Lompat ke isi

Abdul Latif Syakur: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
HsfBot (bicara | kontrib)
clean up
Alhuzaini (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 1: Baris 1:
'''Abdul Laṭīf Shakūr''' (1886-1963) adalah seorang ulama Minangkabau yang berkiprah dalam pemajuan pendidikan perempuan dan pers. Ia berasal dari [[Balai Gurah, IV Angkek, Agam|Balai Gurah]], [[IV Angkek, Agam|Ampek Angkek]], [[Kabupaten Agam]], [[Sumatra Barat]]. Ia merupakan sosok yang terbuka dan mau mendorong kemajuan bagi perempuan. Hal itu terlihat dari dukungan yang ia berikan kepada putrinya, Abdul Laṭīf Shakūr untuk menerbitkan majalah khusus perempuan bernama ''[[Djauharah (majalah)|Djauharah]]'' yang terbit pada tahun 1923'','' sebelas tahun setelah terbitnya ''[[Soenting Melajoe]].''<ref name=":0">{{Cite journal|last=Yulfira Riza & Titin Nurhayati Ma’mun|first=|year=2018|title=Berdamai dengan Perempuan: Komparasi Teks antara Naskah Al-Muāshirah dan Kitab Cermin Terus|url=|journal=Manuskripta|volume=8|issue=2|pages=113-136|doi=10.33656/manuskripta.v9i1.134}}</ref>
{{sedang ditulis}}
'''Abdul Laṭīf Shakūr''' (1886-1963) adalah seorang ulama Minangkabau yang berkiprah dalam pemajuan pendidikan perempuan dan pers. Ia berasal dari [[Balai Gurah, IV Angkek, Agam|Balai Gurah]], [[IV Angkek, Agam|Ampek Angkek]], [[Kabupaten Agam]], [[Sumatra Barat]].Ia merupakan sosok yang terbuka dan mau mendorong kemajuan bagi perempuan. Hal itu terlihat dari dukungan yang ia berikan kepada putrinya, Abdul Laṭīf Shakūr untuk menerbitkan majalah khusus perempuan bernama ''[[Djauharah (majalah)|Djauharah]] yang terbit pada tahun 1923,'' sebelas tahun setelah terbitnya ''[[Soenting Melajoe]].''<ref name=":0">{{Cite journal|last=Yulfira Riza & Titin Nurhayati Ma’mun|first=|year=2018|title=Berdamai dengan Perempuan: Komparasi Teks antara Naskah Al-Muāshirah dan Kitab Cermin Terus|url=|journal=Manuskripta|volume=8|issue=2|pages=113-136|doi=10.33656/manuskripta.v9i1.134}}</ref>

Ia merupakan murid dari [[Ahmad Khatib Al-Minangkabawi]] yang hidup sezaman dengan [[Abdul Karim Amrullah]], ayah [[Hamka]].<ref>{{Cite journal|last=Riza|first=Yulfira|last2=Sandora|first2=Lisna|date=2019|title=Shekh Abdul Laṭīf Shakūr’s Manuscript Dunia Perempuan and Woman Representation on Man’s View|url=http://dx.doi.org/10.2991/icclas-18.2019.22|journal=Proceedings of the 2nd Internasional Conference on Culture and Language in Southeast Asia (ICCLAS 2018)|location=Paris, France|publisher=Atlantis Press|doi=10.2991/icclas-18.2019.22|isbn=978-94-6252-663-1}}</ref>


=== Pendidikan ===
=== Pendidikan ===
Dalam usia yang masih kecil, Abdul Laṭīf Shakūr berangkat ke Makkah untuk belajar. Di antara gurunya di Makkah [[Ahmad Khatib Al-Minangkabawi]] di Makkah. Ia belajar bersama dengan [[Abdul Karim Amrullah]], [[Muhammad Jamil Jambek|Jamil Jambek]], dan [[Muhammad Thaib Umar|Muḥammad Ṭhaib Umar]]. Di antara mereka, Abdul Laṭīf Shakūr merupakan murid termuda. Ia belajar selama 13 tahun di Makkah dan pulang ke kampung halamannya pada usia 19 tahun.<ref>{{Cite journal|last=Wahidi|first=Ridhoul|date=2019-10-19|url=http://dx.doi.org/10.28918/religia.v22i2.2191|journal=RELIGIA|pages=267|doi=10.28918/religia.v22i2.2191|issn=2527-5992}}</ref>
Dalam usia yang masih kecil, Abdul Laṭīf Shakūr berangkat ke Makkah untuk belajar. Di antara gurunya adalah [[Ahmad Khatib Al-Minangkabawi]]. Ia belajar bersama dengan [[Abdul Karim Amrullah]], [[Muhammad Jamil Jambek|Jamil Jambek]], dan [[Muhammad Thaib Umar|Muḥammad Ṭhaib Umar]].<ref>{{Cite journal|last=Riza|first=Yulfira|last2=Sandora|first2=Lisna|date=2019|title=Shekh Abdul Laṭīf Shakūr’s Manuscript Dunia Perempuan and Woman Representation on Man’s View|url=http://dx.doi.org/10.2991/icclas-18.2019.22|journal=Proceedings of the 2nd Internasional Conference on Culture and Language in Southeast Asia (ICCLAS 2018)|location=Paris, France|publisher=Atlantis Press|doi=10.2991/icclas-18.2019.22|isbn=978-94-6252-663-1}}</ref> Di antara mereka, Abdul Laṭīf Shakūr merupakan murid termuda. Ia belajar selama 13 tahun di Makkah dan pulang ke kampung halamannya pada usia 19 tahun.<ref>{{Cite journal|last=Wahidi|first=Ridhoul|date=2019-10-19|url=http://dx.doi.org/10.28918/religia.v22i2.2191|journal=RELIGIA|pages=267|doi=10.28918/religia.v22i2.2191|issn=2527-5992}}</ref>


