Lompat ke isi

Pembicaraan Pengguna:Sadoell77: Perbedaan antara revisi

Konten halaman tidak didukung dalam bahasa lain.
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Sadoell77 (bicara | kontrib)
Sadoell77 (bicara | kontrib)
Baris 79: Baris 79:


Fana perempuanku, bangunkanku, jika fajar surga menyelinap dari balik tirai jendela, disini tak ada waktu berburu, tak ada kelana jika semua telah terlihat begitu terbiasa, tak ada aku(ego), tak ada hasrat, tak ada selainKu, ku selalu bersamaMu, kekasih.
Fana perempuanku, bangunkanku, jika fajar surga menyelinap dari balik tirai jendela, disini tak ada waktu berburu, tak ada kelana jika semua telah terlihat begitu terbiasa, tak ada aku(ego), tak ada hasrat, tak ada selainKu, ku selalu bersamaMu, kekasih.


By: http://sadoell77.wordpress.com

== Manifesto satria pedang tumpul ==

:Ketika bertanya kemana tujuan

Pada tusuk sate tamanku, diantara lajur jalan yang terlewati, dimana hilir mudik menjadi pemandangan yang tak terlewatkan sepanjang waktu. Kadang ditemani sebungkus rokok dan secangkir kopi, kadang hanya melihat lalulalang orang-orang. Langkah kaki sepi seorang gadis, lelaki gontay kehilangan semangat, omong-kosong pacar merayu disisinya yang tersipu-sipu,perempuannya menolehkan wajah padaku mencari saat selingkuh. Sendiriku, duduk dibangku taman, ditusuk sate, diantara lajur jalan yang terlewati.

Kuingat kekasih, siapa dia, perempuan manis, cantik, tak perduli wana kulit. Rambut sebahu atau dikepang dua, atau digerai angin………wajahnya pasti kukenali seperti kukenal mereka perempuan yang sempat duduk disisiku saling menemani, menunggu waktu pergi. Entah disenja, entah dipagi, disini dibangku taman, pada tusuk sate, diantara lajur-lajur jalan yang terlewati.

Pada akhirnya bangku ditamanku, hanya aku yang ditemani secangkir kopi dan sebungkus rokok. Entah mungkin kekasih menunggu disudut gang, menginginkanku menjemputnya disana, tapi engganku beranjak dari bangku ditamanku, pada tusuk sate, diantara lajur jalan yang terlewati, dimana hilir mudik menjadi pemandanganku sepanjang waktu.

Kekasih tempatmu dihati dan pikirku, diantara berita politik, sosial, budaya, dan ekonomi, bersesak disisi hukum dan kriminalitas, Negara ini. Kekasih apakah agamamu, ku tak peduli selama kau tak mejadi biarawati dan biksuni, dan selama bukan mantan kekasih dari orang yang begitu kau kekasihi, selama kau tak pernah berlari darinya dan menemui lelaki lain, selama itu aku juga kekasih yang menunggumu. Hanya aku ditemani sebungkus rokok kretek dan secangkir kopi, pada bangku ditamaku, tepat ditusuk sate, jalur jalan yang biasa dilewati.

Kekasih, ditusuk sate, diantara lajur-lajur jalan, disana ada sebuah taman, ada aku pada sebuah bangku, ditemani secangir kopi dan sebungkus rokok kretek, jangan kau tanya aku siapa, tapi mendekatlah dan duduk merapat kesisiku dan katakan kau tak akan membiarkanku duduk sendiri tanpa kau temani, setelah gelap lewat, peluk aku dan ciumi aku, jika mungkin kekasih begitu abadi dikebersamaan, sempatkan dirimu untuk menjadi ibu anak-anakku.

Tapi jika ku tak berada dibangku taman, mungkin kita tak sedang beruntung, karena biasanya disepanjang waktuku berada disana, menyaksikan lalulalang orang-orang lewat, pada lajur-lajur jalan kehidupan. Tapi lihat diujung gang, dibawah rambu dilarang parkir, disana ada kedai kopi, duduklah disalah satu bangkunya, pesan minuman kesukaanmu, mungkin kau akan sadar disana ada pemuda yang begitu menati kekasihnya, duduk sendiri, sambil terus matanya memandang keluar, seperti menjemput seorang perempuan, untuk duduk disisinya, itu bukan aku, tetapi kekasih yang duduk disudut, menunggu perempuan untuk menerima cintanya.





