Chitterlings: Perbedaan antara revisi
Baris 5: | Baris 5: | ||
==Sejarah== |
==Sejarah== |
||
Awal sejarah dikonsumsinya chitterlings dimulai dari era kolonial Amerika Serikat. Pada masa itu, babi disembelih di Bulan Desember, dan banyak bagian-bagian yang tidak disukai oleh para majikan. Bagian yang dianggap tidak layak dimakan ini kemudian dibagikan kepada para budak. Karena di daerah asalnya, Afrika, hewan dimakan keseluruhannya tanpa bersisa, maka mereka memiliki keahlian untuk mengolahnya menjadi layak makan dan menghasilkan nutrisi yang dibutuhkan untuk melewati musim dingin.<ref name=what/> |
Awal sejarah dikonsumsinya chitterlings dimulai dari era kolonial Amerika Serikat. Pada masa itu, babi disembelih di Bulan Desember, dan banyak bagian-bagian yang tidak disukai oleh para majikan. Bagian yang dianggap tidak layak dimakan ini kemudian dibagikan kepada para budak. Karena di daerah asalnya, Afrika, hewan dimakan keseluruhannya tanpa bersisa, maka mereka memiliki keahlian untuk mengolahnya menjadi layak makan dan menghasilkan nutrisi yang dibutuhkan untuk melewati musim dingin.<ref name=what/> |
||
Resep chitterlings, dalam bentuk usus sapi, mulai terekam dalam sejarah sejak ditulis oleh Hannah Glasse dalam buku masaknya, The Art of Cookery Made Plain and Easy (1747). Buku ini menjadi salah satu buku acuan untuk warisan kuliner Britania pada tahun 1700an.<ref name=all>[https://www.allrecipes.com/article/chitlins-became-soulful-holiday-delicacy/ ''How Chitlins Became a Soulful Holiday Delicacy.''] dari situs allrecipes.com</ref> |
|||
Jika dirunut kepada sejarah dan tradisi memasak di Afrika, memasak usus adalah bagian dari kepercayaan mereka, yang meyakini bahwa Dewa Hausa menikmati usus ayam. Majikan budak-budak yang mayoritas kulit putih juga memiliki tradisi memakan jeroan di negara asalnya. Misalnya Irlandia dan Inggris mengenal Haggis. Perancis mengenal andouille, sejenis sosis yang isinya usus babi yang sudah dilumat. Jadi sebenarnya masakan ini bisa saja disukai pula oleh para majikan mereka. Namun kini lebih banyak dikonotasikan sebagai makanan bagian perbudakan, sehingga beberapa warga USA kulit hitam mulai menolak memakannya. <ref name=portland>[http://portlandobserver.com/news/2014/jan/08/chitlins-slave-food-delicacy-black-american-kitche/ Chitlins: ''From Slave food to Delicacy''.] dari situs portlandobserver.com</ref> |
Jika dirunut kepada sejarah dan tradisi memasak di Afrika, memasak usus adalah bagian dari kepercayaan mereka, yang meyakini bahwa Dewa Hausa menikmati usus ayam. Majikan budak-budak yang mayoritas kulit putih juga memiliki tradisi memakan jeroan di negara asalnya. Misalnya Irlandia dan Inggris mengenal Haggis. Perancis mengenal andouille, sejenis sosis yang isinya usus babi yang sudah dilumat. Jadi sebenarnya masakan ini bisa saja disukai pula oleh para majikan mereka. Namun kini lebih banyak dikonotasikan sebagai makanan bagian perbudakan, sehingga beberapa warga USA kulit hitam mulai menolak memakannya. <ref name=portland>[http://portlandobserver.com/news/2014/jan/08/chitlins-slave-food-delicacy-black-american-kitche/ Chitlins: ''From Slave food to Delicacy''.] dari situs portlandobserver.com</ref> |
Revisi per 20 April 2020 07.38
Chitterlings (dieja /ˈtʃɪtərlɪŋz/ atau /ˈtʃɪtlɪnz/) atau sering disingkat menjadi chitlins[1]adalah bagian jeroan, terutama usus besar yang biasanya diambil dari babi. Namun sebenarnya bisa saja dari hewan lain. Makanan ini bagian dari soul food di Amerika Selatan dan terkait kuat dengan sejarah perbudakan di sana. Bagi sebagian orang, asalnya dari usus besar yang memuat feses di tahap akhir menjijikkan. Namun bagi sebagian lainnya, chitterlings memiliki aroma babi yang wangi dan mengingatkan kembali kepada memori makanan rumahan yang kuat.
