Lompat ke isi

Joseon: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Taman Renyah (bicara | kontrib)
Taman Renyah (bicara | kontrib)
Baris 168: Baris 168:


==Penjajahan Jepang==
==Penjajahan Jepang==

{{Main|Penjajahan Jepang atas Korea}}

Dalam seri [[Pertempuran Port Arthur]] di tahun 1905, Jepang melibas Rusia tanpa ampun. Sebelumnya Rusia dan Tiongkok adalah payung Korea dan melindunginya dari invasi langsung, namun akibat kekalahan Rusia dan jatuhnya Tiongkok ke tangan Jepang, tinggallah Korea yang nasibnya bergantung pada belas kasihan Jepang.

Dengan berakhirnya [[Perang Russo-Jepang]] 1904-1905 dalam kesepakatan dalam [[Perjanjian Portsmouth]], jalan Jepang ke Korea semakin terbuka. Setelah menandatangani [[Perjanjian Portektorat]] tahun 1905, Korea menjadi protektorat Jepang dengan gubernur Jenderal pertama adalah [[Ito Hirobumi]]. Hirobumi tewas tahun 1909 di [[Harbin]] setelah dibunuh nasionalis Korea, [[Ahn Jung-geun]]. Peristiwa ini menyebabkan Jepang menjajah Korea tahun 1910.

==Keluarga saat ini==
==Keluarga saat ini==
==Keluarga kekaisaran==
==Keluarga kekaisaran==

Revisi per 24 Juli 2008 09.02

Kerajaan Joseon

대조선국 (大朝鮮國)
조선왕조 (朝鮮王朝)
1392–1897
Lambang Kerajaan Joseon
Teritori Joseon setelah penaklukkan Jurchen oleh Raja Sejong
Teritori Joseon setelah penaklukkan Jurchen oleh Raja Sejong
Ibu kotaHanseong
Bahasa yang umum digunakanKorea
Agama
Neo-Konfusianisme
PemerintahanMonarki
Wang 
• 1392 - 1398
Taejo (pertama)
• 1863 - 1897
Gojong (terakhir)1
Yeong-uijeong 
• 1431 - 1449
Hwang Hui
• 1466 - 1472
Han Myeonghoe
• 1592 - 1598
Ryu Seongryong
• 1894
Kim Hongjip
Era SejarahKerajaan
• Pemberontakan 1388
20 Mei 1388
• Penobatan Taejo
1392 1392
9 Oktober 1446
1592 - 1598
1636 - 1637
27 Februari 1876
• Perubahan jadi kekaisaran
12 Oktober 1897 1897
Didahului oleh
Digantikan oleh
Goryeo
ksrKekaisaran
Korea
1Menjadi Kekaisaran Korea tahun 1897
Sunting kotak info
Sunting kotak info • Lihat • Bicara
Info templat
Bantuan penggunaan templat ini

Dinasti Joseon, Chosŏn, Chosun, Choseon (Juli 1392Agustus 1910), adalah sebuah negara berdaulat yang didirikan oleh Yi Seong-gye yang pada saat ini menjadi Korea. Dinasti Joseon bertahan selama 5 abad lebih. Pendirian Joseon terjadi setelah lengsernya Dinasti Goryeo yang beribukotakan di Gaeseong dan kemudian berpindah ke Hanyang. Wilayah Dinasti Joseon diperluas sampai batas Sungai Yalu dan Duman di paling utara setelah berhasil menaklukkan bangsa Jurchen. Joseon merupakan dinasti Konfusius yang terlama memerintah di dunia. Setelah pendeklarasian Kekaisaran Korea tahun 1894, masa kekuasaan dinasti ini berakhir saat dimulainya penjajahan Jepang tahun 1910.

Pendiri Joseon adalah Yi Seong-gye yang diangkat jadi Raja Taejo. Ia adalah seorang anggota klan Yi dari Jeonju yang melakukan kudeta terhadap Raja Woo dari Goryeo. Yi Seong-gye terkenal sebagai ahli militer cerdik dalam memimpin perang terhadap bajak laut Jepang yang mengganggu perairan Korea. Ia memindahkan ibukota dari Gaegyeong (kini Gaeseong) ke Hanseong dan mendirikan istana Gyeongbok tahun 1394. Suksesi secara patrilineal dari Raja Taejo tidak pernah terputus sampai zaman moderen. Penguasa terakhir, Sunjong, atau Kaisar Yungheui yang diturunkan secara paksa oleh militer Jepang sebagai kepala negara pada tahun 1910. Penerus garis keturunan raja dari Dinasti Joseon pada saat ini hanyalah keturunan dari Yeongchinwang (Putra Mahkota Uimin) dan Uichinwang (Pangeran Uihwa) yang merupakan adik Sunjong.

