Lompat ke isi

The Dictator Pope: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
k Bot: Perubahan kosmetika
menghapus templat
Baris 1: Baris 1:
{{inuse}}
<br />
<br />
{{Infobox book
{{Infobox book

Revisi per 11 Februari 2020 11.56


The Dictator Pope
PengarangH. J. A. Sire
(nama pena "Marcantonio Colonna")
Judul asliIl Papa Dittatore
NegaraItalia
BahasaInggris, Italia
SubjekPaus Fransiskus
DiterbitkanNovember 2017
PenerbitAmazon Kindle (edisi pertama)
Regnery Publishing (edisi revisi berbahasa Inggris)
Tgl. terbit (bhs. Inggris)
Desember 2017 (edisi pertama)
23 April, 2018 (edisi revisi berbahasa Inggris)
Halaman232 (sampul tebal)

The Dictator Pope: The Inside Story of the Francis Papacy (dalam bahasa Italia: Il papa dittatore) adalah biografi Paus Fransiskus yang ditulis dengan nama samaran Marcantonio Colonna (nama admiral Katolik di pertempuran Lepanto).[1] Pertama kali terbit dalam bahasa Italia dengan judul Il Papa Dittatore pada Desember 2017 oleh Amazon Kindle. Pada tanggal 19 Maret 2018, sebelum edisi revisi dan bentuk cetaknya terbit, identitas penulis aslinya diumumkan. Orang di balik nama Marcantonio Colonna adalah sejarawan Anglo-Perancis lulusan Oxford, H.J.A. Sire.[1][2][3][4]

Buku yang terdiri dari enam bab ini berisi tulisan yang memberikan gambaran pribadi Paus Fransiskus yang sebenarnya. Di balik citra yang ditampilkannya di hadapan umum sebagai sosok yang ramah, berbelas kasih, sederhana serta sangat terbuka dan reformis, dia adalah seorang yang arogan, sering meremehkan orang lain, otoriter, biasa berkata-kata kasar dan meledak-ledak saat sedang marah (dan ini diketahui oleh mereka yang berinteraksi dengannya mulai dari para cardinal hingga sopir) serta manipulative dalam mengejar ambisinya. Buku ini juga bercerita tentang kurang lebih lima tahun kepemimpinan Paus Fransiskus sejak dilantik Maret 2013 bahkan sejarah perjalanan karir kerohaniannya. Bagaimana paus Fransiskus mencapai posisinya yang sekarang dengan menyingkirkan siapa saja yang menghalangi jalannya, memposisikan dirinya di antara orang-orang biasa yang selalu menuruti keinginannya, serta menuntut balas terhadap musuh-musuhnya. Buku ini diriset dengan baik dan selalu menyertakan catatan kaki dan referensi yang akurat di setiap babnya.[5][6]

Buku ini menempati posisi keempat untuk buku paling laris di Amazon Kindle kategori religi dan spiritual. Saat belum terbit dan masih berstatus pre-order (pesan lebih dulu), buku ini sudah tercatat sebagai buku nomor satu, sebulan sebelum versi lengkap dan edisi revisi dalam bentuk Kindle dan buku fisiknya diterbitkan bersamaan oleh penerbit Regnery pada 23 April 2018.[2][7][8]