=== Aktivitas ===
=== Aktivitas ===
Setiba di kampung halaman, aktivitas Abdul Laṭīf Shakūr berfokus pada upaya memperbaiki perilaku masyarakat. Ia melihat masyarakat Minangkabau pada umumnya berada dalam krisis moral. Sasaran utama dakwahnya adalah perempuan. Saat itu, perempuan tidak mendapatkan pendidikan yang layak. Banyak perempuan menjalani kehidupan rumah tangga dalam keadaan terpaksa. Akhirnya, banyak terjadi kawin cerai yang merugikan pihak perempuan.<ref name=":0" />
Setiba di kampung halaman, aktivitas Abdul Laṭīf Shakūr berfokus pada upaya memperbaiki perilaku masyarakat. Ia melihat masyarakat Minangkabau pada umumnya berada dalam krisis moral. Sasaran utama dakwahnya adalah perempuan. Saat itu, banyak perempuan tidak mendapatkan pendidikan yang layak dan menjalani kehidupan rumah tangga dalam keadaan terpaksa. Akhirnya, banyak terjadi kawin cerai yang merugikan pihak perempuan.<ref name=":0" />


Dakwah Abdul Laṭīf Shakūr terhadap perempuan diwujudkanya dalam bentuk mendirikan sekolah dan majalah. Sekolah yang Abdul Laṭīf Shakūr didirikan bernama Attarbiyatul Hasanah. Di sini, ikut menyekolahkan anak perempuannya yaitu Sha’diyah Shakūrah. Murid-muridnya ia dorong untuk menulis, begitu pula putrinya. Pada tahun 1923, Sha’diyah Shakūrah mendirikan majalah khusus perempuan bernama ''[[Djauharah (majalah)|Djauharah]]'' yang didukung penuh Abdul Laṭīf Shakūr''.'' Di majalah itulah, Sha’diyah Shakūrah menyuarakan suara perempuan.<ref name=":0" />
Dakwah Abdul Laṭīf Shakūr terhadap perempuan diwujudkanya dalam bentuk mendirikan sekolah dan majalah. Sekolah yang Abdul Laṭīf Shakūr didirikan bernama Attarbiyatul Hasanah. Di sini, ikut menyekolahkan anak perempuannya yaitu Sha’diyah Shakūrah. Putrinya ia dorong untuk menulis, begitu pula murid-muridnya. Dengan dukungan sang ayah, Sha’diyah Shakūrah mendirikan majalah khusus perempuan bernama ''[[Djauharah (majalah)|Djauharah]]'' pada tahun 1923. Di majalah itulah, Sha’diyah Shakūrah menyuarakan suara perempuan.<ref name=":0" />


Abdul Laṭīf Shakūr produktif dalam menulis. Secara umum, karya-karyanya membahas tentang [[Etika Islam|akhlak]] dan [[adab]] serta yang berkaitan dengan [[Al-Quran]] dan [[bahasa Arab]]. Ia menarik diri dari gelanggang perdebatan [[Ikhtilaf|khilafiyah]] yang pada awal abad ke-20 mewarnai wacana keislaman di Minangkabau. Ketidakterlibatannya ini membuat namanya tidak populer dibandingkan [[ulama Minangkabau]] lainnya yang sezaman.<ref name=":0" />
Abdul Laṭīf Shakūr produktif dalam menulis. Secara umum, karya-karyanya membahas tentang [[Etika Islam|akhlak]] dan [[adab]] serta yang berkaitan dengan [[Al-Quran]] dan [[bahasa Arab]]. Ia menarik diri dari gelanggang perdebatan [[Ikhtilaf|khilafiyah]] yang pada awal abad ke-20 mewarnai wacana keislaman di Minangkabau. Ketidakterlibatannya ini membuat namanya tidak populer dibandingkan [[ulama Minangkabau]] lainnya yang sezaman.<ref name=":0" />