Selama rezimnya, Joseon memimpin penuh Korea, menganut paham Konfusianisme dan menerapkannya dalam masyarakat, mengimpor dan mengadopsi kebudayaan Tionghoa. Pada saat inilah Korea mencapai kegemilangan dalam bidang budaya, literature, dan ilmu pengetahuan. Namun demikian Joseon mengalami kemunduran serius di akhir abad ke-16 sampai awal abad ke-17 akibat invasi Jepang dan invasi Dinasti Qing. Hal itu menyebabkan Joseon mulai menjalani kebijakan isolasi terhadap dunia luar sehingga dikenal sebagai Kerajaan Pertapa. Joseon perlahan membuka diri pada abad ke-18, namun menghadapi perselisihan internal, tekanan asing, serta pemberontakan dalam negeri sehingga menjelang akhir abad ke-19, Joseon mulai kehilangan kecakapannya. Pada tahun 1895, Joseon dipaksa menandatangani dokumen kemerdekaan dari Dinasti Qing setelah kemenangan Jepang dalam Perang Sino-Jepang Pertama serta Perjanjian Damai Shimonoseki. Pada tahun 1897-1910, Joseon secara umum dikenal sebagai Kekaisaran Korea untuk menandakan bahwa Joseon tidak lagi berada dalam kekuasaan Dinasti Qing. Kekaisaran Jepang mengakhiri era Dinasti Joseon pada tahun 1910 saat Raja Gojong dipaksa menandatangani Perjanjian Aneksasi Jepang – Korea.

Masa Dinasti Joseon telah meninggalkan warisan yang sangat berpengaruh bagi wajah Korea moderen; etiket dan norma-norma budaya, perilaku bermasyarakat, dan juga bahasa Korea moderen dan dialeknya berakar dari pola pemikiran tradisional periode ini.

Sejarah

Awal perkembangan

Di akhir abad ke-14 M, dinasti Goryeo yang berusia 400 tahun yang didirikan Wang-geon tahun 918 lengser, fondasinya melemah akibat perang yang berkepanjangan dan penjajahan de facto oleh Kekaisaran Mongol. Dalam tubuh kerajaannya sendiri juga mengalami perselisihan dikarenakan tidak hanya penguasanya gagal mengendalikan secara efektif kerajaannya, namun juga dianggap tercemari oleh generasi-generasi dari perkawinan paksa dengan anggota keluarga Kekaisaran Mongol dan keluarga rival (bahkan ibu dari Raja Woo adalah rakyat biasa, yang membuat tersebarnya rumor yang meragukan keturunannya dari Raja Gongmin. Dalam kerajaan, kelompok para bangsawan, jenderal, bahkan perdana menterinya terpecah-pecah dalam partai berbeda yang tujuannya mencari kekuasaan semata. Dengan meningkatnya serangan bajak laut Jepang dan kelompok Sorban Merah, kekuasaan kerajaan mulai didominasi oleh 2 kelompok bangsawan, Bangsawan Sinjin dan Bangsawan Gwonmun, serta seorang jenderal yang dapat menangkis ancaman asing; Jenderal berbakat Yi Seong-gye dan rivalnya Choe Yeong.

