Lompat ke isi

Mangrara Banua: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Najamath (bicara | kontrib)
Revisi Artikel Baru
Najamath (bicara | kontrib)
menambahkan pranala
Baris 1: Baris 1:
''''Mangrara Banua''' adalah kebiasaan masyarakat Toraja setelah menyelesaikan pembuatan tongkonan. Tradisi ini dilakukan beriringan dengan pembangunan rumah tradisional Toraja yang dikemas dalam bentuk upacara adat. Kegiatan diawali dengan pemasangan atap rumah yang dikenal dengan Mapadao para disertai dengan kurban 1 atau 2 babi yang lakukan sepanjang hari. Selanjutnya, dilakukan upacara syukuran selama tiga hari berturut-turut yang dikenal dengan ''Mangrara banua di tallung alloi.''
''''Mangrara Banua''' adalah kebiasaan masyarakat Toraja setelah menyelesaikan pembuatan [[tongkonan]]. Tradisi ini dilakukan beriringan dengan pembangunan rumah tradisional Toraja yang dikemas dalam bentuk upacara adat. Kegiatan diawali dengan pemasangan atap rumah yang dikenal dengan Mapadao para disertai dengan kurban 1 atau 2 babi yang lakukan sepanjang hari. Selanjutnya, dilakukan upacara syukuran selama tiga hari berturut-turut yang dikenal dengan ''Mangrara banua di tallung alloi.''


Syukuran selama tiga hari berturut-turut ditandai dengan 3 aktivitas berbeda. Pada hari pertama dilakukan pemasangan atap-atap kecil (''ma’tarampak''). Pada hari kedua, semua keluarga datang berbondong-bondong dengan membawa makanan dan babi sebagai lauknya (''ma’papa''). Upacara syukuran ditutup dengan pemasangan bubungan tongkonan (''ma’bubung'').<ref>{{Cite book|title=Penetapan Warisan Budaya Tak Benda Indonesia tahun 2018|last=Ratnawati|first=Lien|publisher=Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan|year=2018|isbn=|location=Jakarta|pages=298|url-status=live}}</ref>
Syukuran selama tiga hari berturut-turut ditandai dengan 3 aktivitas berbeda. Pada hari pertama dilakukan pemasangan atap-atap kecil (''ma’tarampak''). Pada hari kedua, semua keluarga datang berbondong-bondong dengan membawa makanan dan babi sebagai lauknya (''ma’papa''). Upacara syukuran ditutup dengan pemasangan bubungan tongkonan (''ma’bubung'').<ref>{{Cite book|title=Penetapan Warisan Budaya Tak Benda Indonesia tahun 2018|last=Ratnawati|first=Lien|publisher=Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan|year=2018|isbn=|location=Jakarta|pages=298|url-status=live}}</ref>

Revisi per 17 Desember 2019 01.42

'Mangrara Banua adalah kebiasaan masyarakat Toraja setelah menyelesaikan pembuatan tongkonan. Tradisi ini dilakukan beriringan dengan pembangunan rumah tradisional Toraja yang dikemas dalam bentuk upacara adat. Kegiatan diawali dengan pemasangan atap rumah yang dikenal dengan Mapadao para disertai dengan kurban 1 atau 2 babi yang lakukan sepanjang hari. Selanjutnya, dilakukan upacara syukuran selama tiga hari berturut-turut yang dikenal dengan Mangrara banua di tallung alloi.

Syukuran selama tiga hari berturut-turut ditandai dengan 3 aktivitas berbeda. Pada hari pertama dilakukan pemasangan atap-atap kecil (ma’tarampak). Pada hari kedua, semua keluarga datang berbondong-bondong dengan membawa makanan dan babi sebagai lauknya (ma’papa). Upacara syukuran ditutup dengan pemasangan bubungan tongkonan (ma’bubung).[1]

Referensi

  1. ^ Ratnawati, Lien (2018). Penetapan Warisan Budaya Tak Benda Indonesia tahun 2018. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. hlm. 298.