Saidjah dan Adinda (film): Perbedaan antara revisi
Lazuardead (bicara | kontrib) kTidak ada ringkasan suntingan |
Lazuardead (bicara | kontrib) kTidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 33: | Baris 33: | ||
}} |
}} |
||
'''''Saidjah dan Adinda''''' adalah film Indonesia tahun 2020 yang disutradarai oleh [[Darwin Mahesa]] dan diproduksi oleh [[Kremov Pictures]], bekerjasama dengan [[Institut Kesenian Jakarta| |
'''''Saidjah dan Adinda''''' adalah film Indonesia tahun 2020 yang disutradarai oleh [[Darwin Mahesa]] dan diproduksi oleh [[Kremov Pictures]], bekerjasama dengan [[Institut Kesenian Jakarta|Institut Kesenian Jakarta]]. Film ini merupakan adaptasi dari novel [[Max Havelaar]] karya [[Multatuli]] [[Eduard Douwes Dekker]]. Syuting film ini dijadwalkan pada Februari [[2020]] |
||
== Sinopsis == |
== Sinopsis == |
Revisi per 14 Januari 2020 17.14
Saidjah dan Adinda | |
---|---|
Sutradara | Darwin Mahesa |
Produser | Darwin Mahesa Dela Aulia |
Berdasarkan | Max Havelaar oleh Multatuli |
Penata musik | Tya Subiakto |
Sinematografer | Yudi Datau Ikbal Fadillah |
Perusahaan produksi | |
Tanggal rilis | |
Negara | Indonesia |
Bahasa | Indonesia |
Saidjah dan Adinda adalah film Indonesia tahun 2020 yang disutradarai oleh Darwin Mahesa dan diproduksi oleh Kremov Pictures, bekerjasama dengan Institut Kesenian Jakarta. Film ini merupakan adaptasi dari novel Max Havelaar karya Multatuli Eduard Douwes Dekker. Syuting film ini dijadwalkan pada Februari 2020
Sinopsis
Film Saidjah dan Adinda diangkat dari novel berjudul Max Havelaar karya Multatuli. Berlatar di Desa Badur, Lebak, Banten, tahun 1856. Max Haveelar mengisahkan Saidjah kecil yang menyayangi kerbau miliknya seperti sahabat sendiri. Sayangnya, kebahagiaan itu tak berlangsung lama. Berkali-kali kerbau milik Saidjah diambil paksa oleh suruhan Bupati Lebak dan Demang Parungkujang yang masih kemenakan bupati. Tak ada rakyat yang berani melawan. Para jawara ini ditakuti oleh seluruh rakyat. Belum ada yang berani melawan ketajaman golok mereka. Pemerasan ini terjadi terus-menerus hingga akhirnya ayah Saidjah tak punya apa-apa lagi. Semua harta kekayaannya habis diperas oleh Demang Parangkujang. Dalam kesedihan, Saidjah tumbuh menjadi seorang pemuda. Dia menjalin kasih dengan Adinda, sahabatnya sejak kecil. Saidjah lalu pergi ke Batavia, menjadi pengurus kuda dan pelayan di Batavia. Dia mengumpulkan uang untuk kelak melamar Adinda. Adinda yang ditinggal sendiri di Lebak, setia menanti kedatangan Saidjah selama 3 kali 12 bulan. Dengan menggoreskan lesungnya, Adinda terus berdoa untuk kehadiran Saidjah.
Produksi
Tahun 1976 film dengan tema yang sama berjudul Max Havelaar produksi bersama PT Mondial Motion Pictures (Jakarta) dan Fons Rademakers Productie B.V. (Amsterdam). Film arahan sutradara Fons Rademakers ini sempat dilarang penayangannya pada zaman Orde Baru. Ketika akhirnya pelarangan tersebut dicabut sekitar tahun 1987/1988.[1] Pada 09 Janauri 2020, media Liputan 6 menyebutkan bahwa Kremov Pictures akan memproduksi film Saidjah dan Adinda dan kemudian dibenarkan oleh Darwin Mahesa.[2][3] Film ini melibatkan sejumlah Aktor film Indonesia dan aktor lokal Banten Film ini direncanakan tayang pada akhir tahun 2020.
Referensi
- ^ "Utas #MaxHavelaarFilm". Kompasiana. 09 Desember 2017.
- ^ "Nantikan Saidjah Adinda Besutan Kremov Pictures Banten". Liputan6. 09 januari 2020. Diakses tanggal 15 Januari 2020.
- ^ "Darwin Mahesa garap Saidjah dan Adinda". Biem. 04 Oktober 2019. Diakses tanggal 15 Januari 2020.