Latar belakang penulisan

Henry Sire adalah seorang ahli sejarah berkebangsaan Spanyol yang lahir di Inggris. Sire adalah mantan anggota Orde Berdaulat Ksatria Malta.[9] Dalam wawancaranya dengan LifeSiteNews via surat elektronik sebelum identitasnya diketahui, Sire menyatakan alasan dia menulis buku ini adalah dia ingin orang-orang mengetahui siapa sebenarnya Paus Fransiskus. Mengingat apa yang dia tampilkan di media dengan sejarahnya di Argentina dan apa yang dia ketahui selama bermukim di Roma, sangat bertolak belakang. Sire tidak tahu akan seperti apa pengaruh bukunya terhadap kepausan yang ada sekarang, dia hanya berharap bisa mencegah kesalahan yang sama untuk konklaf pemilihan paus berikutnya agar tidak memilih pemimpin Katolik tanpa benar-benar mengenali dan mencari tahu rekam jejaknya. Dia berharap beberapa hal yang ditulisnya di dalam buku ini yang kelihatannya seperti desas-desus saja (karena Sire tidak berani menyebut sumber informasinya) akan mendorong investigasi lebih lanjut. Seperti misalnya pernyataan Sire tentang sumbangan kampanye yang diberikan Paus Fransiskus kepada Hillary Clinton. Informasi tentang ini didapatkannya dari orang di dalam kepausan yang juga dikenali oleh banyak jurnalis namun tidak berani dia sebutkan demi alasan keamanan.[10] Dalam wawancara yang lain dengan Catholic Family news, Sire bercerita tentang awal mula buku ini adalah saat dia menulis artikel berjudul "Pope Francis's Papacy - Where is the reformer behind the media idol" untuk Penerbit Angelico pada Desember 2015. Saat itu dia merasa harus ada orang lain yang menulis tentang Paus Fransiskus karena dia sendiri masih terikat kontrak dengan Ordo Malta. Baru pada Januari 2017, saat Matthew Festing diberhentikan dari Ordo, Sire mulai mengerjakan buku ini.[11]

Isi

Buku ini terdiri dari enam bab yang ditulis dengan riset dan menyertakan catatan kaki serta referensi yang factual. Bab pertama berjudul St. Galen's Mafia, bab kedua The Cardinal from Argentina, bab ketiga Reform? What Reform?, bab keempat Beating a new (Crooked) Path, bab kelima Mercy! Mercy! dan bab terakhir Kremlin Santa Marta.

Buku ini diawali dengan catatan singkat bagaimana kelompok rahasia neo-modernisasi yang dikenal dengan nama kelompok St. Gallen, memuluskan langkah Kardinal Bergoglio (nama lengkap Paus Fransiskus adalah Jorge Mario Bergoglio), bagaimana Paus Fransiskus mengetahui persis apa yang harus dia lakukan dan menyetujui rencana pemilihannya dan bagaimana dia menjalankan rencana kelompok yang membantunya meraih kursi Paus tanpa berpikir dua kali. Pada Sinode di bulan Oktober 2001, pidato Bergoglio membuatnya disanjung semua audiens yang mendengarnya. Belakangan diketahui bahwa pidatonya tersebut dibuat oleh pendeta Argentina Monsignor Daniel Emilio Estivill dan bukan buah pikirannya sama sekali.

Untuk mafia St. gallen, yang juga membantu pemilihan Bergogli pada konklaf pemilihan Paus pada tahun 2005, Colonna memberikan beberapa detail penting. Misalnya tentang tokoh utama dari kelompok pendeta ini (Kardinal Martini, Kardinal lehmann dan kasper dari Jerman, Bačkis dari Lithuania, van Luyn dari Belanda, Danneels dari Belgia, dan Murphy O'Connor dari Inggris) bertemu di Villa Nazareth Roma, rumah Kardinal Silvestrini. Pertemuan mereka untuk mendiskusikan taktik yang akan digunakan agar Joseph Aloisius Ratzinger (nama asli Paus Benediktus XVI) tidak terpilih sebagai Paus di tahun 2005 itu. Colonna juga menekankan bahwa cardinal dan uskup yang terlibat dalam mafia ini terlalu banyak untuk disebutkan. Mereka bertemu setiap tahun sejak tahun 1996 hingga tiba saatnya siding tertutup dilakukan, walaupun pada tahun 2005 itu usaha mereka gagal dan Ratzinger terpilih sebagai Paus.[5]

