Ganra, Soppeng: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Wagino Bot (bicara | kontrib)
Baris 18: Baris 18:
Pendapat lain mengatakan bahwa Ganra sebenarnya berasal dari kata ''Ganra'' itu sendiri, dalam bahasa bugis kuno Ganra diartikan sebagai alat pemintal benang yang berbentuk melingkar. pendapat tersebut memang didukung dengan kondisi geografis Ganra yang nyaris melingkar. Pendapat terakhir mengatakan Ganra berasal dari kata ''Gendrang'' (Bedug), konon ketika Datu Luwu beserta rombongan hendak melakukan kunjungan kerajaan di istana Kedatuan Soppeng, melewati wilayah Ganra dan rakyat spontan menyambut sang datu dengan hiburan pukulan-pukulan Bedug. Sampai saat ini informasi mengenai sejarah Ganra masih mengandalkan sumber lisan, mengingat catatan naskah kuno seperti ''lontara'' belum ditemukan sehingga untuk memastikan periode terbentuk Kerajaan Ganra mengalami sedikit kendala.
Pendapat lain mengatakan bahwa Ganra sebenarnya berasal dari kata ''Ganra'' itu sendiri, dalam bahasa bugis kuno Ganra diartikan sebagai alat pemintal benang yang berbentuk melingkar. pendapat tersebut memang didukung dengan kondisi geografis Ganra yang nyaris melingkar. Pendapat terakhir mengatakan Ganra berasal dari kata ''Gendrang'' (Bedug), konon ketika Datu Luwu beserta rombongan hendak melakukan kunjungan kerajaan di istana Kedatuan Soppeng, melewati wilayah Ganra dan rakyat spontan menyambut sang datu dengan hiburan pukulan-pukulan Bedug. Sampai saat ini informasi mengenai sejarah Ganra masih mengandalkan sumber lisan, mengingat catatan naskah kuno seperti ''lontara'' belum ditemukan sehingga untuk memastikan periode terbentuk Kerajaan Ganra mengalami sedikit kendala.


Ganra secara geografis diapit oleh dua sungai (Salojaraja dan MallanroE) membentang dari barat ke timur yang menjadikan Ganra sebagai wilayah subur untuk pertanian. Kondisi ini mengakibatkan Ganra sering menjadi objek persengketaan antara kerajaan-kerajaan besar di sekitarnya. tercatat dalam sejarah Bone bahwa La Madderemmeng MattinroE ri Bukaka (Raja Bone ke-13) pernah berseteru dengan Wajo yang mengakibatkan gugurnya La Sigajang To Bunne (Raja Wajo ke-19) dalam perebutan wilayah Ganra, Cenrana dan Pallime[https://books.google.co.id/books?id=470zDwAAQBAJ&pg=PA219&lpg=PA219&dq=ganra+dan+pallime&source=bl&ots=iSAEQV7ELc&sig=ACfU3U11ynyECcb0Q2H-lfe0B8PZEtrL3Q&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwjNk4H4s5jgAhWHiXAKHfeHBMsQ6AEwEHoECAgQAQ#v=onepage&q=ganra%20dan%20pallime&f=false]. Kerajaan Bone dan Kerajaan Soppeng juga diyakini pernah memperebutkan wilayah Ganra, namun konflik ini hanya mengandalkan kekuatan diplomasi kedua belah pihak sehingga tidak menimbulkan peperangan akibat kepiawaian Kajao Laliddong pihak Bone dan Arung Bila pihak Soppeng. [[File:Masjid Taqwa Ganra.jpg|jmpl|'''Masjid Kebanggan Masyarakat Desa Ganra'''
Ganra secara geografis diapit oleh dua sungai (Salojaraja dan MallanroE) membentang dari barat ke timur yang menjadikan Ganra sebagai wilayah subur untuk pertanian. Kondisi ini mengakibatkan Ganra sering menjadi objek persengketaan antara kerajaan-kerajaan besar di sekitarnya. tercatat dalam sejarah Bone bahwa La Madderemmeng MattinroE ri Bukaka (Raja Bone ke-13) pernah berseteru dengan Wajo yang mengakibatkan gugurnya La Sigajang To Bunne (Raja Wajo ke-19) dalam perebutan wilayah Ganra, Cenrana dan Pallime[https://books.google.co.id/books?id=470zDwAAQBAJ&pg=PA219&lpg=PA219&dq=ganra+dan+pallime&source=bl&ots=iSAEQV7ELc&sig=ACfU3U11ynyECcb0Q2H-lfe0B8PZEtrL3Q&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwjNk4H4s5jgAhWHiXAKHfeHBMsQ6AEwEHoECAgQAQ#v=onepage&q=ganra%20dan%20pallime&f=false]. Kerajaan Bone dan Kerajaan Soppeng juga diyakini pernah memperebutkan wilayah Ganra, namun konflik ini hanya mengandalkan kekuatan diplomasi kedua belah pihak sehingga tidak menimbulkan peperangan akibat kepiawaian Kajao Laliddong pihak Bone dan Arung Bila pihak Soppeng. [[File:Masjid Besar Taqwa Ganra.jpg|jmpl|'''Masjid Kebanggan Masyarakat Desa Ganra'''
'''(Masjid Besar Taqwa Ganra)'''
'''(Masjid Besar Taqwa Ganra)'''
|279x279px]]
|279x279px]]