Revisi per 10 Oktober 2008 14.02

By: http://wordpress.com Tuhan kemari temaniku ngobrol, sepi, ngga ada rokok.

Tuhan punya rokok? sekalian kalo punya kopi kopinya Tuhan, biar ngga bete.


By: http://sadoell77.wordpress.com

Ketika bertanya kemana tujuan

Pada tusuk sate tamanku, diantara lajur jalan yang terlewati, dimana hilir mudik menjadi pemandangan yang tak terlewatkan sepanjang waktu. Kadang ditemani sebungkus rokok dan secangkir kopi, kadang hanya melihat lalulalang orang-orang. Langkah kaki sepi seorang gadis, lelaki gontay kehilangan semangat, omong-kosong pacar merayu disisinya yang tersipu-sipu,perempuannya menolehkan wajah padaku mencari saat selingkuh. Sendiriku, duduk dibangku taman, ditusuk sate, diantara lajur jalan yang terlewati.

Kuingat kekasih, siapa dia, perempuan manis, cantik, tak perduli wana kulit. Rambut sebahu atau dikepang dua, atau digerai angin………wajahnya pasti kukenali seperti kukenal mereka perempuan yang sempat duduk disisiku saling menemani, menunggu waktu pergi. Entah disenja, entah dipagi, disini dibangku taman, pada tusuk sate, diantara lajur-lajur jalan yang terlewati.

Pada akhirnya bangku ditamanku, hanya aku yang ditemani secangkir kopi dan sebungkus rokok. Entah mungkin kekasih menunggu disudut gang, menginginkanku menjemputnya disana, tapi engganku beranjak dari bangku ditamanku, pada tusuk sate, diantara lajur jalan yang terlewati, dimana hilir mudik menjadi pemandanganku sepanjang waktu.

Kekasih tempatmu dihati dan pikirku, diantara berita politik, sosial, budaya, dan ekonomi, bersesak disisi hukum dan kriminalitas, Negara ini. Kekasih apakah agamamu, ku tak peduli selama kau tak mejadi biarawati dan biksuni, dan selama bukan mantan kekasih dari orang yang begitu kau kekasihi, selama kau tak pernah berlari darinya dan menemui lelaki lain, selama itu aku juga kekasih yang menunggumu. Hanya aku ditemani sebungkus rokok kretek dan secangkir kopi, pada bangku ditamaku, tepat ditusuk sate, jalur jalan yang biasa dilewati.

Kekasih, ditusuk sate, diantara lajur-lajur jalan, disana ada sebuah taman, ada aku pada sebuah bangku, ditemani secangir kopi dan sebungkus rokok kretek, jangan kau tanya aku siapa, tapi mendekatlah dan duduk merapat kesisiku dan katakan kau tak akan membiarkanku duduk sendiri tanpa kau temani, setelah gelap lewat, peluk aku dan ciumi aku, jika mungkin kekasih begitu abadi dikebersamaan, sempatkan dirimu untuk menjadi ibu anak-anakku.

Tapi jika ku tak berada dibangku taman, mungkin kita tak sedang beruntung, karena biasanya disepanjang waktuku berada disana, menyaksikan lalulalang orang-orang lewat, pada lajur-lajur jalan kehidupan. Tapi lihat diujung gang, dibawah rambu dilarang parkir, disana ada kedai kopi, duduklah disalah satu bangkunya, pesan minuman kesukaanmu, mungkin kau akan sadar disana ada pemuda yang begitu menati kekasihnya, duduk sendiri, sambil terus matanya memandang keluar, seperti menjemput seorang perempuan, untuk duduk disisinya, itu bukan aku, tetapi kekasih yang duduk disudut, menunggu perempuan untuk menerima cintanya.