Selanjutnya Colonna menggambarkan bagaimana neo-modernisasi Bergoglio adalah peronisme[12][13] di dalam gereja, gerakan yang menggabungkan ideologi "kiri" dan "kanan", persahabatan yang diikuti dengan pengkhianatan, kerakyatan palsu, ketakwaan yang dipamerkan secara berlebihan. Semuanya demi mendapatkan, meningkatkan dan mengabadikan kekuasaan namun selalu dengan pemikiran liberal. Catatan Profesor Lucrecia Rego de Planas, seorang psikiatri di Buenoa Aires yang spesialisasinya adalah memberikan sesi terapi untuk pejabat gereja menunjukkan kecenderungan peronisme dalam diri Bergoglio. Walaupun dia tidak menyadari hal ini pada awalnya karena dia bukanlah orang Argentina melainkan Meksiko. de Planas menggambarkan Bergoglio persis seperti anekdot tentang politik Juan Sebastian Peron yang hanya popular di antara orang-orang Argentina. jadi dikisahkan suatu hari, Peron ingin memperlihatkan kepada keponakannya bagaimana dunia politik yang diajalani dan diyakininya. Pertama, dia menerima utusan dari paham komunisme, setelah mendengar pandangan politiknya, Peron mengatakan "Kamu benar". Setelahnya bertemu dengan utusan dari paham fasisme, setelah mendengar pandangan politik mereka, Peron juga mengatakan "Kamu benar". Hal ini membuat keponakannya heran, bagaimana mungkin Peron mengatakan setuju untuk dua pandangan politik yang jelas-jelas berseberangan dan ini adalah sesuatu yang tidak bisa diterima. Dan Peron hanya menjawab "Kamu juga benar". Hal inilah yang didapati oleh de Planas dari sesi terapi dengan pejabat gereja. Tidak ada yang pernah benar-benar tahu pasti apa yang disetujui oleh Bergoglio. Itu yang membuat de Planas kemudian memutuskan dia tidak bisa membantu pejabat-pejabat gereja tersebut. Solusinya hanyalah dengan membantu uskup besar mereka dalam hal ini adalah Bergoglio.[5]

Ada banyak hal di Argentina yang melibatkan Paus Fransiskus yang dibeberkan Colonna. Salah satunya adalah adanya dana yang mengalir dari Universitas Katolik Kepausan di Argentina ke bank Vatikan saat dia menjabat tangan kanan Kardinal Antonio Quarracino. Ada juga arsip pernyataan dari Peter Hans Kolvenbach pada tahun 1991 saat pencalonan Bergoglio menjadi uskup. Pimpinan Jesuit ini menyatakan bahwa Bergoglio tidak cocok untuk posisi uskup karena dia memiliki karakter yang berbelit-belit, senang mengeluarkan makian dan psikologisnya tidak seimbang. Arsip ini hilang tidak lama sebelum pengangkatan Bergoglio menjadi paus. Begitu juga buku tentang Paus Fransiskus yang ditulis oleh Omar Bello yang berjudul El verdadero Francisco (The Real Francis) yang ditulisnya pada tahun 2013.[5]

Colonna memperlihatkan bukti-bukti kuat yang memperlihatkan kegagalan total dari reformasi yang selalu diserukan oleh Paus Fransiskus. Reformasi transparansi finansial, pengurangan birokrasi di Vatikan, penghapusan lobi untuk pelaku homoseksual, dan tidak adanya toleransi untuk para predator anak laki-laki remaja oleh pendeta homoseksual. Selama kepemimpinannya, semua masalah di atas bukan hanya masih ada, bahkan bertambah berat. Paus Fransiskus bahkan mengurangi sanksi bagi para pendeta yang terkena kasus pedofilia. Korupsi di Vatikan lebih dalam dan besar. Colonna bahkan menyebut Kardinal Pietro Parolin, Kardinal Domenico Calcagno, Kardinal Giuseppe Versaldi dan Kardinal Giuseppe Bertello sebagai orang dibelakang korupsi finansial di Vatikan. Semua keputusan reformis oleh Paus Benediktus XVI bukan hanya dihapuskan melainkan berbeda 180° pelaksanaannya di masa Paus Fransiskus. Singkatnya, sebutan Paus Fransiskus adalah reformis sejati, hanya kisah dongeng.[5]

Colonna juga membahas tentang sinode di tahun 2014 saat Paus fransiskus memutuskan untuk menunda pembahasan paragraph 52, 53 dan 55 pada laporan akhir sinode, dan memastikan bahwa usulan Kardinal Walter Kasper (untuk mengakui perceraian dan pernikahan ulang) akan tetap menjadi agenda pada sinode 2015 tahun berikutnya. Padahal usulan Kasper ini sudah ditolak oleh semua pendeta Sinode Luar Biasa. Dengan kata lain, seluruh proses sinode hanya formalitas dan yang penting hanyalah apa yang diinginkan oleh Paus Fransiskus sejak awal. Dan apapun keinginannya, akan dia dapatkan tidak peduli apapun keputusan yang ditetapkan oleh sinode.[5]