Menyusul berdirinya Dinasti Ming dibawah pimpinan Zhu Yuanzhang yang karismatik (Kaisar Hongwu), kekuasaan dalam tubuh Goryeo terpecah ke dalam faksi-faksi yang saling berkonflik yaitu kelompok yang dipimpin Jenderal Yi (pendukung Ming) dan Jenderal Choe (di posisi Mongol). Ketika utusan Ming tiba di Goryeo tahun 1388 (tahun ke-14 rezim Raja Woo) untuk meminta pengembalian teritori utara Goryeo kepada Ming, Jenderal Choe menggunakan kesempatan itu untuk melakukan invasi terhadap Semenanjung Liaodong (Goryeo mengklaim sebagai penerus kerajaan kuno Goguryeo dan menginginkan untuk mengembalikan kejayaannya dengan mengambil alih Manchuria). Jenderal Yi yang dapat dipercaya dijadikan pemimpin invasi, namun pada saat mencapai Pulau Wuihwa di Sungai Yalu, ia memberontak dan memimpin balik pasukan ke ibukota Gaegyeong, melakukan pembunuhan terhadap Jenderal Choe dan para pengikutnya. Ia memulai kudeta terhadap Raja Woo dan mengangkat putranya, Raja Chang pada tahun 1388. Karena usaha restorasinya gagal Jenderal Yi membunuh mantan Raja Woo dan Raja Chang lalu memaksa raja baru naik tahta, yakni Raja Gongyang. Setelah memaksakan kekuasaanya secara tidak langsung melalui raja boneka, Yi mulai bersekutu denagn Bangsawan Sinjin seperti Jeong Do-jeon dan Jo Jun. Sebagai jenderal de facto Goryeo, ia membuat Undang-Undang Gwajeon yang secara efektif bertujuan untuk menyita tanah dari tuan tanah kaya dan kelompok bangsawan konservatif Gwonmun, lalu membagi-bagikannya kepada pendukungnya di kelompok Sinjin. Pada tahun 1392 (tahun ke-4 rezim Raja Gongyang), putra ke-5 Yi, Yi Bang-won, demi kesetiaanya pada ayahnya memerintahkan 5 orang untuk mengeksekusi seorang bangsawan pendukung rezim lama bernama Jeong Mong-ju di Jembatan Seonjuk dekat ibukota. Tahun yang sama, Yi menuruntahtakan Raja Gongyang, mengasingkannya ke Wonju dan naik tahta. Dinsati Goryeo berakhir setelah 500 tahun berkuasa.

Penghapusan sisa-sisa Goryeo

Pada awal kekuasaan Yi Seong-gye, sekarang Raja Taejo, berniat melanjutkan penggunaan nama Goryeo untuk negara dan secara sederhana mengubah garis kekuasaan untuk keturunannya, lalu tetap melanjutkan 500 tahun kekuasaan Goryeo. Namun dengan banyaknya ancaman dari kelompok pro-rezim sebelumnya, yakni kelompok bangsawan Gwonmun, Raja Taejo akhirnya melakukan reformasi besar seluruh sistem dengan nama dinasti Joseon pada tahun 1393.

Dengan deklarasi kekuasaan baru, kerajaan sekarang menemui masalah dengan sisa-sisa keturunan dari keluarga Wang. Raja Taejo dan pejabatnya merasa bahwa legitimasi kepemimpinannya selalu dipermasalahkan oleh sisa-sisa anggota keluarga Goryeo, mereka harus menekan pemberontakan massa atau justru membahayakan kursi kepemimpinan mereka yang baru. Akhirnya, Raja Taejo menyuruh perdana menterinya Jeong Do-jeon memerintahkan semua keluarga Wang pergi ke pantai barat dan mengasingkan mereka semua ke pulau Ganghwa, dimana mereka diharapkan dapat hidup tenang dan jauh dari pemerintahan. Namun semua rencana itu rupanya jebakan, pada saat berlayar kapal dengan sengaja ditabrakkan ke karang sampai tenggelam bersama seluruh penumpangnya. Konon berdasarkan cerita rakyat beberapa anggota yang selamat dan mencapai daratan, mengganti nama marga mereka, Wang (王), menjadi Ok (玉) untuk menyembunyikan keturunan mereka.

Setelah seluruh sisa keluarga dari Goryeo disingkirkan, Raja Taejo menginginkan ibukota baru. Walau Gaegyeong telah menjadi ibukota pemerintahan selama lebih dari 400 tahun, adalah tradisi untuk dinasti baru memindahkan ibukota ke lokasi baru menurut cara faengshui dan geomansi. Gaegyeong (kini Gaeseong di Korea Utara) dianggap sudah kehilangan energi untuk dijadikan pusat pemerintahan. Hasilnya, 3 tempat terpilih sebagai calon ibukota baru: kaki gunung Gyeryeong serta kota Muak dan Seoul. Lokasi di kaki gunung Gyeryeong ditolak setelah diketahui memiliki tanah yang kurang bagus dan kurangnya sarana komunikasi, sementara Muak dipertimbangkan serius sebelum akhinrya Raja Taejo memutuskan Hanyang sebagai tempat yang paling tepat. Hanyang dapat dengan mudah dicapai dari darat dan laut, berpusat di tengah-tengah semenanjung Korea dan dalam sejarahnya tempat ini dahulu selalu diperebutkan Tiga Kerajaan karena tanahnya yang subur. Selama berabad-abad Hanyang dipercaya adalah tempat yang penuh aliran energi geomansi yang baik. Ia bergunung-gunung di utara dan berbukit-bukit di selatan sebagai pelindung, dan diantaranya terdapat dataran lapang sehingga memenuhi kriteria poros utara-selatan. Hanyang dijadikan ibukota resmi tahun 1394 dan nama formalnya adalah Hanseong. Istana dibangun di kaki gunung Bugak. Wilayah yang dihuni harimau ini secara cepat dibangun dengan jalan, gerbang, jembatan, perumahan, fasilitas publik dan 5 istana besar yang semuanya diselesaikan tahun 1394. Sebelum berakhirnya pertengahan abad ke-15, semua fasilitas kota telah diselesaikan dan berjalan dengan baik.

