Lompat ke isi

Prasasti Rabwan: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Inayubhagya (bicara | kontrib)
←Membuat halaman berisi ''''Prasasti Rabwan''' (juga disebut '''Prasasti Roban''') adalah prasasti peninggalan wangsa Sailendra yang berasal dari kerajaan Medang, ditemukan pada tahun...'
 
HsfBot (bicara | kontrib)
k clean up
Baris 1: Baris 1:
'''Prasasti Rabwan''' (juga disebut '''Prasasti Roban''') adalah prasasti peninggalan [[wangsa Sailendra]] yang berasal dari [[kerajaan Medang]], ditemukan pada tahun 1952 di Desa [[Tlogopakis, Petungkriono, Pekalongan|Tlogopakis]] Kecamatan [[Petungkriono, Pekalongan|Petungkriono]], [[Kabupaten Pekalongan]], [[Jawa Tengah]]. Prasasti ini mempunyai keunikan tersendi, ditulis diatas Gentha Perunggu (lonceng) kecil berukuran tinggi sekitar 17 cm dan diameter +/- 13 cm menggunakan [[aksara Kawi]] dan [[bahasa Jawa Kuno]] dengan angka tahun 827 Saka (905 M).<ref name="Boechari">{{cite book|author=Boechari|year=2013|title=Melacak Sejarah Kuno Indonesia Lewat Prasasti|location=Jakarta|publisher=Kepustakaan Populer Gramedia|isbn=978-2855394732|page=341-348}}</ref>.
'''Prasasti Rabwan''' (juga disebut '''Prasasti Roban''') adalah prasasti peninggalan [[wangsa Sailendra]] yang berasal dari [[kerajaan Medang]], ditemukan pada tahun 1952 di Desa [[Tlogopakis, Petungkriono, Pekalongan|Tlogopakis]] Kecamatan [[Petungkriono, Pekalongan|Petungkriono]], [[Kabupaten Pekalongan]], [[Jawa Tengah]]. Prasasti ini mempunyai keunikan tersendi, ditulis diatas Gentha Perunggu (lonceng) kecil berukuran tinggi sekitar 17&nbsp;cm dan diameter +/- 13&nbsp;cm menggunakan [[aksara Kawi]] dan [[bahasa Jawa Kuno]] dengan angka tahun 827 Saka (905 M).<ref name="Boechari">{{cite book|author=Boechari|year=2013|title=Melacak Sejarah Kuno Indonesia Lewat Prasasti|location=Jakarta|publisher=Kepustakaan Populer Gramedia|isbn=978-2855394732|page=341-348}}</ref>.


Kini prasasti tersebut disimpan di [[Museum Nasional Indonesia]], [[Jakarta]].
Kini prasasti tersebut disimpan di [[Museum Nasional Indonesia]], [[Jakarta]].
Baris 6: Baris 6:
* Bentuk : Lonceng / Gentha
* Bentuk : Lonceng / Gentha
* Bahan : Perunggu
* Bahan : Perunggu
* Ukuran Prasasti : tinggi sekitar 17 cm dan diameter +/- 13 cm
* Ukuran Prasasti : tinggi sekitar 17&nbsp;cm dan diameter +/- 13&nbsp;cm
* Bentuk Aksara dan Bahasa : [[aksara Kawi]] dan [[bahasa Jawa Kuno]]
* Bentuk Aksara dan Bahasa : [[aksara Kawi]] dan [[bahasa Jawa Kuno]]


Baris 28: Baris 28:
Adanya nama Rabwan atau Roban di sini menunjukkan bahwa pada tahun 905 M daerah ini masih eksis dan saat itu berkait dengan adanya bangunan suci raja (sangat mungkin berupa makam) dimana seorang raja atau kerabat raja telah diistirahatkan di Roban.
Adanya nama Rabwan atau Roban di sini menunjukkan bahwa pada tahun 905 M daerah ini masih eksis dan saat itu berkait dengan adanya bangunan suci raja (sangat mungkin berupa makam) dimana seorang raja atau kerabat raja telah diistirahatkan di Roban.


