Badondong: Perbedaan antara revisi
Lany pirna (bicara | kontrib) Tidak ada ringkasan suntingan |
Lany pirna (bicara | kontrib) k Menambah Kategori:Warisan budaya Indonesia menggunakan HotCat |
||
Baris 3: | Baris 3: | ||
== Referensi == |
== Referensi == |
||
[[Kategori:Warisan Budaya Indonesia]] |
[[Kategori:Warisan Budaya Indonesia]] |
||
[[Kategori:Warisan budaya Indonesia]] |
Revisi per 2 Mei 2020 09.29
Badondong atau pantun lahir merupakan salah satu tradisi yang dimiliki oleh masyarakat Kampar, Desa Balam Jaya, Kecamatan Tambang, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Tradisi ini telah dilakukan secara turun temurun dalam melakukan gotong royong atau disebut dengan batobo. Tradisi ini dilakukan ketika mereka sedang berada di hutan untuk mencari sebongkah kayu, berada di ladang atau sawah, menyemai padi, menyadap karet dan sebagainya untuk saling berbalas pantun dengan tujuan rasa kebersamaan dalam bekerja, yang kemudian oleh masyarakat setempat disebut dengan badondong.[1] Badondong memiliki nilai budaya yang terwujud dalam nilai adat untuk mengatur kehidupan masyarakat. Badondong ini diekspresikan dengan cara bersahutan menggunakan suara yang tinggi, sehingga menciptakan suasana yang penuh kegembiraan dan mencerminkan semangat bekerja serta sebagai pelepas rasa kepenatan. Bantun pantun pada badondong sama seperti pantun biasa yang terdiri dari empat baris,baris pertama dan kedua sebagai sempiran dan baris ketiga serta keempat sebagai isi. Polanya a,b;a,b. perbedaan pantun badondong sama seperti pantun biasa syang terdiri dari empat baris,baris pertama dan kedua sebagai sempiran dan baris ketiga serta keempat sebagai isi. Polanya a,b;a,b. Perbedaan pantun badondong dengan pantun biasa adalah adanya sisipkan kata atau bunyi seperti onde diok (aduh dik), onde cu (ondeh bang), ooccu (oh bang), diok (adik) diantara pantun yang dituturkan. [1]