Perselisihan awal

Raja Taejo punya 2 orang istri, yang keduanya memberikan putra. Istri pertamanya, Ratu Sinui, telah lebih dulu meninggal saat penggulingan Goryeo, namun ia melahirkan 6 orang anak laki-laki. Istri Raja Taejo setelah penobatan adalah Raja Sindeok, yang melahirkan 2 orang putra. Ketika dinasti yang baru disahkan dan memerintah negeri, Taejo memilih untuk mengangkat salah seorang penerusnya. Walau putranya yang ke-5 dari Ratu Sinui, Yi Bang-won telah berjasa besar dalam membantu sepak terjang ayahnya, namun sebenarnya Yi Bang-won bermusuhan dengan 2 tokoh penting raja dalam kerajaan, perdana menteri Jeong Do-jeon dan Nam eun. Kedua pihak, Yi Bang-won dan perdana menteri memelihara kebencian dan saling merasa terancam.

Ketika jadi jelas Yi Bang-won adalah penerus kerajaan, Jeong Do-jeon menggunakan kekuasaannya untuk mempengaruhi keputusan raja agar memilih penerus dari putranya yang paling ia sayangi, bukannya dari yang paling cocok untuk menduduki jabatan raja. Pada tahun 1392, putra ke-8 raja (putra ke-2 dari Ratu Sindeok), Pangeran Besar Ui-an (Yi Bang-seok) ditunjuk sebagai Pangeran Penerus Kerajaan. Setelah kematian tiba-tiba ratu, dan suasana istana masih diliputi duka, Jeong Do-jeon berkonspirasi untuk mengeliminasi Yi Bang-won dan saudara-saudaranya guna menyelamatkan posisinya di istana. Mengetahui akan hal ini, Yi Bang-won bertindak dan membunuh Jeong Do-jeon, para pengikutnya, serta 2 orang putra raja dari mendiang ratu Sindeok. Insiden ini dikenal sebagai Perselisihan Pertama Pangeran. Melihat kenyataan putranya saling membunuh guna mendapat kursi raja, dan secara psikis menderita akibat kematian istrinya, Raja Taejo segera menaiktahtakan putra keduanya, Yi Bang-gwa menjadi Raja Jeongjong sebagai penerusnya. Setelah itu ia pergi menyepi ke Hamhung di utara.

Salah satu usaha Jeongjong sebagai raja adalah mengembalikan lagi ibukota ke Gaeseong, dimana ia merasa lebih nyaman. Sementara Yi Bang-won, yang masih tidak puas dengan kenyataan kakaknya naik tahta, mulai mencalonkan diri sebagai Saudara Pangeran Penerus Kerajaan, gelar tradisional untuk saudara raja yang ditunjuk sebagai penerus raja jika raja yang berkuasa tidak punya calon pengganti. Bagaimanapun juga usahanya dilawan oleh putra Taejo ke-4, pangeran Yi Bang-gan, yang juga ingin menduduki jabatan raja. Tahun 1400, ketegangan antara faksiYi Bang-won dan faksi Yi Bang-gan meningkat menjadi konflik besar yang dikenal sebagai Perselisihan Kedua Pangeran. Akibat perselisihan ini Raja Jeongjong mengasingkan Yi Bang-gan ke Tosan dan mengeksekusi mereka yang melawan Yi Bangwon. Dengan penuh intimidasi, Raja Jeongjong segera mencalonkan Yi Bang-won sebagai penerus dan secara sukarela turun tahta. Tahun yang sama, Yi Bang-won naik tahta Joseon sebagai Raja Taejong. Tahun 1401, Dinasti Joseon mulai menjalin hubungan diplomatik dengan Dinasti Ming.