Pembersihan
Walaupun kadang dianggap menjijikkan, chitterlings sudah melalui proses pembersihan yang panjang dan lama. Sebelum dijual, bagian ini sudah setengah dibersihkan, namun harus dibersihkan lagi sebelum dimasak.[1]
Sejarah
Awal sejarah dikonsumsinya chitterlings dimulai dari era kolonial Amerika Serikat. Pada masa itu, babi disembelih di Bulan Desember, dan banyak bagian-bagian yang tidak disukai oleh para majikan. Bagian yang dianggap tidak layak dimakan ini kemudian dibagikan kepada para budak. Karena di daerah asalnya, Afrika, hewan dimakan keseluruhannya tanpa bersisa, maka mereka memiliki keahlian untuk mengolahnya menjadi layak makan dan menghasilkan nutrisi yang dibutuhkan untuk melewati musim dingin.[1]
Resep chitterlings, dalam bentuk usus sapi, mulai terekam dalam sejarah sejak ditulis oleh Hannah Glasse dalam buku masaknya, The Art of Cookery Made Plain and Easy (1747). Buku ini menjadi salah satu buku acuan untuk warisan kuliner Britania pada tahun 1700an.[2]
Jika dirunut kepada sejarah dan tradisi memasak di Afrika, memasak usus adalah bagian dari kepercayaan mereka, yang meyakini bahwa Dewa Hausa menikmati usus ayam. Majikan budak-budak yang mayoritas kulit putih juga memiliki tradisi memakan jeroan di negara asalnya. Misalnya Irlandia dan Inggris mengenal Haggis. Perancis mengenal andouille, sejenis sosis yang isinya usus babi yang sudah dilumat. Jadi sebenarnya masakan ini bisa saja disukai pula oleh para majikan mereka. Namun kini lebih banyak dikonotasikan sebagai makanan bagian perbudakan, sehingga beberapa warga USA kulit hitam mulai menolak memakannya. [3]
Dengan semakin sulitnya menemukan tempat untuk mencuci bersih chitterlings dan konotasi jelek yang melekat kepadanya, semakin sedikit restoran khas masakan kulit hitam yang bersedia menjualnya. Dari awalnya dianggap makanan orang tidak mampu, kini harganya menjadi sangat mahal dan eksklusif. [3]
Budaya
Chitterlings bukan hanya dihargai sebagai masakan saja, tapi sebuah perayaan budaya. Pada tahun 1966, Kota Salley, Carolina Selatan, menyelenggarakan perayaan tahunan bernama Chitlin's Strut. Berawal dari ratusan, kini perayaan ini dihadiri hingga 70.000 orang, menghabiskan lebih dari 128.000 punds chitterlings. [1]
Terdapat pula event musik Chitlin Circuit, yang menjual chitterlings dan masakan soul food lainnya. Banyak musisi besar lahir dari event ini dan posisinya penting bagi musisi berkulit hitam, karena pada tahun 50-60an, hanya inilah saluran bermusik yang mengizinkan mereka tampil. [1]
Terdapat pula klub besar penggemar chitterlings, antara lain Royal Order of Chitlin Eaters of Nashville, Tennessee adan the Happy Chitlin Eaters of Raleigh, North Carolina.[1]
- ^ a b c d e f History of Chitterlings. dari situs whatscookingamerica.net
- ^ How Chitlins Became a Soulful Holiday Delicacy. dari situs allrecipes.com
- ^ a b Chitlins: From Slave food to Delicacy. dari situs portlandobserver.com