Perempuanku siapakah aku? siapa aku lelakimu dik yang selalu menyebutmu dengan sebutan manis? yang selalu ingin memanjakan pendengaranmu dengan perkataan `I Love You`supaya tidak lupa bahwa begitu dibutuhkanya dirimu dik?! tapi seperti apa `Love` itu? seperti saat aku memintamu menelponku? sepeti `Love`kah katamu berusaha menemukan tempat kita berdua dalam dirimu! aku ngga tau mungkinkah ketemu tempat dalam rasa seperti `Love`itu dik, ketika serasa sendiri menginginkanmu dalam pelukanku terus menerus!? Apakah `love` itu dik? mestinyakan aku tak bertanya hanya meyakinkan seperti layaknya merayu saja!? Bahawa `Love` itu kudefinisikan sebagai kita saja, tapi `Love`seperti dampak dalam berhubungan, yang berakibat rindu bila tak bertemu dan beberapa saat yang lewat itu memintamu menelponku dik, lalu bilang padamu lusa aku yang telpon kamu!? `Love`??? kenapa dinamai `Love` kenapa kubilang`Love`: saya…………(Love)…………kamu?! pernyataan!!! kalimat itu sederhana saja, seperti penyederhanaan pernyataan.

Aneh? seberapa banyak dapat diterjemahkan kalimat “Cintaku padamu……….???” Perempuanku kamu punya `Love` dan aku lelaki kesepian, dan kesepian yang punya hayalan dikesendirianku, digedor pintu pake `Love`, dan kamu berusaha menariku dari dalam kesendirianku pake `Love`, apakah itu `Love` buatku dik…..? dik sadarkan aku kalo sudah diluar kamarku, kamu mesti mengenalkan dunia luar yang serba-serbi ini dik, biar lupa kaget kalo didunia yang ramai…………jangan lupa candamu yang menyenangkanku itu…… dik?!.

Dan tentu saja `Love`mu menjadi sangat penting agar aku ngga nyasar, kalo sebenarnya didunia yang ramai ini ada `Love`mu.

Dunia yang ramai punya hiruk-pikuk dan aku seperti orang yang pikun tentang keriuhan, sudah alpa pimpin laskar demonstran, alpa seminar, alpa komunitas, alpa mengkomunikasikan diri dalam keramaian?! tapi aku ngga mau lupa bilang `Love` sama kamu dik.

Perempuanku “I Love You…!!!” jadi sebenarnya `Love`ku itu `Love`mu, atau `Love`aku dan kamu, atau `Aku (Kamu)`, atau `Kamu (Aku)`. Atau dalam satu bilangan saja??? tapi ini seperti penjumlahan?! jika ini merupakan penjumblahan ini merupakan dua bilangan yang berdiri sendiri, dan `Love` menjadi korelasi diri kita.

Perempuanku `Love`ku, aku mencipta korelasi denganmu, aku `Love`mu, nilai yang dikorelasikan? bilangan pertama(aku) menjadi penyebab dengan mengkorelasikan(Love)diri pada bilangan yang dikorelasikan(kamu), dan nilai yang dihasilkan(Aku Kamu dan Kamu Aku), `Love` korelasi dua bilangan yang masing-masing memiliki nilai setara yakni satu(Aku) `Love` satu(Kamu). (Aku Kamu , Kamu Aku) itu saja, `Love` korelasinya, cukup.

Aku belum dapat menterjemahkan seutuhnya, tetapi, i love you……..


http://sadoell77.wordpress.com Fana nama gadis yang berlari pada sebuah tempat disurga, mengajaku berkelana dibumi, apakah aku akan bertanya untuk apa kita disini kekasih, jika surga lebih baik buat kita?

Fana mengajakku berlari sekencang mungkin meninggalkan surga pertama, tempat kami bercinta, dan menujukan arah kelanaku yang seakan tanpa tepi sebelum pertemuan, pada perjamuan cintaMu.

Fanakah kini dirimu kekasih, yang letih kukejar dalam sunyiku, sembunyi sendiri. Adakah kau tuang air hayat ketika letihku berulang, sedang pengembaraan ditengah perburuan tak henti menggumam dalam sebutkan satu kata tak henti berkali bak air, kekasih, menderas, menggelombang menerpa hampa pada ruang, ketika kau sebut perjalananku gombalku belaka, kekasih, tipuan dari bibir rayuanku. kau pikir cintaku semu, dimana Tuhan yang lebih kekal dari jasadku, dari sukmaku yang mengembang disemesta raya, ataukah ruhku selain Allahu azza wa zala.

