Lompat ke isi

Rakai Garung: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Naval Scene (bicara | kontrib)
Naval Scene (bicara | kontrib)
Baris 8: Baris 8:
[[Johannes Gijsbertus de Casparis|De Casparis]] menyamakan Rakai Garung dengan tokoh Dang Karayan Partapan Pu Palar yang tertulis di [[Prasasti Gandasuli]] (832)<ref>R. Soekmono. ''The Javanese Candi: Function and Meaning.'' EJ Bril. 1995</ref> Di prasasti itu, Dang Karayan lah yang mengadakan upacara ''[[sima]]''. Nama Pu Palar ditemukan dalam [[Prasasti Karangtengah]] (824), bersamaan dengan [[Pramodawardhani]] dan [[Samaratungga]]. Putri Pramodhawardhani dianggap sama dengan Sri Kaluhunnan. Oleh karena itu, de Casparis menganggap bahwa Pramodawardhani adalah menantu Rakai Garung yang menikah dengan Rakai Pikatan.
[[Johannes Gijsbertus de Casparis|De Casparis]] menyamakan Rakai Garung dengan tokoh Dang Karayan Partapan Pu Palar yang tertulis di [[Prasasti Gandasuli]] (832)<ref>R. Soekmono. ''The Javanese Candi: Function and Meaning.'' EJ Bril. 1995</ref> Di prasasti itu, Dang Karayan lah yang mengadakan upacara ''[[sima]]''. Nama Pu Palar ditemukan dalam [[Prasasti Karangtengah]] (824), bersamaan dengan [[Pramodawardhani]] dan [[Samaratungga]]. Putri Pramodhawardhani dianggap sama dengan Sri Kaluhunnan. Oleh karena itu, de Casparis menganggap bahwa Pramodawardhani adalah menantu Rakai Garung yang menikah dengan Rakai Pikatan.


[[Slamet Muljana]] menyamakan Rakai Garung dengan Samaratungga, dan bukannya dengan Dang Karayân Partâpan Pu Palar.<ref>Sriwijaya. Slamet Muljana. LKiS. 2006</ref> Hal tersebut karena Dang Karayân cuma memiliki gelar ''haji'' (raja kecil), bukan ''maharaja''.
[[Slamet Muljana]] menyamakan Rakai Garung dengan Samaratungga, dan bukannya dengan Dang Karayân Partâpan Pu Palar. Hal tersebut karena Dang Karayân cuma memiliki gelar ''haji'' (raja kecil), bukan ''maharaja''.


== Referensi ==
== Referensi ==

Revisi per 3 Februari 2020 10.42

Rakai Garung adalah raja Kerajaan Mataram Kuno dari Wangsa Sanjaya yang berkuasa di Kerajaan Medang antara tahun 828 sampai dengan 847.[1] Dalam Prasasti Mantyasih, nama gelarnya ialah Sri Maharaja Rakai Garung.[2]

Prasasti tertua yang dikeluarkan Rakai Garung ialah Prasasti Pengging (819).[3] Dalam prasasti ini, namanya disebut sebagai Rakaryan i Garung, dan masih belum bergelar Sri Maharaja.[3] Diduga ia adalah pejabat tinggi sebelum naik tahta, serta ada kemungkinan masih berkerabat dengan raja sebelumnya.[4]

Dalam Prasasti Wanua Tengah III (908), ia adalah raja setelah Dyah Gula dan sebelum Rakai Pikatan.[1] Menurut prasasti itu, ia adalah anak dari Sang lumah i Tuk, artinya seseorang (bangsawan/raja) yang dimakamkan di Tuk.[4] Disebutkan bahwa Rakai Garung mengembalikan status sima (desa perdikan) Wanua Tengah yang pernah dicabut oleh raja sebelumnya.[4]

Hubungan dengan Pu Palar

De Casparis menyamakan Rakai Garung dengan tokoh Dang Karayan Partapan Pu Palar yang tertulis di Prasasti Gandasuli (832)[5] Di prasasti itu, Dang Karayan lah yang mengadakan upacara sima. Nama Pu Palar ditemukan dalam Prasasti Karangtengah (824), bersamaan dengan Pramodawardhani dan Samaratungga. Putri Pramodhawardhani dianggap sama dengan Sri Kaluhunnan. Oleh karena itu, de Casparis menganggap bahwa Pramodawardhani adalah menantu Rakai Garung yang menikah dengan Rakai Pikatan.

Slamet Muljana menyamakan Rakai Garung dengan Samaratungga, dan bukannya dengan Dang Karayân Partâpan Pu Palar. Hal tersebut karena Dang Karayân cuma memiliki gelar haji (raja kecil), bukan maharaja.

Referensi

  1. ^ a b Dwiyanto, Djoko. 1986. Pengamatan terhadap Data Kesejarahan dari Prasasti Wanua Tengah III tahun 908 Masehi. Dalam PIA IV (IIa). Jakarta: Pulit Arkenas, h. 92-110.
  2. ^ Mustopo, M. Habib (2005). Sejarah: Untuk kelas 2 SMA. Yudhistira. ISBN 978-979-676-707-6. 
  3. ^ a b Muljana, Prof Dr Slamet (2006-01-01). Sriwijaya. Lkis Pelangi Aksara. ISBN 978-979-8451-62-1. 
  4. ^ a b c Arif, H. A. Kholiq (2010-01-01). MATA AIR PERADABAN ; Dua Milenium Wonosobo. Lkis Pelangi Aksara. ISBN 978-979-25-5331-4. 
  5. ^ R. Soekmono. The Javanese Candi: Function and Meaning. EJ Bril. 1995
Didahului oleh:
Dyah Gula
Raja Mataram

(Wangsa Sanjaya)
828—847

Diteruskan oleh:
Rakai Pikatan