Revisi per 9 Agustus 2020 18.27

Ganra
Negara Indonesia
ProvinsiSulawesi Selatan
KabupatenSoppeng
Pemerintahan
 • CamatMuh. Idrus, S.Sos.
Populasi
 • Total11,441 jiwa jiwa
Kode Kemendagri73.12.07
Kode BPS7312031
Luas57 km²
Desa/kelurahan4 desa

Ganra adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan, Indonesia. Kecamatan Ganra terdiri atas 4 (empat) desa, diantaranya ; Desa Ganra, Desa Belo, Desa Lompulle dan Desa Enrekeng. Dengan ibu kota kecamatan di Desa Ganra.

Ganra menurut tokoh lokal H. Badaruddin Andi Abd. Rahman yaitu berasal dari kata Anra, dalam bahasa bugis bermakna (umpan untuk ayam hutan), manganraa (menangkap ayam hutan dengan menjadikan lawan jenisnya sebagai umpan). Menurutnya Ganra dulu merupakan hutan belantara. Olehnya itu anak Arung Ganra saat itu sering memanfaatkannya sebagai suatu kegemaran untuk menangkap ayam-ayam hutan dengan cara memasang Anra tersebut.

AbbanuangE, yang berada di sebelah timur Ganra saat ini, diyakini sebagai pemukiman awal masyarakat Ganra dan juga sebagai pusat kerajaan saat itu yang masih menganut keyakinan animisme. Wilayah PattunungE yang berada di sebelah selatan dijadikan sebagai tempat pengabuan (kremasi) jenazah keluarga Arung dan warga pada saat itu. Menurut Alm. H. Halide, setelah penyakit mematikan (Zai) mewabah di wilayah AbbanuangE, Arung Ganra kemudian mengeluarkan titah untuk membuka hutan sebagai pemukiman baru di wilayah itu.

Pendapat lain mengatakan bahwa Ganra sebenarnya berasal dari kata Ganra itu sendiri, dalam bahasa bugis kuno Ganra diartikan sebagai alat pemintal benang yang berbentuk melingkar. pendapat tersebut memang didukung dengan kondisi geografis Ganra yang nyaris melingkar. Pendapat terakhir mengatakan Ganra berasal dari kata Gendrang (Bedug), konon ketika Datu Luwu beserta rombongan hendak melakukan kunjungan kerajaan di istana Kedatuan Soppeng, melewati wilayah Ganra dan rakyat spontan menyambut sang datu dengan hiburan pukulan-pukulan Bedug. Sampai saat ini informasi mengenai sejarah Ganra masih mengandalkan sumber lisan, mengingat catatan naskah kuno seperti lontara belum ditemukan sehingga untuk memastikan periode terbentuk Kerajaan Ganra mengalami sedikit kendala.