Fana namamu, perempuanku, masihkah tertipu pandangan pada hampa langkahmu, ketika kau tak pernah sadari sepiku tanpamu, ketika lelaki perkasa itu kau sebut robb….berketentuan pada kuasa, agung pada singgasana dan istana, tak henti kau maki aku lelaki yang lena pada bidadariMu.

Fana nama perempuanku, bayangan yang menyelinap pada sunyiku, mengelepar seakanku berlari darimu, ketika aku begitu dekat, seakan jauh terlihat dariNya.

Fana perempuanku, pergilah kejabalrahman menangislah, menghiba, mendera diri pada isak tangis tak berkesudahan, sebelum rengkuh cintaku, yang kau sebut fana, semu belaka, katamu, ketika kubertingkah pada hatimu yang lena, sekan kutak memanjakanmu, kekasih.

Fana perempuanku, masihkah kau sadariku, jika kau tak bersamaku. makaku bersamaNya, menangislah mintalah aku sekali lagi mendekapmu, sebagaimana mula pertama pada hamparan takbertepi yang kekal diri, pada surgaMu, yaa Allahu azza wa zalla.

Fana perempuanku, jika pertemuan telah menjadi semu, meski hampa, nyataku ciptaanMu, tak lebih kekal dari waktu dimayapada, hingga sesaat lewat, adalah aku yang tak sempat, dihadapamu, ketika kutak lagi berjarak bersamaNya. Cintailah ciptaanKu, sebagaimana mencintaiNya, kasihiKu sebagaimana kukasihiMu.

Fana perempuanku, bangunkanku, jika fajar surga menyelinap dari balik tirai jendela, disini tak ada waktu berburu, tak ada kelana jika semua telah terlihat begitu terbiasa, tak ada aku(ego), tak ada hasrat, tak ada selainKu, ku selalu bersamaMu, kekasih.

Manifesto satria pedang tumpul

Fana nama gadis yang berlari pada sebuah tempat disurga, mengajaku berkelana dibumi, apakah aku akan bertanya untuk apa kita disini kekasih, jika surga lebih baik buat kita?

Fana mengajakku berlari sekencang mungkin meninggalkan surga pertama, tempat kami bercinta, dan menujukan arah kelanaku yang seakan tanpa tepi sebelum pertemuan, pada perjamuan cintaMu.

Fanakah kini dirimu kekasih, yang letih kukejar dalam sunyiku, sembunyi sendiri. Adakah kau tuang air hayat ketika letihku berulang, sedang pengembaraan ditengah perburuan tak henti menggumam dalam sebutkan satu kata tak henti berkali bak air, kekasih, menderas, menggelombang menerpa hampa pada ruang, ketika kau sebut perjalananku gombalku belaka, kekasih, tipuan dari bibir rayuanku. kau pikir cintaku semu, dimana Tuhan yang lebih kekal dari jasadku, dari sukmaku yang mengembang disemesta raya, ataukah ruhku selain Allahu azza wa zala.

Fana namamu, perempuanku, masihkah tertipu pandangan pada hampa langkahmu, ketika kau tak pernah sadari sepiku tanpamu, ketika lelaki perkasa itu kau sebut robb….berketentuan pada kuasa, agung pada singgasana dan istana, tak henti kau maki aku lelaki yang lena pada bidadariMu.

Fana nama perempuanku, bayangan yang menyelinap pada sunyiku, mengelepar seakanku berlari darimu, ketika aku begitu dekat, seakan jauh terlihat dariNya.

Fana perempuanku, pergilah kejabalrahman menangislah, menghiba, mendera diri pada isak tangis tak berkesudahan, sebelum rengkuh cintaku, yang kau sebut fana, semu belaka, katamu, ketika kubertingkah pada hatimu yang lena, sekan kutak memanjakanmu, kekasih.

Fana perempuanku, masihkah kau sadariku, jika kau tak bersamaku. makaku bersamaNya, menangislah mintalah aku sekali lagi mendekapmu, sebagaimana mula pertama pada hamparan takbertepi yang kekal diri, pada surgaMu, yaa Allahu azza wa zalla.