Kemudian ada nama Wungkaltihang. Nama ini identik dengan Wungkalhumalang atau Watutihang yang disebut dalam [[prasasti Wanua Tengah III]] (908 M). Nama itu sebelumnya menjadi tanah lungguh dari seorang pangeran bernama Rakai Wungkalhumalang yang kemudian naik tahta menjadi raja Medang antara tahun 894-898 M. Prasasti ini menyebutkan bahwa yang mempersembahkan genta perunggu adalah Pu Wīrawikrama dari Wungkaltihang. Dapat dipastikan bahawa Pu Wīrawikrama adalah seorang pejabat tinggi dan mungkin keturunan dari Rakai Wungkalhumalang yang berkuasa antara tahun 894-898 M. <ref>Kusen, ''Raja-raja Mataram Kuno dari Sanjaya sampai Balitung, sebuah rekonstruksi berdasarkan Prasasti Wanua Tengah III'', Berkala Arkeologi, Tahun XIV, Edisi Khusus, 1994, hlm. 90-94.</ref>
Kemudian ada nama Wungkaltihang. Nama ini identik dengan Wungkalhumalang atau Watutihang yang disebut dalam [[prasasti Wanua Tengah III]] (908 M). Nama itu sebelumnya menjadi tanah lungguh dari seorang pangeran bernama Rakai Wungkalhumalang yang kemudian naik tahta menjadi raja Medang antara tahun 894-898 M. Prasasti ini menyebutkan bahwa yang mempersembahkan genta perunggu adalah Pu Wīrawikrama dari Wungkaltihang. Dapat dipastikan bahawa Pu Wīrawikrama adalah seorang pejabat tinggi dan mungkin keturunan dari Rakai Wungkalhumalang yang berkuasa antara tahun 894-898 M.<ref>Kusen, ''Raja-raja Mataram Kuno dari Sanjaya sampai Balitung, sebuah rekonstruksi berdasarkan Prasasti Wanua Tengah III'', Berkala Arkeologi, Tahun XIV, Edisi Khusus, 1994, hlm. 90-94.</ref>


Pada prasasti ini ada sebutan ''Bhatara Sang lumah i Rban''. Istilah bhatara dipakai untuk menyebut seorang raja bijaksana yang telah wafat. Adanya kata sang lumah i rban dimaksudkan bahwa raja tersebut di makamkan di Rban. Pu Wirawikrama begitu cinta kepada raja yang telah wafat ini tentunya bukan tanpa alasan. Sangat besar kemungkinan bahwa Pu Wirawikrama adalah anak atau keturunan dari raja tersebut.
Pada prasasti ini ada sebutan ''Bhatara Sang lumah i Rban''. Istilah bhatara dipakai untuk menyebut seorang raja bijaksana yang telah wafat. Adanya kata sang lumah i rban dimaksudkan bahwa raja tersebut di makamkan di Rban. Pu Wirawikrama begitu cinta kepada raja yang telah wafat ini tentunya bukan tanpa alasan. Sangat besar kemungkinan bahwa Pu Wirawikrama adalah anak atau keturunan dari raja tersebut.

Revisi per 16 Mei 2020 06.05

Prasasti Rabwan (juga disebut Prasasti Roban) adalah prasasti peninggalan wangsa Sailendra yang berasal dari kerajaan Medang, ditemukan pada tahun 1952 di Desa Tlogopakis Kecamatan Petungkriono, Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah. Prasasti ini mempunyai keunikan tersendi, ditulis diatas Gentha Perunggu (lonceng) kecil berukuran tinggi sekitar 17 cm dan diameter +/- 13 cm menggunakan aksara Kawi dan bahasa Jawa Kuno dengan angka tahun 827 Saka (905 M).[1].

Kini prasasti tersebut disimpan di Museum Nasional Indonesia, Jakarta.

