Tehyan: Perbedaan antara revisi
kTidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan |
kTidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan |
||
Baris 1: | Baris 1: | ||
'''Tehyan''' adalah alat musik gesek yang terbuat dari [[ |
'''Tehyan''' adalah alat musik gesek yang terbuat dari [[Kayu jati]] dengan [[Tabung resonansi]] yang terbuat dari ''batok [[kelapa]]'', dan dilengkapi ''Senar''. Alat musik khas [[Betawi]] yang menghasilkan nada-nada tinggi ini diadaptasi dari budaya [[Tionghoa]], biasanya dimainkan dengan alat-alat musik lainnya dalam musik [[tanjidor]]<ref>Sari & Hutapea, 2018. Mengenal Tehyan, Alat Musik Gesek Khas Betawi. [https://megapolitan.kompas.com/read/2018/03/25/15234481/mengenal-tehyan-alat-musik-gesek-khas-betawi]</ref>. |
||
Alat musik ini merupakan gabungan (alkuturasi) adat Betawi dan Tiongkok yang masuk ke Indonesia ketika zaman kolonial Belanda, pada abad ke-18. Pada saat itu, tehyan sering digunakan pada pesta |
Alat musik ini merupakan gabungan (alkuturasi) adat Betawi dan Tiongkok yang masuk ke Indonesia ketika zaman kolonial Belanda, pada abad ke-18. Pada saat itu, tehyan sering digunakan pada pesta nikah, hari perayaan, hingga pemakaman<ref>Alfreda & Aji, 2018. Mengenal Tehyan, Alat Musik Gesek Khas Betawi. [http://jakarta.tribunnews.com/2018/04/01/mengenal-tehyan-alat-musik-gesek-khas-betawi]</ref>. |
||
== Sejarah == |
== Sejarah == |
Revisi per 28 Mei 2020 17.06
Tehyan adalah alat musik gesek yang terbuat dari Kayu jati dengan Tabung resonansi yang terbuat dari batok kelapa, dan dilengkapi Senar. Alat musik khas Betawi yang menghasilkan nada-nada tinggi ini diadaptasi dari budaya Tionghoa, biasanya dimainkan dengan alat-alat musik lainnya dalam musik tanjidor[1].
Alat musik ini merupakan gabungan (alkuturasi) adat Betawi dan Tiongkok yang masuk ke Indonesia ketika zaman kolonial Belanda, pada abad ke-18. Pada saat itu, tehyan sering digunakan pada pesta nikah, hari perayaan, hingga pemakaman[2].
Sejarah
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Phoa, Kian Sioe, dalam "Orkest gambang, Hasil kesenian Tionghoa Peranakan di Djakarta",[3] gambang (gambang kromong) berawal mula dari kalangan masyarakat di Batavia pada masa Kapitein der Chineezen Nie Hoe Kong (tahun 1736-1740), dimasa itu adalah wakti menjelang terjadinya Tragedi Pembantaian Angke (Kali Merah) tahun 1740. Dari Batavia kesenian ini sedemikian populer hingga menyebar ke etnis Tionghoa-indo di area Benteng, Buitenzorg, Bekassie / Bekasi. Ini sedemikian populernya hingga etnis Betawi juga menggemarinya.