Fana perempuanku, jika pertemuan telah menjadi semu, meski hampa, nyataku ciptaanMu, tak lebih kekal dari waktu dimayapada, hingga sesaat lewat, adalah aku yang tak sempat, dihadapamu, ketika kutak lagi berjarak bersamaNya. Cintailah ciptaanKu, sebagaimana mencintaiNya, kasihiKu sebagaimana kukasihiMu.

Fana perempuanku, bangunkanku, jika fajar surga menyelinap dari balik tirai jendela, disini tak ada waktu berburu, tak ada kelana jika semua telah terlihat begitu terbiasa, tak ada aku(ego), tak ada hasrat, tak ada selainKu, ku selalu bersamaMu, kekasih.


By: http://sadoell77.wordpress.com

Manifesto satria pedang tumpul

Ketika bertanya kemana tujuan

Pada tusuk sate tamanku, diantara lajur jalan yang terlewati, dimana hilir mudik menjadi pemandangan yang tak terlewatkan sepanjang waktu. Kadang ditemani sebungkus rokok dan secangkir kopi, kadang hanya melihat lalulalang orang-orang. Langkah kaki sepi seorang gadis, lelaki gontay kehilangan semangat, omong-kosong pacar merayu disisinya yang tersipu-sipu,perempuannya menolehkan wajah padaku mencari saat selingkuh. Sendiriku, duduk dibangku taman, ditusuk sate, diantara lajur jalan yang terlewati.

Kuingat kekasih, siapa dia, perempuan manis, cantik, tak perduli wana kulit. Rambut sebahu atau dikepang dua, atau digerai angin………wajahnya pasti kukenali seperti kukenal mereka perempuan yang sempat duduk disisiku saling menemani, menunggu waktu pergi. Entah disenja, entah dipagi, disini dibangku taman, pada tusuk sate, diantara lajur-lajur jalan yang terlewati.

Pada akhirnya bangku ditamanku, hanya aku yang ditemani secangkir kopi dan sebungkus rokok. Entah mungkin kekasih menunggu disudut gang, menginginkanku menjemputnya disana, tapi engganku beranjak dari bangku ditamanku, pada tusuk sate, diantara lajur jalan yang terlewati, dimana hilir mudik menjadi pemandanganku sepanjang waktu.

Kekasih tempatmu dihati dan pikirku, diantara berita politik, sosial, budaya, dan ekonomi, bersesak disisi hukum dan kriminalitas, Negara ini. Kekasih apakah agamamu, ku tak peduli selama kau tak mejadi biarawati dan biksuni, dan selama bukan mantan kekasih dari orang yang begitu kau kekasihi, selama kau tak pernah berlari darinya dan menemui lelaki lain, selama itu aku juga kekasih yang menunggumu. Hanya aku ditemani sebungkus rokok kretek dan secangkir kopi, pada bangku ditamaku, tepat ditusuk sate, jalur jalan yang biasa dilewati.

Kekasih, ditusuk sate, diantara lajur-lajur jalan, disana ada sebuah taman, ada aku pada sebuah bangku, ditemani secangir kopi dan sebungkus rokok kretek, jangan kau tanya aku siapa, tapi mendekatlah dan duduk merapat kesisiku dan katakan kau tak akan membiarkanku duduk sendiri tanpa kau temani, setelah gelap lewat, peluk aku dan ciumi aku, jika mungkin kekasih begitu abadi dikebersamaan, sempatkan dirimu untuk menjadi ibu anak-anakku.

Tapi jika ku tak berada dibangku taman, mungkin kita tak sedang beruntung, karena biasanya disepanjang waktuku berada disana, menyaksikan lalulalang orang-orang lewat, pada lajur-lajur jalan kehidupan. Tapi lihat diujung gang, dibawah rambu dilarang parkir, disana ada kedai kopi, duduklah disalah satu bangkunya, pesan minuman kesukaanmu, mungkin kau akan sadar disana ada pemuda yang begitu menati kekasihnya, duduk sendiri, sambil terus matanya memandang keluar, seperti menjemput seorang perempuan, untuk duduk disisinya, itu bukan aku, tetapi kekasih yang duduk disudut, menunggu perempuan untuk menerima cintanya.


By: http://sadoell77.wordpress.com