Di awal rezim Taejong, Mantan Raja Besar, Taejo, menolak untuk memberikan stempel kerajaan guna mengesahkan legitimasi kepada Taejong. Merasa tidak mendapat dukungan sang ayah yang tidak mengakuinya sebagai pemimpin de jure akibat kematian saudara-saudaranya yang ia akibatkan, Taejong mengirim beberapa utusan ke Hamhung. Salah seorangnya adalah Bak Sun, teman masa kecilnya untuk meminta stempel itu. Bagaimanapun juga Taejo yang masih tidak memaafkan anaknya memerintahkan para pengawal menghabisi setiap utusan yang datang. Insiden ini kemudian dikenal dengan Kasus dari Utusan Hamhung, dan istilah utusan Hamhung masih digunakan hingga kini untuk menyebut seseorang yang pergi bertugas namun tidak pernah pulang tanpa kabar.

Konsolidasi kekuasaan

Karena ayahnya tidak mau mewariskan stempel kerajaan sebagai tanda sah, Taejong mulai membuat kebijakan yang ia percaya dapat mebuktikan kepandaian dan haknya dalam memimpin. Salah satu usahanya adalah menghapus hak-hak khusus yang dinikmati para pejabat dan bangsawan kerajaan guna memelihara kemiliteran negara. Pencabutan hak-hak isitimewa mereka untuk memperkuat militer secara efektif memperlemah kemampuan para pejabat untuk melakukan pemberontakan, dan juga secara dramatis meningkatkan jumlah orang yang masuk ke militer.

Usaha Taejong selanjutnya adalah memperbaiki undang-undang yang terdahulu yang berkaitan dengan pajak kepemilikan tanah. Walau banyak dari para bangsawan yang diuntungkan dari kebijakan Raja Taejo yang mendistribusikan properti dari bangsawan Gwonmun kepada kelompok Sinjin. Namun bangsawan Sinjin menghindari pajak dengan sengaja menyembunyikan tanah-tanah yang mereka beli. Kebijakan Taejong menginvestigasikan kepemilikan tanah di tahun 1405 mengakhiri praktik semacam itu. Dengan penemuan tanah-tanah yang tersembunyi ini, pendapatan nasional meningkat 2 kali. Selain itu Raja Taejong memulai survei populasi untuk pertama kalinya di tahun 1413 dan memerintahkan untuk mendokumentasikan klan atau nama keluarga, tempat kelahiran atau kematian, tanggal lahir dan kematian terhadap semua pria Joseon. Semua pria diatas usia 16 tahun, dari kelas manapun di dalam masyarakat, diharuskan oleh hukum membuat tablet kayu yang merekam nama, tanggal lahir, dan informasi lainnya. Banyak sejarawan moderen menganggap kebijakan ini berguna sebagai sistem identifikasi sosial warga Joseon dan juga dapat mencegah pria lari dari tugas dan kewajiban militer.

Pada tahun 1392 (tahun ke-2 Raja Jeonjong), Taejong memainkan peran penting dalam menghentikan Sidang Dopyeong, dewan dari adminstrasi pemerintahan lama yang melakukan monopoli dalam istana selama tahun-tahun akhir Dinasti Goryeo dan membentuk Departemen Euijeong, cabang baru dari adminstrasi pusat yang dikendalikan raja. Setelah melakukan dokumentasi subjek dan kebijakan perpajakan, Raja Taejong membuat kebijakan baru dimana semua keputusan yang dikeluarkan oleh Departemen Euijeong-lah yang sah dengan pengesahan dari raja. Kebijakan ini mengakhiri cara lama dimana para pejabat kerajaan membuat keputusan melalui debat dan negosiasi sementara raja hanya sebagai pemerhati saja. Cara ini labih jauh melibatkan sang raja dalam administrasi dan meningkatkan pengaruh kekuasaannya. Setelah itu Taejong kembali membentuk satu lagi kantor pemerintah, yaitu Kantor Sinmun, untuk menerima kasus-kasus dimana rakyat menerima perlakuan tidak adil atau dieksploitasi oleh para pejabat dan bangsawan.

Selama masa pemerintahan Taejong, ketegangan yang meningkat antara kelompok Buddhis dan pengikut paham Konfusius menjadi masalah, jadi pemerintahan baru memutuskan untuk mengubah paham negara menjadi Konfusius. Pemberlakuan sistem kelas sosial ketat dimulai sejak era ini, dimana kelas bangsawan (yangban) menempati posisi tinggi. Pada tahun 1443 abjad Hangeul diciptakan oleh Raja Sejong. Sebelumnya semua kalangan terpelajar menggunakan sistem penulisan hanja, dimana digunakan karakter Tionghoa sebagai teks. Sedangkan bahasa penulisan digunakan sistem hanmun yang didasarkan pada bahasa Tionghoa Klasik untuk dokumen-dokumen resmi.