Secara khusus, ia menulis karya dengan tema perempuan yakni berjudul ''Dunia Perempuan.'' Isinya tentang panduan perempuan berkiprah dan bergaul menurut Alquran dan hadis. Pada masanya, tidak banyak ulama Minangkabau yang membahas tentang perempuan. Persoalan tentang perempuan menjadi mencuat saat beberapa perempuan Minangkabau mendobrak tradisi lama yang tidak mengizinkan mereka untuk menuntut ilmu seperti [[Roehana Koeddoes]] (1884-1972) dan [[Rahmah El Yunusiyah]] (1900-1969).<ref name=":0" />
Secara khusus, ia menulis buku dengan tema perempuan yakni berjudul ''Dunia Perempuan.'' Isinya tentang panduan bagaimana perempuan berkiprah dan bergaul menurut Al-Quran dan hadis. Pada masanya, tidak banyak ulama Minangkabau yang membahas tentang perempuan. Persoalan tentang perempuan menjadi mencuat saat beberapa perempuan Minangkabau mendobrak tradisi lama yang tidak mengizinkan mereka untuk menuntut ilmu seperti [[Roehana Koeddoes]] (1884-1972) dan [[Rahmah El Yunusiyah]] (1900-1969).<ref name=":0" />


Selain tema-tema yang disebutkan di atas, Abdul Laṭīf Shakūr menulis tentang tauhid berjudul ''Risalah Lathifah'' serta autobiografi berjudul ''Al-Mu’ashārah''. Namun, sebagian besar karya Abdul Laṭīf Shakūr masih dalam bentuk manuskrip alias belum diterbitkan. Saat ini, sebagian besar keseluruhan karya Abdul Laṭīf Shakūr disimpan di rumah Chuzaimah, cucu sekaligus ahli waris Abdul Laṭīf Shakūr di Balai Gurah.<ref name=":0" />
Selain tema-tema yang disebutkan di atas, Abdul Laṭīf Shakūr menulis buku tentang tauhid berjudul ''Risalah Lathifah'' serta autobiografi berjudul ''Al-Mu’ashārah''. Namun, sebagian besar karya Abdul Laṭīf Shakūr masih dalam bentuk manuskrip alias belum diterbitkan. Saat ini, sebagian besar keseluruhan karya Abdul Laṭīf Shakūr disimpan di rumah Chuzaimah, cucu sekaligus ahli waris Abdul Laṭīf Shakūr di [[Balai Gurah, IV Angkek, Agam|Balai Gurah]].<ref name=":0" />


=== Karya ===
=== Karya ===

Revisi per 18 April 2020 02.34

Abdul Laṭīf Shakūr (1886-1963) adalah seorang ulama Minangkabau yang berkiprah dalam pemajuan pendidikan perempuan dan pers. Ia berasal dari Balai Gurah, Ampek Angkek, Kabupaten Agam, Sumatra Barat. Ia merupakan sosok yang terbuka dan mau mendorong kemajuan bagi perempuan. Hal itu terlihat dari dukungan yang ia berikan kepada putrinya, Abdul Laṭīf Shakūr untuk menerbitkan majalah khusus perempuan bernama Djauharah yang terbit pada tahun 1923, sebelas tahun setelah terbitnya Soenting Melajoe.[1]

Pendidikan

Dalam usia yang masih kecil, Abdul Laṭīf Shakūr berangkat ke Makkah untuk belajar. Di antara gurunya adalah Ahmad Khatib Al-Minangkabawi. Ia belajar bersama dengan Abdul Karim Amrullah, Jamil Jambek, dan Muḥammad Ṭhaib Umar.[2] Di antara mereka, Abdul Laṭīf Shakūr merupakan murid termuda. Ia belajar selama 13 tahun di Makkah dan pulang ke kampung halamannya pada usia 19 tahun.[3]

Aktivitas

Setiba di kampung halaman, aktivitas Abdul Laṭīf Shakūr berfokus pada upaya memperbaiki perilaku masyarakat. Ia melihat masyarakat Minangkabau pada umumnya berada dalam krisis moral. Sasaran utama dakwahnya adalah perempuan. Saat itu, banyak perempuan tidak mendapatkan pendidikan yang layak dan menjalani kehidupan rumah tangga dalam keadaan terpaksa. Akhirnya, banyak terjadi kawin cerai yang merugikan pihak perempuan.[1]

