Moko (drum): Perbedaan antara revisi
Helena Ang (bicara | kontrib) kTidak ada ringkasan suntingan |
Helena Ang (bicara | kontrib) kTidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 1: | Baris 1: | ||
'''Moko''' adalah [[drum]] dengan bagian atas dan bawah yang tertutup, dibuat dengan variasi ukuran yang berbeda-beda dan dapat terbuat dari [[logam]] [[perunggu]], [[tembaga]] atau [https://www.steelindopersada.com/2016/05/pengetahuan-material-non-ferrous-metals-bronze-perunggu-dan-brass-kuningan.html kuningan]. Moko telah dipakai sejak ratusan tahun silam sebagai alat tukar ([[barter]]) dalam perdagangan dan dibuat dalam beberapa jenis ukuran.<ref>{{Cite web|url=https://travel.kompas.com/read/2016/11/21/134200227/museum.1.000.moko.bagi.generasi.muda.alor|title=Museum 1.000 Moko bagi Generasi Muda Alor Halaman all|last=Media|first=Kompas Cyber|website=KOMPAS.com|language=id|access-date=2019-11-16}}</ref> Dari penelusuran |
'''Moko''' adalah [[drum]] dengan bagian atas dan bawah yang tertutup, dibuat dengan variasi ukuran yang berbeda-beda dan dapat terbuat dari [[logam]] [[perunggu]], [[tembaga]] atau [https://www.steelindopersada.com/2016/05/pengetahuan-material-non-ferrous-metals-bronze-perunggu-dan-brass-kuningan.html kuningan]. Moko telah dipakai sejak ratusan tahun silam sebagai alat tukar ([[barter]]) dalam perdagangan dan dibuat dalam beberapa jenis ukuran.<ref>{{Cite web|url=https://travel.kompas.com/read/2016/11/21/134200227/museum.1.000.moko.bagi.generasi.muda.alor|title=Museum 1.000 Moko bagi Generasi Muda Alor Halaman all|last=Media|first=Kompas Cyber|website=KOMPAS.com|language=id|access-date=2019-11-16}}</ref> Dari penelusuran yang telah dilakukan, pembuatan drum telah berlangsung sejak peradaban awal kuno dan dapat ditemukan tersebar di Cina Selatan dan [[Asia Tenggara]]. Di daerah [[Nusa Tenggara Timur]] secara khusus, Moko telah dipakai sebagai alat musik di abad ke-17 karena bentuknya yang mirip [[kendhang]]. Namun sejak abad ke-19 lebih sering dipakai sebagai mas kawin oleh kalangan masyarakat [[Kabupaten Alor|Alor]].<ref>{{Cite web|url=https://www.artoftheancestors.com/blog/social-value-elephant-tusks-bronze-drums-leonard-andaya|title=Cultural History In Focus {{!}} "The Social Value of Elephant Tusks and Bronze Drums among Certain Societies in Eastern Indonesia" by Leonard Yuzon Andaya|website=Art of The Ancestors {{!}} Island Southeast Asia, Oceania, and Global Tribal Art News|language=en-US|access-date=2019-11-16}}</ref> |
||
Bentuk fisik moko yang seperti drum memiliki tinggi 80-120 centimeter dengan bagian tengah agak mengecil dengan [[diameter]] lubang sisi atas dan bawah sekitar 40-70 centimeter. Selain jenis ini, terdapat moko yang berdiameter 50-100 centimeter dan tinggi 50-250 centimeter. Masyarakat Alor menyebutnya sebagai nekara dimana objek ini jarang dibawa-bawa dan jarang dipakai sebagai mas kawin. Secara umum, kepemilikan Moko akan meningkatkan [[status sosial]] dan [[Kekuasaan|otoritas]] yang dianggap menghargai warisan [[leluhur]] meskipun tidak pernah dibuat langsung oleh masyarakat [[Kabupaten Alor|Alor]]. Oleh karena itu, penggunaan moko telah lama menjadi lambang status |
Bentuk fisik moko yang seperti drum memiliki tinggi 80-120 centimeter dengan bagian tengah agak mengecil dengan [[diameter]] lubang sisi atas dan bawah sekitar 40-70 centimeter. Selain jenis ini, terdapat moko yang berdiameter 50-100 centimeter dan tinggi 50-250 centimeter. Masyarakat Alor menyebutnya sebagai nekara dimana objek ini jarang dibawa-bawa dan jarang dipakai sebagai mas kawin. Secara umum, kepemilikan Moko akan meningkatkan [[status sosial]] dan [[Kekuasaan|otoritas]] yang dianggap menghargai warisan [[leluhur]] meskipun tidak pernah dibuat langsung oleh masyarakat [[Kabupaten Alor|Alor]]. Oleh karena itu, penggunaan moko telah lama menjadi lambang status sebagai otoritas elit setempat serta simbol kesuburan sehingga lumrah dipakai sebagai alat mas kawin. |
||
<br /> |
|||
== '''Referensi''' == |
== '''Referensi''' == |
Revisi per 16 November 2019 16.02
Moko adalah drum dengan bagian atas dan bawah yang tertutup, dibuat dengan variasi ukuran yang berbeda-beda dan dapat terbuat dari logam perunggu, tembaga atau kuningan. Moko telah dipakai sejak ratusan tahun silam sebagai alat tukar (barter) dalam perdagangan dan dibuat dalam beberapa jenis ukuran.[1] Dari penelusuran yang telah dilakukan, pembuatan drum telah berlangsung sejak peradaban awal kuno dan dapat ditemukan tersebar di Cina Selatan dan Asia Tenggara. Di daerah Nusa Tenggara Timur secara khusus, Moko telah dipakai sebagai alat musik di abad ke-17 karena bentuknya yang mirip kendhang. Namun sejak abad ke-19 lebih sering dipakai sebagai mas kawin oleh kalangan masyarakat Alor.[2]
Bentuk fisik moko yang seperti drum memiliki tinggi 80-120 centimeter dengan bagian tengah agak mengecil dengan diameter lubang sisi atas dan bawah sekitar 40-70 centimeter. Selain jenis ini, terdapat moko yang berdiameter 50-100 centimeter dan tinggi 50-250 centimeter. Masyarakat Alor menyebutnya sebagai nekara dimana objek ini jarang dibawa-bawa dan jarang dipakai sebagai mas kawin. Secara umum, kepemilikan Moko akan meningkatkan status sosial dan otoritas yang dianggap menghargai warisan leluhur meskipun tidak pernah dibuat langsung oleh masyarakat Alor. Oleh karena itu, penggunaan moko telah lama menjadi lambang status sebagai otoritas elit setempat serta simbol kesuburan sehingga lumrah dipakai sebagai alat mas kawin.
Referensi
- ^ Media, Kompas Cyber. "Museum 1.000 Moko bagi Generasi Muda Alor Halaman all". KOMPAS.com. Diakses tanggal 2019-11-16.
- ^ "Cultural History In Focus | "The Social Value of Elephant Tusks and Bronze Drums among Certain Societies in Eastern Indonesia" by Leonard Yuzon Andaya". Art of The Ancestors | Island Southeast Asia, Oceania, and Global Tribal Art News (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2019-11-16.