Fisik

  • Bentuk : Lonceng / Gentha
  • Bahan : Perunggu
  • Ukuran Prasasti : tinggi sekitar 17 cm dan diameter +/- 13 cm
  • Bentuk Aksara dan Bahasa : aksara Kawi dan bahasa Jawa Kuno

Penemuan

Prasasti Rabwan ditemukan pada tahun 1952 di Desa Tlogopakis Kecamatan Petungkriyono – Kabupaten Pekalongan oleh seorang petani yang kebetulan sedang membajak sawah. Saat ini prasasti tersebut disimpan di Museum Nasional Jakarta.

Isi

Prasasti ini menceritakan tentang Bhatara Sang Lumah i Rban. Istilah bhatara dipakai untuk menyebut seorang raja bijaksana yang telah wafat. Adanya kata sang lumah i rban dimaksudkan bahwa raja tersebut di makamkan di Rban. Pu Wirawikrama begitu cinta kepada raja yang telah wafat dan mempersembahkan sebuah genta perunggu kepada raja yang dimakamkan di Rban.

Teks prasasti

Transkripsi

  1. Om namaś śiwäya i çaka 827 phälguņa mäsa tithi saptami súkla. Tu. Wa. So. Wära käla rakryän I wuŋkaltihaŋ pu wïrawikrama maņarpanäkan gaņtha I bhathara iŋ rabwän.
  2. Likhita siņgahan

Terjemahan (bebas)

Pada tahun Saka 827 bulan Palguna tanggal 7 paruh terang, wara Tunglai – Wagai – Soma. Rakryān I Wungkaltihang bernama Pu Wīrawikrama mempersembahkan sebuah genta perunggu kepada Bhaţāra Sang Lumah i Rban pada tahun 827 Saka (905 M).

Penafsiran prasasti

Adanya nama Rabwan atau Roban di sini menunjukkan bahwa pada tahun 905 M daerah ini masih eksis dan saat itu berkait dengan adanya bangunan suci raja (sangat mungkin berupa makam) dimana seorang raja atau kerabat raja telah diistirahatkan di Roban.

Kemudian ada nama Wungkaltihang. Nama ini identik dengan Wungkalhumalang atau Watutihang yang disebut dalam prasasti Wanua Tengah III (908 M). Nama itu sebelumnya menjadi tanah lungguh dari seorang pangeran bernama Rakai Wungkalhumalang yang kemudian naik tahta menjadi raja Medang antara tahun 894-898 M. Prasasti ini menyebutkan bahwa yang mempersembahkan genta perunggu adalah Pu Wīrawikrama dari Wungkaltihang. Dapat dipastikan bahawa Pu Wīrawikrama adalah seorang pejabat tinggi dan mungkin keturunan dari Rakai Wungkalhumalang yang berkuasa antara tahun 894-898 M.[2]

Pada prasasti ini ada sebutan Bhatara Sang lumah i Rban. Istilah bhatara dipakai untuk menyebut seorang raja bijaksana yang telah wafat. Adanya kata sang lumah i rban dimaksudkan bahwa raja tersebut di makamkan di Rban. Pu Wirawikrama begitu cinta kepada raja yang telah wafat ini tentunya bukan tanpa alasan. Sangat besar kemungkinan bahwa Pu Wirawikrama adalah anak atau keturunan dari raja tersebut.

Berakhirnya pemerintahan Rake Wungkalhumalang yang hanya berjalan 4 tahun, besar kemungkinan karena sakit lalu wafat. Bahwa 7 tahun kemudian yaitu pada tahun 905 M, Pu Wirawikrama mempersembahkan sebuah genta perunggu kepada raja yang dimakamkan di Rban, hal ini tidak aneh karena tokoh Bhatara Sang lumah i Rban adalah leluhurnya sendiri.

Referensi

  1. ^ Boechari (2013). Melacak Sejarah Kuno Indonesia Lewat Prasasti. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia. hlm. 341-348. ISBN 978-2855394732. 
  2. ^ Kusen, Raja-raja Mataram Kuno dari Sanjaya sampai Balitung, sebuah rekonstruksi berdasarkan Prasasti Wanua Tengah III, Berkala Arkeologi, Tahun XIV, Edisi Khusus, 1994, hlm. 90-94.

Lihat pula