Dakwah Abdul Laṭīf Shakūr terhadap perempuan diwujudkanya dalam bentuk mendirikan sekolah dan majalah. Sekolah yang Abdul Laṭīf Shakūr didirikan bernama Attarbiyatul Hasanah. Di sini, ikut menyekolahkan anak perempuannya yaitu Sha’diyah Shakūrah. Putrinya ia dorong untuk menulis, begitu pula murid-muridnya. Dengan dukungan sang ayah, Sha’diyah Shakūrah mendirikan majalah khusus perempuan bernama Djauharah pada tahun 1923. Di majalah itulah, Sha’diyah Shakūrah menyuarakan suara perempuan.[1]

Abdul Laṭīf Shakūr produktif dalam menulis. Secara umum, karya-karyanya membahas tentang akhlak dan adab serta yang berkaitan dengan Al-Quran dan bahasa Arab. Ia menarik diri dari gelanggang perdebatan khilafiyah yang pada awal abad ke-20 mewarnai wacana keislaman di Minangkabau. Ketidakterlibatannya ini membuat namanya tidak populer dibandingkan ulama Minangkabau lainnya yang sezaman.[1]

Secara khusus, ia menulis buku dengan tema perempuan yakni berjudul Dunia Perempuan. Isinya tentang panduan bagaimana perempuan berkiprah dan bergaul menurut Al-Quran dan hadis. Pada masanya, tidak banyak ulama Minangkabau yang membahas tentang perempuan. Persoalan tentang perempuan menjadi mencuat saat beberapa perempuan Minangkabau mendobrak tradisi lama yang tidak mengizinkan mereka untuk menuntut ilmu seperti Roehana Koeddoes (1884-1972) dan Rahmah El Yunusiyah (1900-1969).[1]

Selain tema-tema yang disebutkan di atas, Abdul Laṭīf Shakūr menulis buku tentang tauhid berjudul Risalah Lathifah serta autobiografi berjudul Al-Mu’ashārah. Namun, sebagian besar karya Abdul Laṭīf Shakūr masih dalam bentuk manuskrip alias belum diterbitkan. Saat ini, sebagian besar keseluruhan karya Abdul Laṭīf Shakūr disimpan di rumah Chuzaimah, cucu sekaligus ahli waris Abdul Laṭīf Shakūr di Balai Gurah.[1]

Karya

Berikut adalah daftar karya Abdul Laṭīf Shakūr baik yang sudah diterbitkan maupun dalam bentuk manuskrip.[4]

  • Sullam Al-Arab
  • Nazham Nasehat untuk Anakku
  • Al-Latha’if (2 jilid)
  • Risalah Lathifah
  • Adda’wah wa al-Irsyad
  • Dunia Perempuan
  • Taqrib al-Majazah
  • Mabādi al-‘Arabiyah wa Lughatuha
  • Tambo Islam
  • Akhlāqunā al-Adabiyah
  • Al-Tarbiyah wa al-Ta’līm Qism al-Tauhīd
  • Al-Akhlaq wa al-‘Adāb
  • Mulakhaṣ al-Tārīkh al-Islāmi
  • Al-Fiqh al-Akbar
  • Mabādi’ al-Qāri
  • Ta’līm al-Qirāah al-‘Arabiyah
  • Al-Mu’ashārah

Referensi

  1. ^ a b c d e f Yulfira Riza & Titin Nurhayati Ma’mun (2018). "Berdamai dengan Perempuan: Komparasi Teks antara Naskah Al-Muāshirah dan Kitab Cermin Terus". Manuskripta. 8 (2): 113–136. doi:10.33656/manuskripta.v9i1.134. 
  2. ^ Riza, Yulfira; Sandora, Lisna (2019). "Shekh Abdul Laṭīf Shakūr's Manuscript Dunia Perempuan and Woman Representation on Man's View". Proceedings of the 2nd Internasional Conference on Culture and Language in Southeast Asia (ICCLAS 2018). Paris, France: Atlantis Press. doi:10.2991/icclas-18.2019.22. ISBN 978-94-6252-663-1. 
  3. ^ Wahidi, Ridhoul (2019-10-19). RELIGIA: 267. doi:10.28918/religia.v22i2.2191. ISSN 2527-5992 http://dx.doi.org/10.28918/religia.v22i2.2191.  Tidak memiliki atau tanpa |title= (bantuan)
  4. ^ Apria Putra (2017). "Ulama Minangkabau dan Sastra: Mengkaji Kepengarangan Syekh Abdullatif Syakur Balai Gurah". Diwan. 9 (1): 601–624. doi:10.15548/diwan.v9i17.133.