Bagaimanapun juga, dengan hadirnya hangeul, penggunaan hanja dan hanmun tidak berhenti. Para bangsawan terpelajar yang mampu menulis dan membaca hanja, tidak sudi menggunakan hangul. Hangul mulai populer menjelang akhir abad ke-19, dan penggunaan hanja dan hanmun mulai menurun sejak pertengahan abad selanjutnya.

Sistem hirarki sosial

Selama era Joseon, sistem administrasi yang tersentralisasi dilaksanakan berdasarkan sistem konfusius oleh yangban. Yangban berarti 2 kelompok kelas, dan terdiri atas kelompok militer dan birokrat. Untuk menjadi yangban harus melewati ujian-ujian, namun kadang-kadang putra bangsawan yang dihormati diberikan hak khusus. Seluruh negeri mengadopsi sistem kelas sosial ketat, dengan raja (wang) di puncak, bangsawan (yangban) dibawahnya, chungin atau pegawai pemerintahan berada dibawahnya lagi, lalu populasi rakyat jelata atau sangmin yang umumnya berprofesi sebagai petani, pekerja dan nelayan berada di bawah kelas chungin. Kelas sangmin dikenai pajak Cho (租)•Po (布)•Yuk (役). Seringkali pajak berat dan kasus korupsi para birokrat menyebabkan kerusuhan. Semua sangmin dapat mencapai posisi yangban, namun posisi kelas birokrat tidak bisa diwariskan, sedikit dari mereka yang dapat mengatur waktu dan uang guna mengikuti ujian-ujian.

Pada dasar piramid, adalah kelas cheonmin atau kelas budak. Perbudakan di Joseon adalah warisan keturunan, namun dapat pula diberlakukan sebagai hukuman legal. Ada kelas budak yang dimiliki oleh pemerintah atau pribadi, dan pemerintah dapat menjual budak kepada rakyat kelas atas. Budak milik pribadi mewariskan keturunan yang juga budak. Selama masa panen yang buruk, banyak dari kelas sangmin yang sukarela menjadi budak demi bertahan hidup. Budak pribadi juga dapat bebas jika mereka mampu membayar. Dalam era Joseon 30% - 40% populasinya adalah kelas budak. Mereka dianggap mengerjakan pekerjaan kasar seperti tukang daging, dan pembuat sepatu.

Sistem hirarki sosial Joseon diwariskan dari zaman Goryeo. Pada abad 14 – 17, sistem ini mencapai masa puncaknya. Pada abad 18 – 19, kelas atas bertambah dengan pesat dan sistem ini mulai longgar dan alkhinya dihapuskan secara resmi tahun 1894. Dalam masyarakat moderen sekarang, beberapa keluarga masih mengenali dan menghormati garis yangban mereka.

Iptek dan budaya

Era Joseon mengalami 2 periode perkembangan budaya yang signifikan, beberapa karya budaya yang dihasilkan adalah Upacara Teh (Dado), arsitektur taman Korea, dan banyak karya cemerlang lain. Banyak benteng, pelabuhan dagang dan istana yang dikonstruksikan.

Penemuan-penemuan penting membuat Joseon mengungguli ilmu pengetahuan negeri tetangganya, seperti penemuan jam matahari pertama di Asia, serta jam bertenaga air pertama di dunia. Selama era Raja Sejong Besar, ilmuwan Jang Yeong-sil menciptakan alat pengukur hujan pertama di dunia. Alat cetak huruf dari metal yang ditemukan tahun 1232 di era Goryeo mendesak produk cetak lokal di Tiongkok.

Perdagangan

Sejak zaman Goryeo, bangsa Korea sudah menjalin hubungan dagang dengan bangsa Arab, Tionghoa, dan Jepang. Pelabuhan dagang besar Joseon yang ramai oleh pedagang internasional contohnya di Pyongnam. Produksi lokal Korea seperti kain brokat, perhiasan, ginseng, perak, kain sutera dan porselen memikat pedagang asing. Namun, akibat diubahnya paham negara menjadi Konfusius dan untuk menghapus pengaruh Buddhisme yang diwariskan dari zaman Goryeo, keramik hijau (cheongja) khas Goryeo digantikan dengan produk keramik putih (baekja) khas Joseon yang tidak disukai para pedagang Tiongkok dan Arab. Selain itu bidang perdagangan menjadi kurang diperhatikan karena negara sedang giat memajukan bidang pertanian. Kebijakan membayar upeti secara rutin kepada Tiongkok memaksa Joseon untuk menghentikan produksi barang-barang mewah seperti emas dan perak dan hanya mengimpor produk-produk penting dari Jepang. Karena dijadikan mata uang di Tiongkok, perak memainkan peran penting dalam hubungan dagang Joseon-Ming.

