Qada: Perbedaan antara revisi
tidak perlu |
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
||
Baris 14: | Baris 14: | ||
Artinya: "...dan kamu tidak bisa berkemauan seperti itu kecuali apabila Allah menghendakinya." [At-Takwir: 29] |
Artinya: "...dan kamu tidak bisa berkemauan seperti itu kecuali apabila Allah menghendakinya." [At-Takwir: 29] |
||
Dengan ayat ini Allah menetapkan adanya kehendak bagi setiap hamba sebagai banyahan terhadap Jabariyah yang ekstrem, bahkan menjadikannya sesuai dengan kehendak Allah, hal ini merupakan bantahan atas golongan Qodariyah. Dan beriman kepada [[taqdir]] dapat menimbulkan sikap sabar sewaktu seorang hamba menghadapi cobaan dan menjauhkannya dari segala perbuatan dosa dan hal-hal yang tidak terpuji. bahkan dapat mendorong orang tersebut untuk giat bekerja dan menjauhkan dirinya dari sikap lemah, takut dan malas. |
Dengan ayat ini Allah menetapkan adanya kehendak bagi setiap hamba sebagai banyahan terhadap Jabariyah yang ekstrem, bahkan menjadikannya sesuai dengan kehendak Allah, hal ini merupakan bantahan atas golongan Qodariyah. Dan beriman kepada [[taqdir]] dapat menimbulkan sikap sabar sewaktu seorang hamba menghadapi cobaan dan menjauhkannya dari segala perbuatan dosa dan hal-hal yang tidak terpuji. bahkan dapat mendorong orang tersebut untuk giat bekerja dan menjauhkan dirinya dari sikap lemah, takut dan malas.(USTADZ MUNIR MIN 6 NGAWI) |
||
== Pranala luar == |
== Pranala luar == |
Revisi per 6 Oktober 2019 12.27
Qadha' (Arab: قضاء ) adalah ketentuan yang ada pada makhluk, dan makhluk itu tidak bisa mengubahnya sama sekali, dan masalah qodho tidak akan dipertanyakan serta dimintai pertanggung jawaban oleh Allah di Mahsyar kelak.dan tidak dapat diubah dan telah dipertanggungkan sejak zaman azali
Bila dimutlakkan, maka memuat makna qadar dan sebaliknya istilah qadar bila dimutlakkan, maka memuat makna qada, Akan tetapi bila dikatakan "qadha-qadar", maka ada perbedaan di antara keduanya. Hal ini banyak terjadi dalam bahasa Arab. Satu kata dapat bermakna yang luas ketika sendirian dan punya makna khusus bila disatukan (dikumpulkan). Sebagai contoh dapat dikatakan.
"Bila keduanya bersatu maka berbeda dan bila keduanya dipisah maka bersatu"
Maka kata qada dan qadar termasuk dalam kondisi seperti ini, artinya bila kata qada dipisahkan (dari kata qadar), maka memuat qadar dan sebaliknya kata qadar bila dipisahkan (dari kata qada) maka memuat makna qada. Akan tetapi ketika dikumpulkan, kata qada bermakna sesuatu yang ditetapkan Allah pada mahluk-Nya, baik berupa penciptaan, peniadaan maupun perubahannya. Sedangkan qadar bermakna sesuatu yang telah ditentukan Allah sejak zaman azali. Inilah perbedaan antara kedua istilah tersebut. Maka qadar ada lebih dahulu kemudian disusul dengan qada.
Yakni beriman bahwasanya Allah itu mengetahui apa-apa yang telah terjadi dan yang akan terjadi; menentukan dan menulisnya dalam lauhul mahfudz; dan bahwasanya segala sesuatu yang terjadi, baik maupun buruk, kafir, iman, ta'at, ma'shiyat, itu telah dikehendaki, ditentukan dan diciptakan-Nya; dan bahwasanya Allah itu mencintai keta'atan dan membenci kemashiyatan.
Sedang hamba Allah itu mempunyai kekuasaan, kehendak dan kemampuan memilih terhadap pekerjaan-pekerjaan yang mengantar mereka pada keta'atan atau ma'shiyat, akan tetapi semua itu mengikuti kemauan dan kehendak Allah. Berbeda dengan pendapat golongan Jabariyah yang mengatakan bahwa manusia terpaksa dengan pekerjaan-pekerjaannya tidak memiliki pilihan dan kemampuan sebaliknya golongan Qadariyah mengatakan bahwasanya hamba itu memiliki kemauan yang berdiri sendiri dan bahwasanya dialah yang menciptkan pekerjaan dirinya, kemauan dan kehendak hamba itu terlepas dari kemauan dan kehendak Allah.
Allah benar-benar telah membantah kedua pendapat di atas dengan firman-Nya. Artinya: "...dan kamu tidak bisa berkemauan seperti itu kecuali apabila Allah menghendakinya." [At-Takwir: 29]
Dengan ayat ini Allah menetapkan adanya kehendak bagi setiap hamba sebagai banyahan terhadap Jabariyah yang ekstrem, bahkan menjadikannya sesuai dengan kehendak Allah, hal ini merupakan bantahan atas golongan Qodariyah. Dan beriman kepada taqdir dapat menimbulkan sikap sabar sewaktu seorang hamba menghadapi cobaan dan menjauhkannya dari segala perbuatan dosa dan hal-hal yang tidak terpuji. bahkan dapat mendorong orang tersebut untuk giat bekerja dan menjauhkan dirinya dari sikap lemah, takut dan malas.(USTADZ MUNIR MIN 6 NGAWI)