Paus Fransiskus tidak memiliki belas kasihan kepada siapapun atau apapun yang menghalangi jalannya. Salah satu contoh kasusnya adalah Kardinal Raymond Lee Burke. Paus Fransiskus mencopot jabatannya sebagai Signatura Apostolik dan menurunkan jabatannya sebagai penasihat spiritual bagi Ordo Berdaulat Ksatria Malta karena sering berseberangan dengannya. Colonna memperlihatkan bagaimana Paus Fransiskus menginjak-injak kedaulatan Ordo. Pada kasus ini, Matthew Festing, pemimpin besar Ordo, memecat Albrecht Von Boeslager, kanselir agung ordo Malta karena skandal distribusi kondom yang bertentangan dengan bertentangan dengan ajaran katolik tentang kontrasepsi artifisial. Namun Paus fransiskus menunjuk kembali Von Boeslager dan meminta Festing untuk mengundurkan diri. Colonna juga menyertakan bukti bahwa ada motif finansial dibelakang kasus Festing ini dan bukan hanya sekadar masalah kondom semata. Paus Fransiskus menghargai orang yang menghina ajaran moral gereja, sedangkan atasan yang mencoba mendisiplinkannya, kehilangan jabatannya.[5]

Ada banyak perlawanan yang dilakukan terhadap kebijakan Paus Fransiskus. Termasuk di dalamnya empat cardinal (dua diantaranya saat ini sudah meninggal dunia) yang mengajukan "Kardinal Dubia" pada tahun 2016 agar Paus Fransiskus menjawab lima pertanyaan ya atau tidak pada masalah inti keimanan yang menjadi kacau karena adanya Amoris Laetitia[14]. permintaan yang tidak pernah dipenuhi oleh Paus Fransiskus. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar, mengapa seseorang yang selalu mengatakan kepada wartawan bahwa dia terbuka untuk segala bentuk kritik namun justru mengabaikan kritik yang dating dari sejawat terdekatnya?[5]

Tanggapan

Surat kabar mingguan London The Catholic Herald menyatakan, terlepas sebaiknya seseorang tidak menuliskan sesuatu yang menghina kepausan, Marcantonio Colonna menuliskan buku ini dengan sangat mendalam walaupun beberapa hal di dalamnya kemungkinan adalah desas-desus.[7]

Surat kabar daring Onepeterfive yang mengkhususkan diri terhadap berita dan informasi tentang apapun yang berhubungan dengan agama Katolik, lewat tulisan Steve Skojec. menyatakan bahwa buku ini dikemas dengan wawasan menarik. Dan Kojec secara tidak langsung menyatakan persetujuannya dengan menyertakan tautan tulisan lamanya yang isinya kurang lebih senada).[3]

Catholic World Report, surat kabar berita daring, menyatakan bahwa tulisan Colonna ini penuh dengan wawasan yang Teknik reportase yang solid. Media ini bahkan mengakui keakuratan di dalamnya. Namun menggarisbawahi beberapa informasi baru memiliki bukti yang tidak kuat. Informasi ini termasuk beberapa bukti yang menyertakan kutipan dari reporter lain, yang sayangnya, reporter ini pun mendengarnya dari sumber yang kurang jelas dan hanya berupa desas-desus.[15]

Beberapa pihak yang merupakan pendukung Paus fransiskus mendiskreditkan penelitian di dalamnya dengan merujuk pada anonimitas penulisnya. Sayangnya, setelah penulis aslinya akhirnya diketahui, buku ini justru meningkat kredibilitasnya mengingat Henry Sire adalah seorang ahli sejarah yang kapabel dan terlatih bila berhubungan dengan sejarah Katolik.[2]