Invasi awal Jepang

Selama sejarah Korea, bajak laut Jepang mengacau wilayah pantai dan darat di Korea, oleh karena itu angkatan laut diperlukan untuk melindungi perdagangan maritim. Tentara Joseon mengembangkan persenjataan dengan teknologi baru yang diimpor dari Ming seperti meriam dan panah api.

Dalam masa Invasi Jepang ke Korea (1592-1598), penglima perang Jepang Toyotomi Hideyoshi yang berambisi menguasai Tiongkok, menginvasi Joseon dari tahun 1592-1597. Dengan persenjataan moderen dari Portugis, dalam hitungan bulan mereka menduduki semenanjung, Hanseong dan Pyeongyang pun berhasil diduduki. Akibat perpecahan dalam kabinet kerajaan, kurangnya informasi mengenai kemampuan militer musuh dan gagalnya usaha diplomasi menyebabkan buruknya persiapan Joseon. Berdasarkan Babad Dinasti Joseon, serbuan tentara Jepang dibantu oleh budak-budak yang berontak. Mereka membakar dan meruntuhkan istana Gyeongbok dan perpustakaan catatan budak.

Perlawanan sengit dari rakyat melemahkan kekuatan musuh dengan kemenangan-kemenangan besar perang naval dalam pimpinan Admiral Yi Sun-shin. Admiral Yi mengambil alih kendali di perairan dengan menghabisi kapal-kapal suplai Jepang. Adanya bantuan Ming yang mengirimkan bantuan pasukan dalam jumlah besar tahun 1593 berhasil memukul mundur pasukan Hideyoshi. Joseon mengembangkan armada perang dengan perlengkapan canggih dan kemampuan tinggi seperti armada Geobukseon (Kapal Kura-kura) yang berlapis besi. Namun, kemenangan Joseon dibayar dengan harga yang sangat mahal. Lahan pertanian, saluran irigasi, fasilitas desa dan perkotaan rusak berat. Ratusan ribu penduduk tewas, jutaan lain menderita kerugian materi. Puluhan ribu seniman, pengrajin dan pekerja terbunuh dan diculik ke Jepang guna mengembangkan teknik kerajinan mereka. Para samurai itu juga merampok banyak harta sejarah bernilai Korea, banyak diantaranya disimpan di museum-museum. Pada tahun 1598, para samurai memotong lebih dari 38.000 telinga dan hidung orang Korea sebagai trofi dan membangun monumen Mimizuka di Kyoto. Setelah perang berakhir, terputuslahi hubungan Jepang dengan daratan Asia. Jepang tidak dapat lagi menikmati teknologi yang dimiliki daratan Asia. Setelah kematian Toyotomi Hideyoshi, negosiasi antara Joseon dan keshogunan Tokugawa dilakukan oleh Jepang di Tsushima. Pada tahun 1604, Tokugawa Ieyasu menginginkan dibukanya kembali relasi dengan Joseon agar mereka bisa berhubungan kembali dengan daratan Asia. Sesuai perjanjian Tokugawa membebaskan 3000 orang tahanan Joseon. Hasilnya pada tahun 1607, utusan dari Joseon mengunjungi Edo, dan hubungan kedua negara dipulihkan namun terbatas.

Hubungan dengan Tiongkok setelah Ming

Menyusul berakhirnya invasi Jepang, Joseon mulai mengisolasi diri. Penguasanya membatasi hubungan dengan negara lain. Sementara itu Dinasti Ming mulai melemah, sebagian karena terkurasnya biaya akibat membantu Joseon dalam invasi Jepang dan semakin menguatnya pengaruh suku Manchu atas Tiongkok. Joseon memperketat penjagaan dan kontrol terhadap lalulintas perbatasan, serta menunggu berita dari pergolakan di Tiongkok.

Walau demikian, hubungan dagang tetap berjalan dengan Mongolia, Tiongkok, Asia Utara dan Jepang. Khusus dengan Jepang, perdagangan dibatasi oleh raja dengan menunjuk utusan khusus untuk mencegah pembajakan di laut.

