Lompat ke isi

Suku Tidung: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Alamnirvana (bicara | kontrib)
WikiDreamer Bot (bicara | kontrib)
k bot Menambah: fr:Tidung
Baris 37: Baris 37:
[[Kategori:Suku bangsa di Sabah|Tidung]]
[[Kategori:Suku bangsa di Sabah|Tidung]]
[[Kategori:Suku bangsa di Kalimantan Timur|Tidung]]
[[Kategori:Suku bangsa di Kalimantan Timur|Tidung]]

[[fr:Tidung]]

Revisi per 6 Juli 2008 19.32

Suku Tidung merupakan suku yang tanah asalnya berada di bagian utara Kalimantan Timur. Suku ini juga merupakan anak negeri di Sabah, jadi merupakan suku bangsa yang terdapat di Indonesia maupun Malaysia (negeri Sabah). Suku Tidung semula memiliki kerajaan yang disebut Kerajaan Tidung. Tetapi akhirnya punah karena adanya politik adu domba oleh pihak Belanda.

Bahasa Tidung

Bahasa Tidung dialek Tarakan merupakan bahasa Tidung yang pertengahan karena dipahami oleh semua warga suku Tidung. Beberapa kata bahasa Tidung masih memiliki kesamaan dengan bahasa Kalimantan lainnya. Kemungkinan suku Tidung masih berkerabat dengan suku Dayak rumpun Murut (suku-suku Dayak yang ada di Sabah). Karena suku Tidung beragama Islam dan mengembangkan kerajaan Islam sehingga tidak dianggap sebagai suku Dayak, tetapi dikategorikan suku yang berbudaya Melayu seperti suku Banjar, suku Kutai, dan suku Pasir.

Kosa kata Bahasa Tidung

Persamaan kosakata bahasa Tidung dengan bahasa-bahasa Kalimantan lainnya, misalnya :

Bahasa Tidung termasuk dalam "Kelompok Bahasa Tidung" salah satu bagian dari Kelompok Bahasa Dayak Murut.

Kelompok Bahasa Tidung terdiri :

  1. Bahasa Tidung (tid)
  2. Bahasa Bulungan (blj)
  3. Bahasa Kalabakan (kve)
  4. Bahasa Murut Sembakung (sbr)
  5. Bahasa Murut Serudung (srk)

Kesultanan Sulu

Dikatakan Sultan Sulu yang bernama Sultan Salahuddin-Karamat atau Pangiran Bakhtiar telah berkahwin dengan seorang gadis Tionghoa yang berasal dari daerah Tirun (Tidung). Dan juga karena ingin mengamankan wilayah North-Borneo (Kini Sabah) selepas mendapat wilayah tersebut dari Sultan Brunei, seorang putera Sultan Salahuddin-Karamat iaitu Sultan Badaruddin-I juga telah memperisterikan seorang Puteri Tirun atau Tidung (isteri kedua) yang merupakan anak kepada pemerintah awal di wilayah Tidung. (Isteri pertama Sultan Badaruddin-I, dikatakan adalah gadis dari Soppeng, Sulawesi Selatan. Maka lahirlah Datu Lagasan yang kemudianya menjadi Sultan Sulu bergelar, Sultan Alimuddin-I ibni Sultan Badaruddin-I). Dari zuriat Sultan Alimuddin-I inilah dikatakan datangnya Keluarga Kiram dan Shakiraullah di Sulu.

Maka dari darah keturunan dari Puteri Tidung ini lah seorang putera bernama Datu Bantilan dan seorang puteri bernama Dayang Meria. Datu Bantilan kemudiannya menaiki takhta Kesultanan Sulu (menggantikan abangnya Sultan Alimuddin-I) pada tahun sekitar 1748, bergelar Sultan Bantilan Muizzuddin. Adindanya Dayang Meria dikatakan berkahwin dengan seorang pedagang Tionghoa, dan kemudiannya melahirkan Datu Teteng atau Datu Tating. Dan dari zuriat Sultan Bantilan Muizzuddin inilah datangnya Keluarga Maharajah Adinda, yang kini merupakan "Pewaris Sebenar" kepada Kesultanan Sulu mengikut Sistem Protokol Kesultanan yang dipanggil "Tartib Sulu".

Dikatakan juga pewaris sebenar itu bergelar, Duli Yang Maha Mulia (DYMM) Sultan Aliuddin Haddis Pabila. Dan juga dinyatakan bahawa 'Putera Mahkota' kesultanan Sulu kini adalah putera bongsu kepada DYMM Sultan Aliuddin yang bernama Duli Yang Teramat Mulia (DYTM) Datu Ali Aman atau digelar juga sebagai "Raja Bongsu-II" (*Gelaran ini mungkin mengambil sempena nama moyang mereka yang bernama Raja Bongsu atau Pengiran Shahbandar Maharajalela, yang merupakan putera-bongsu kepada Sultan Muhammad Hassan dari Brunei. Dikatakan Raja Bongsu ini telah dihantar ke Sulu menjadi Sultan Sulu menggantikan pamannya Sultan Batarasah Tengah ibnu Sultan Buddiman Ul-Halim yang tiada putera. Ibu Raja Bongsu ini adalah puteri kepada Sultan Pangiran Buddiman Ul-Halim yang berkahwin dengan Sultan Muhammad Hassan).

Pranala luar