Lompat ke isi

Sunarto (seniman): Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Fahira Dyone (bicara | kontrib)
←Membuat halaman berisi ''''WAYANG memang ekslusif'''. Jika tak banyak jumlah nama yang tertekun disini itu wajar. Orang tak mau belajar wayang karena memang sulit, hasilnya pun tak laku, pros...'
Tag: tanpa kategori [ * ] VisualEditor
 
Fahira Dyone (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 1: Baris 1:
'''WAYANG memang ekslusif'''. Jika tak banyak jumlah nama yang tertekun disini itu wajar. Orang tak mau belajar wayang karena memang sulit, hasilnya pun tak laku, prosesnya lama dan tak memberi harapan masa depan. Tapi bagi Sunarto, wayang adalah hidupnya.
{{Sedang dituliskan}}'''Wayang memang ekslusif'''. Jika tak banyak jumlah nama yang tertekun disini itu wajar. Orang tak mau belajar wayang karena memang sulit, hasilnya pun tak laku, prosesnya lama dan tak memberi harapan masa depan. Tapi bagi Sunarto, wayang adalah hidupnya.


Dilahirkan dalam lingkungan kriyawan kulit tradisional, Sunarto tumbuh menjadi pecinta wayang kulit secara alami. Ia memang generasi kedua ahli tatah sungging wayang Yogyakarta. Sedari kecil Sunarto telah hidup bersanding wayang.
Dilahirkan dalam lingkungan kriyawan kulit tradisional, Sunarto tumbuh menjadi pecinta wayang kulit secara alami. Ia memang generasi kedua ahli tatah sungging wayang Yogyakarta. Sedari kecil Sunarto telah hidup bersanding wayang.

Revisi per 17 Oktober 2019 04.12

Templat:Sedang dituliskanWayang memang ekslusif. Jika tak banyak jumlah nama yang tertekun disini itu wajar. Orang tak mau belajar wayang karena memang sulit, hasilnya pun tak laku, prosesnya lama dan tak memberi harapan masa depan. Tapi bagi Sunarto, wayang adalah hidupnya.

Dilahirkan dalam lingkungan kriyawan kulit tradisional, Sunarto tumbuh menjadi pecinta wayang kulit secara alami. Ia memang generasi kedua ahli tatah sungging wayang Yogyakarta. Sedari kecil Sunarto telah hidup bersanding wayang.

Sejak usia 10 tahun, ia memang dekat dengan dunia wayang. Ia dilatih menggambar, menatah, dan menyungging wayang kulit oleh ayahnya Ki Walidjo Pudjoatmosukarto, empu sekaligus maestro wayang kulit purwa gaya Yogyakarta.

Pendidikan formal seni diperolehnya dengan masuk di SSRI (SMSR) di Yogyakarta yang merampungkannya pada 1977, kemudian mask STSRI "ASRI" Yogyakarta dan lulus tahun 1984. Selama bersekolah di SMSR itu, ia bekerja di toko kerajinan milik Mulyo Suhardjo, di Tamansari Yogyakarta. Di situ, ia jadi tukang tatah dan sungging.

Sunarto merupakansatu-satunya orang di desa-nya yang berhasil lulus sarjana, yang diraihnya karena kesungguhannya dalam menggeluti wayang kulit. Pada 1988, Sunarto menempuh pendidikan S2 di UGM Yogyakarta, di jurusan Ilmu-Ilmu Humaniora. Dan sekira 2007 melanjutkan studi S3 UGM pada Sni Pertunjukan dan Seni Rupa. Karena pendidikan dan kemampuannya, ISI Yogyakarta kemudian mengangkatnya sebagai tenaga pengajar tetap di Jurusan Kriya FSR sejak tahun 1985.

Karena kecintaan Sunarto yang begitu besar pada wayang kulit, disamping sebagai pengajar ia juga tetap aktif menjadi kriyawan (seniman) kulit dengan karyanya yang berupa wayang kulit klasik, wayang kulit modern dan karya kriya kulit non wayang.