mr. Sunario, Manusia Langka Indonesia''. Jakarta: PT Rosda Jayaputra Jakarta.</ref>
Setelah ia lulus dari ''Frobelschool'', ia masuk ke ''Europeesche Lagere School'' (ELS), yang merupakan [[Sekolah Dasar]] di [[Madiun]] tahun [[1909]] - [[1916]], Sunario tinggal di rumah kakeknya yang merupakan pensiunan Mantri Kadaster yang bernama Sastrosentono. Sunario termasuk murid yang cerdas dan tidak pernah tinggal kelas yang membuat orang tuanya bangga.<ref>M.D., Sagiman. [[1993]]. ''90 Tahun Prof. Mr. Sunario, Manusia Langka Indonesia''. Jakarta: PT Rosda Jayaputra Jakarta.</ref>


Setelah menyelesaikan pendidikan di ELS, Sunario melanjutkan sekolahnya ke MULO, yang merupakan singkatan dari ''Meer Uitgebreid Lager Onderwijs'' (sejenis dengan [[Sekolah Menengah Pertama]]) di [[Madiun]]. Ia bersekolah disini hanya 1 tahun, dan pada tahun [[1917]] ia pindah ke ''Rechtschool'' (setingkat dengan SMK/Sekolah Menengah Kejuruan hukum) di [[Batavia]]. Di Batavia, ia tinggal di rumah pamannya, yang bernama Kusman dan Kunto. Di ''Rechschool'', ia belajar hukum dan belajar [[bahasa Perancis]]. Sewaktu ia bersekolah disitu, ia menjadi anggota [[Jong Java]].<ref>M.D., Sagiman. [[1993]]. ''90 Tahun Prof. Mr. Sunario, Manusia Langka Indonesia''. Jakarta: PT Rosda Jayaputra Jakarta.</ref>
Setelah menyelesaikan pendidikan di ELS, Sunario melanjutkan sekolahnya ke MULO, yang merupakan singkatan dari ''Meer Uitgebreid Lager Onderwijs'' (sejenis dengan [[Sekolah Menengah Pertama]]) di [[Madiun]]. Ia bersekolah disini hanya 1 tahun, dan pada tahun [[1917]] ia pindah ke ''Rechtschool'' (setingkat dengan SMK/Sekolah Menengah Kejuruan Hukum) di [[Batavia]]. Di Batavia, ia tinggal di rumah pamannya, yang bernama Kusman dan Kunto. Di ''Rechschool'', ia belajar hukum dan belajar [[bahasa Perancis]]. Sewaktu ia bersekolah disitu, ia menjadi anggota [[Jong Java]].<ref>M.D., Sagiman. [[1993]]. ''90 Tahun Prof. Mr. Sunario, Manusia Langka Indonesia''. Jakarta: PT Rosda Jayaputra Jakarta.</ref>


Setelah ia menyelesaikan pendidikannya di ''Rechtschool'', ia melanjutkan pelajarannya ke [[Belanda]]. Ia berangkat ke Belanda dengan biaya sendiri dengan menaiki kapal sampai ke [[Genoa]], lalu meneruskan perjalanan dengan kereta api ke [[Brussel]], [[Belgia]] dan menginap disana semalam. Setelah itu, ia pergi ke [[Den Haag]] dan mengganti kereta api menuju [[Leiden]]. Di Leiden, ia diterima di [[Universitas Leiden]] dan mengikuti kuliah doktoral, sehingga pada tahun [[1925]] ia meraih gelar ''Mr.'' atau ''Meester in de Rechten'' yang artinya ahli dalam ilmu hukum. Ia menerima ijazah pada tanggal [[15 Desember]] dan ditandatangani oleh Prof. C. van Vollenhoven dan Prof. N.Y. Krom. Selama di [[Belanda]], ia menjadi anggota [[Perhimpunan Indonesia]].
Setelah ia menyelesaikan pendidikannya di ''Rechtschool'', ia melanjutkan pelajarannya ke [[Belanda]]. Ia berangkat ke Belanda dengan biaya sendiri dengan menaiki kapal sampai ke [[Genoa]], lalu meneruskan perjalanan dengan kereta api ke [[Brussel]], [[Belgia]] dan menginap disana semalam. Setelah itu, ia pergi ke [[Den Haag]] dan mengganti kereta api menuju [[Leiden]]. Di Leiden, ia diterima di [[Universitas Leiden]] dan mengikuti kuliah doktoral, sehingga pada tahun [[1925]] ia meraih gelar ''Mr.'' atau ''Meester in de Rechten'' yang artinya ahli dalam ilmu hukum. Ia menerima ijazah pada tanggal [[15 Desember]] dan ditandatangani oleh Prof. C. van Vollenhoven dan Prof. N.Y. Krom. Selama di [[Belanda]], ia menjadi anggota [[Perhimpunan Indonesia]].