Ganra secara geografis diapit oleh dua sungai (Salojaraja dan MallanroE) membentang dari barat ke timur yang menjadikan Ganra sebagai wilayah subur untuk pertanian. Kondisi ini mengakibatkan Ganra sering menjadi objek persengketaan antara kerajaan-kerajaan besar di sekitarnya. tercatat dalam sejarah Bone bahwa La Madderemmeng MattinroE ri Bukaka (Raja Bone ke-13) pernah berseteru dengan Wajo yang mengakibatkan gugurnya La Sigajang To Bunne (Raja Wajo ke-19) dalam perebutan wilayah Ganra, Cenrana dan Pallime[1]. Kerajaan Bone dan Kerajaan Soppeng juga diyakini pernah memperebutkan wilayah Ganra, namun konflik ini hanya mengandalkan kekuatan diplomasi kedua belah pihak sehingga tidak menimbulkan peperangan akibat kepiawaian Kajao Laliddong pihak Bone dan Arung Bila pihak Soppeng.

Masjid Kebanggan Masyarakat Desa Ganra (Masjid Besar Taqwa Ganra)

Ganra memiliki tokoh patriotik seperti Petta TellariE yang telah berjuang mempertahankan teritorial kerajaan pada saat terjadinya perang saudara antara Arung Ganra dengan Datu Mari-Mari atau yang umum dikenal Musu Belo (Perang Belo). Selain itu Tokoh kharismatik yang religius seperti Wali H. Katu, seorang penyebar agama Islam yang pernah menetap di Ganra, beliau dikenal sebagai seorang Ulama yang pertama melakukan pengajian di Masjid Tua Ganra.

Ganra saat ini dikenal sebagai suatu wilayah pedesaan yang sangat kental akan pengetahuan agamanya, sering juga disebut sebagai "wanua panrita" di Kabupaten Soppeng. Beberapa ulama yang pernah lahir di daerah ini. seperti AG. KH. Yusuf Usman (Cikal Bakal Ulama di Ganra), AG. KH. Abd. Rahman Pakkanna, AG. KH. Abd. Muin, AG. KH. Muh. Said, AG. K. Muh. Amin Battang, AG. KH. Muh. Natsir.

Masjid Taqwa Ganra dan Yayasan Perguruan Islam Ganra (YPIG) merupakan media utama pengembangan pengetahuan agama tersebut. Masjid Taqwa Ganra sejak dulu digunakan sebagai tempat pengajian oleh para Anre Gurutta untuk pengembangan ilmu agama. sedangkan Yayasan Perguruan Islam Ganra (YPIG) merupakan lembaga pendidikan bentukan masyarakat yang sangat berperan terhadap pengembangan ilmu agama dan ilmu formal lainnya

Yayasan Perguruan Islam Ganra (YPIG/Pergis)

YPIG merupakan salah satu lembaga pendidikan Islam tertua di Sulawesi Selatan yang berdiri sejak tanggal 1 Agustus 1940. Berdirinya YPIG tak bisa dilepaskan dari jasa beberapa tokoh masa itu diantaranya; Andi Hasan (Sulewatang Ganra), H. Ahmad Andi Adam (Imam Lompo Ganra) dan Muh Aras (Tokoh Masyarakat)[2]. Dalam lembaga pendidikan ini terdapat Pondok Pesantren YPIG yang secara khusus membina santri dan santriwati terhadap pengembangan ilmu agama seperti pelajaran kitab kuning, tafsir dan hafidz al-Qur'an.

YPIG telah menelorkan beberapa alumni yang berprestasi diantaranya KH. Muh. Naim (Mantan Imam Besar Almarkas Makassar), Prof. Dr. H. Abd. Rahim Yunus, MA (Guru Besar UIN Alauddin dan Sekjen MUI Sul-Sel) dan Prof. Dr. H. Jalaluddin Rahman, MA (Guru Besar UIN Alauddin Makassar).

Dari pemaparan di atas dapat diasumsikan bahwa Ganra merupakan suatu wilayah pedesaan yang kaya akan nilai historis, filosofis dan religius, yang secara nyata telah banyak memberikan kontribusinya terhadap perkembangan pendidikan baik dalam bidang agama maupun dalam bidang pengetahuan umum di Sulawesi Selatan secara umum dan di Kabupaten Soppeng secara khusus.