Pernyataan Henry Sire

Pada tanggal 19 Maret 2018, penulis buku The Dictator Pope yang ditulis dengan nama samaran, akhirnya mengungkapkan identitasnya. Dia adalah Henry Sire. Seorang ahli sejarah kebangsaan Spanyol yang lahir di Inggris. Lulusan Oxford ini juga adalah anggota Ordo Berdaulat Ksatria Malta (walaupun setelah pengungkapan identitas ini, dia diberhentikan dari keanggotaannya). Sejak tahun 2013, Sire bermukim di Roma dalam rangka menyelesaikan kontrak untuk menulis buku tentang Ordo Malta yang diminta langsung oleh pemimpin besar Ordo malta, Matthew Festing. Selama di Roma inilah, Sire banyak mengenal tokoh-tokoh di Vatikan termasuk kardinal dan pejabat kuria serta jurnalis yang mengkhususkan diri dalam menulis tentang vatikan.[1][4][9] Kepada LifeSiteNews, Sire (waktu itu identitasnya belum terbuka) menyatakan dia menulis dengan nama samaran untuk melindungi dirinya ataupun orang-orang yang diduga berhubungan dengannya. Walaupun kemudian belakangan dia mengungkapkan identitasnya, hal tersebut karena Vatikan mulai mencari tahu siapa orang dibalik buku The Dictator Pope. Paus Fransiskus sudah memberikan daftar nama 6 orang yang kemungkinan besar menulis buku ini. Apalagi kemudian ada pihak Vatikan salah menebak penulis The Dictator Pope dan sampai menelepon orang tersebut di Inggris dan memberikan ancaman lewat telepon. Sire tidak ingin ada orang tidak bersalah yang ikut terseret.[10] [16]

Referensi

  1. ^ a b c "The Dictator Pope". www.goodreads.com. Diakses tanggal 2020-02-06. 
  2. ^ a b c "And The Secret Identity of the Dictator Pope Author Is… - CatholicCitizens.org". catholiccitizens.org. Diakses tanggal 2020-02-06. 
  3. ^ a b ""The Dictator Pope": Mysterious New Book Looks "Behind the Mask" of Francis". OnePeterFive (dalam bahasa Inggris). 2017-11-30. Diakses tanggal 2020-02-07. 
  4. ^ a b "Francis, The Dictator Pope". Fatima Center (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-02-07. 
  5. ^ a b c d e f g h Colonna, Marcantonio (2018). The Dictator Pope: The Inside Story of the Francis Papacy. New Jersey: Regnery Publishing. ISBN 9781621578338. 
  6. ^ Wednesday, Robert Royal; December 6; 2017 (2017-12-06). ""The Dictator Pope"". The Catholic Thing (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-02-07. 
  7. ^ a b "'The Dictator Pope': a mixture of hearsay and insight". Catholic Herald (dalam bahasa Inggris). 2017-12-12. Diakses tanggal 2020-02-07. 
  8. ^ December 4, Steve Skojec; Comments, 2017 223 (2017-12-05). "The Dictator Pope: A Must-Read Book, Available Now". OnePeterFive (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-02-07. 
  9. ^ a b "VIDEO: Historian Henry Sire Discusses His Book 'The Dictator Pope'". National Catholic Register. Diakses tanggal 2020-02-07. 
  10. ^ a b LifeSiteNews.com. "EXCLUSIVE: LifeSite interviews mysterious author of 'The Dictator Pope'". LifeSiteNews (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-02-08. 
  11. ^ "CFN Exclusive Interview with "Dictator Pope" Author Henry Sire". Catholic Family News (dalam bahasa Inggris). 2018-05-17. Diakses tanggal 2020-02-08. 
  12. ^ "Definition of PERONISM". www.merriam-webster.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-02-07. 
  13. ^ "Document #24: "What is Peronism?" by Juan Domingo Perón (1948) || "The Twenty Truths of the Perónist Justicialism," Juan Domingo Perón (1950) | Modern Latin America". library.brown.edu. Diakses tanggal 2020-02-07. 
  14. ^ "Top 10 takeaways from "Amoris Laetitia"". America Magazine (dalam bahasa Inggris). 2016-04-08. Diakses tanggal 2020-02-07. 
  15. ^ Lawler, Philip F. (December 13, 2017). ""The Dictator Pope" is sometimes frustrating, but filled with valuable insights and information". Diakses tanggal February 8, 2020. 
  16. ^ "Vatican Wants To Unmask Author of "The Dictator Pope"". gloria.tv (dalam bahasa Inggris). 2017-12-14. Diakses tanggal 2020-02-08.