Joseon menderita 2 kali invasi dari suku Manchu, tahun 1627 dan 1637. Joseon menyerah dan menjadi negeri protektorat Dinasti Qing yang berkewajiban membayar upeti. Pada saat ini Joseon terlibat hubungan dagang dua arah dengan Qing. Penguasa Qing mengadopsi kebijakan asing untuk menghindari pendudukan tanah Tiongkok oleh pendatang asing. Kebijakan ini membatasi kegunaan jalur entrepot pedagang asing dengan memindahkan pintu gerbang baru ke Macau. Pintu gerbang entrepot merupakan jalur utama dalam perdagangan kain sutera produksi Tiongkok dengan perak dari negara lain. Pengaturan ini memindahkan jalur dagang dari wilayah utara yang tidak stabil ke propinsi-propinsi selatan, sehingga membatasi pengaruh orang asing terhadap Tiongkok. Kebijakan ini mempengaruhi Joseon yang merupakan mitra dagang utama mereka. Walau hubungan dagang diperketat, Joseon tetap menjalin hubungan dagang dengan Tiongkok (yang saat itu adalah negara termaju di dunia) dalam produk-produk kekayaan alam, teknologi terbaru, keramik, dan ginseng. Ekonomi Korea berkembang cukup baik saat ini, tercatat pengunjung pertama dari barat mengunjungi Korea, yaitu Hendrick Hamel dari Belanda.

Kejatuhan dan Kekaisaran Korea

Pada abad ke-19, ketegangan mulai mengingkat antara Tiongkok dan Jepang, mecapai puncaknya dalam Perang Sino Jepang Pertama (1894-1895). Ironisnya sebagian besar dari perang ini terjadi pada wilayah semenanjung Korea. Setelah Restorasi Meiji, Jepang maju pesat dengan bantuan teknologi militer barat. Kekaisaran itu memaksa Joseon menandatangani Perjanjian Ganghwa pada tahun 1876. Jepang kembali menancapkan kukunya ke tanah Korea demi mencari sumber daya alam dan bahan pangan dengan membangun kekuatan ekonmi di semenanjung, suatu tanda dimulainya ekspansi ke Asia Timur.

Dengan kekalahan Tiongkok tahun 1894 dalam perang akhirnya mencapai kesepakatan dalam Perjanjian Shimonoseki antara kedua belah pihak, yang digunakan sebagai alasan untuk membebaskan Korea dari pengaruh Qing. Kemudian Joseon membangun Gerbang Kemerdekaan dan berhenti membayar upeti kepada Qing. Terjepit akan 3 kekuatan besar, Raja Gojong merasa perlu untuk mempertahankan integritas nasional dan akhirnya pada tahun 1897 mendeklarasikan Kekaisaran Korea. Ia mengganti gelar menjadi kaisar guna menyatakan kemerdekaan negerinya. Secara tidak langsung, 1897 merupakan tahun berakhirnya periode Joseon, namun secara resmi masih memimpin Korea meskipun tahun 1895 Jepang mengacaukan istana dengan pembunuhan Maharani Myeongseong oleh mata-mata bernama Miura Goro. Tahun 1910 secara resmi era Dinasti Joseon berakhir bersamaan dengan jatuhnya Korea ke dalam jajahan Jepang.

Kombinasi efek dari perang opium di selatan dan serbuan tentara Jepang di utara terhadap Tiongkok membuat Jepang semakin menyadari bahwa Korea adalah batu pijakan penting ke Tiongkok, seperti Macau dan Hong Kong yang direbut Portugis dan Inggris.

Penjajahan Jepang

Dalam seri Pertempuran Port Arthur di tahun 1905, Jepang melibas Rusia tanpa ampun. Sebelumnya Rusia dan Tiongkok adalah payung Korea dan melindunginya dari invasi langsung, namun akibat kekalahan Rusia dan jatuhnya Tiongkok ke tangan Jepang, tinggallah Korea yang nasibnya bergantung pada belas kasihan Jepang.

Dengan berakhirnya Perang Russo-Jepang 1904-1905 dalam kesepakatan dalam Perjanjian Portsmouth, jalan Jepang ke Korea semakin terbuka. Setelah menandatangani Perjanjian Portektorat tahun 1905, Korea menjadi protektorat Jepang dengan gubernur Jenderal pertama adalah Ito Hirobumi. Hirobumi tewas tahun 1909 di Harbin setelah dibunuh nasionalis Korea, Ahn Jung-geun. Peristiwa ini menyebabkan Jepang menjajah Korea tahun 1910.

Keluarga saat ini

Keluarga kekaisaran

Gelar dan penyebutan

Dalam kerajaan

Semasa kekaisaran

Pranala luar