Revisi per 4 Juli 2008 17.41

Mr. Soenario

Prof. Mr. Soenario (Madiun, Jawa Timur, 28 Agustus 1902) adalah salah satu tokoh Indonesia pada masa pergerakan kemerdekaan Indonesia dan pernah menjabat sebagai ketua Perhimpunan Indonesia di Belanda.

Ia menjabat sebagai Menteri Luar Negeri pada periode 1953-1955. Di masa jabatannya sebagai Menteri Luar Negeri Mr. Soenario menjabat sebagai Ketua Delegasi RI dalam Konferensi Asia Afrika di Bandung pada tahun 1955.

Ia juga pernah menjabat sebagai Duta Besar RI untuk Inggris periode 1956 - 1961.

Kehidupan Awal

Kelahiran dan Latar Belakang Keluarga

Soenario lahir di Madiun, Jawa Timur pada tanggal 28 Agustus 1902. Ia adalah anak dari pasangan Sutejo Sastrowardoyo yang merupakan mantan wedana di Uteran dan Suyati Kartokusumo. Pada saat itu, program Keluarga Berencana dengan semboyannya, Keluarga Kecil Keluarga Bahagia belum banyak dikenal oleh masyarakat, bahkan semboyan Keluarga Besar Keluarga Bahagia lebih dikenal oleh masyarakat Indonesia, sehingga pasangan Sutejo Sastrowardoyo dan Suyati Kartokusumo memiliki 14 anak, dimana Sunario sendiri merupakan anak pertama dan memiliki 13 adik[1].

Pendidikan

Pada tahun 1908, Soenario masuk ke Frobelschool (sekolah taman kanak-kanak) di Madiun. Di sekolah tersebut, ia diajar oleh guru-guru wanita yang bernama Mejuffrouw Acherbeek dan Mejuffrouw Tien.[2]

Setelah ia lulus dari Frobelschool, ia masuk ke Europeesche Lagere School (ELS), yang merupakan Sekolah Dasar di Madiun tahun 1909 - 1916, Sunario tinggal di rumah kakeknya yang merupakan pensiunan Mantri Kadaster yang bernama Sastrosentono. Sunario termasuk murid yang cerdas dan tidak pernah tinggal kelas yang membuat orang tuanya bangga.[3]

Setelah menyelesaikan pendidikan di ELS, Sunario melanjutkan sekolahnya ke MULO, yang merupakan singkatan dari Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (sejenis dengan Sekolah Menengah Pertama) di Madiun. Ia bersekolah disini hanya 1 tahun, dan pada tahun 1917 ia pindah ke Rechtschool (setingkat dengan SMK/Sekolah Menengah Kejuruan Hukum) di Batavia. Di Batavia, ia tinggal di rumah pamannya, yang bernama Kusman dan Kunto. Di Rechschool, ia belajar hukum dan belajar bahasa Perancis. Sewaktu ia bersekolah disitu, ia menjadi anggota Jong Java.[4]

Setelah ia menyelesaikan pendidikannya di Rechtschool, ia melanjutkan pelajarannya ke Belanda. Ia berangkat ke Belanda dengan biaya sendiri dengan menaiki kapal sampai ke Genoa, lalu meneruskan perjalanan dengan kereta api ke Brussel, Belgia dan menginap disana semalam. Setelah itu, ia pergi ke Den Haag dan mengganti kereta api menuju Leiden. Di Leiden, ia diterima di Universitas Leiden dan mengikuti kuliah doktoral, sehingga pada tahun 1925 ia meraih gelar Mr. atau Meester in de Rechten yang artinya ahli dalam ilmu hukum. Ia menerima ijazah pada tanggal 15 Desember dan ditandatangani oleh Prof. C. van Vollenhoven dan Prof. N.Y. Krom. Selama di Belanda, ia menjadi anggota Perhimpunan Indonesia.

Pranala luar

Referensi

  • M.D., Sagiman. 1993. 90 Tahun Prof. Mr. Sunario, Manusia Langka Indonesia. Jakarta: PT Rosda Jayaputra Jakarta.
Didahului oleh:
Moekarto Notowidigdo
Menteri Luar Negeri Indonesia
1953 - 1955
Diteruskan oleh:
Ide Anak Agung Gde Agung
  1. ^ M.D., Sagiman. 1993. 90 Tahun Prof. Mr. Sunario, Manusia Langka Indonesia. Jakarta: PT Rosda Jayaputra Jakarta.
  2. ^ M.D., Sagiman. 1993. 90 Tahun Prof. Mr. Sunario, Manusia Langka Indonesia. Jakarta: PT Rosda Jayaputra Jakarta.
  3. ^ M.D., Sagiman. 1993. 90 Tahun Prof. Mr. Sunario, Manusia Langka Indonesia. Jakarta: PT Rosda Jayaputra Jakarta.
  4. ^ M.D., Sagiman. 1993. 90 Tahun Prof. Mr. Sunario, Manusia Langka Indonesia. Jakarta: PT Rosda Jayaputra Jakarta.