Kakawin Smaradahana: Perbedaan antara revisi
Angayubagia (bicara | kontrib) Menolak perubahan teks terakhir (oleh 114.142.170.34) dan mengembalikan revisi 15200807 oleh LaninBot: tanpa referensi Tag: Pengembalian manual |
Angayubagia (bicara | kontrib) kTidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan visualeditor-wikitext |
||
Baris 10: | Baris 10: | ||
* hasrat memandang yang serba indah |
* hasrat memandang yang serba indah |
||
Akibat panah pancawisesa tersebut dewa Siwa dalam sekejap rindu kepada permaisurinya dewi [[Uma]], tetapi setelah diketahuinya bahwa hal tersebut adalah atas perbuatan batara Kamajaya. Maka ditataplah batara Kamajaya melalui mata ketiganya yang berada di tengah-tengah dahi, hancurlah batara Kamajaya. Dewi [[Ratih]] istri batara Kamajaya melakukan "bela" dengan menceburkan diri kedalam api yang membakar suaminya. Para dewa memohonkan ampun atas kejadian tersebut, agar dihidupkan kembali, permohonan itu tidak dikabulkan bahkan dalam sabdanya bahwa jiwa batara Kamajaya turun ke dunia dan masuk kedalam hati laki-laki, sedangkan dewi Ratih masuk kedalam jiwa wanita. Ketika Siwa duduk berdua dengan dewi Uma, datanglah para dewa mengunjunginya termasuk dewa Indra dengan gajahnya, Airawata yang demikian dahsyatnya sehingga dewi Uma terperanjat dan ketakutan melihatnya, kemudian dewi Uma melahirkan putera berkepala gajah, dan kemudian diberi nama [[Ganesha]]. Datanglah raksasa Nilarudraka yang melangsungkan niatnya "menggedor" khayangan. Maka Ganesha 'lah yang harus menghadapinya, dalam perang tanding tersebut ganesha setiap saat berubah dan bertambah besar dan semakin dahsyat. Akhirnya musuh dapat dikalahkan, dan para dewa bersuka cita. |
Akibat panah ''pancawisesa'' (atau ''pancawisaya''?) tersebut dewa Siwa dalam sekejap rindu kepada permaisurinya dewi [[Uma]], tetapi setelah diketahuinya bahwa hal tersebut adalah atas perbuatan batara Kamajaya. Maka ditataplah batara Kamajaya melalui mata ketiganya yang berada di tengah-tengah dahi, hancurlah batara Kamajaya. Dewi [[Ratih]] istri batara Kamajaya melakukan "bela" dengan menceburkan diri kedalam api yang membakar suaminya. Para dewa memohonkan ampun atas kejadian tersebut, agar dihidupkan kembali, permohonan itu tidak dikabulkan bahkan dalam sabdanya bahwa jiwa batara Kamajaya turun ke dunia dan masuk kedalam hati laki-laki, sedangkan dewi Ratih masuk kedalam jiwa wanita. Ketika Siwa duduk berdua dengan dewi Uma, datanglah para dewa mengunjunginya termasuk dewa Indra dengan gajahnya, Airawata yang demikian dahsyatnya sehingga dewi Uma terperanjat dan ketakutan melihatnya, kemudian dewi Uma melahirkan putera berkepala gajah, dan kemudian diberi nama [[Ganesha]]. Datanglah raksasa Nilarudraka yang melangsungkan niatnya "menggedor" khayangan. Maka Ganesha 'lah yang harus menghadapinya, dalam perang tanding tersebut ganesha setiap saat berubah dan bertambah besar dan semakin dahsyat. Akhirnya musuh dapat dikalahkan, dan para dewa bersuka cita. |
||
=== Raja Kediri === |
=== Raja Kediri === |
Revisi per 7 Desember 2020 03.15
Kakawin Smaradahana adalah sebuah karya sastra Jawa Kuno dalam bentuk kakawin yang menyampaikan kisah terbakarnya Batara Kamajaya
Ikhtisar
Ketika Batara Siwa pergi bertapa, Indralaya didatangi musuh, raksasa dengan rajanya bernama Nilarudraka, demikian heningnya dalam tapa, batara Siwa seolah-olah lupa akan kehidupannya di Kahyangan. Supaya mengingatkan batara Siwa dan juga agar mau kembali ke Kahyangan,maka oleh para dewa diutuslah batara Kamajaya untuk menjemputnya. Berangkatlah sang batara untuk mengingatkan batara Siwa, dicobanya dengan berbagai panah sakti dan termasuk panah bunga, tetapi batara Siwa tidak bergeming dalam tapanya. Akhirnya dilepaskannya panah pancawisesa yaitu:
- hasrat mendengar yang merdu
- hasrat mengenyam yang lezat
- hasrat meraba yang halus
- hasrat mencium yang harum
- hasrat memandang yang serba indah
Akibat panah pancawisesa (atau pancawisaya?) tersebut dewa Siwa dalam sekejap rindu kepada permaisurinya dewi Uma, tetapi setelah diketahuinya bahwa hal tersebut adalah atas perbuatan batara Kamajaya. Maka ditataplah batara Kamajaya melalui mata ketiganya yang berada di tengah-tengah dahi, hancurlah batara Kamajaya. Dewi Ratih istri batara Kamajaya melakukan "bela" dengan menceburkan diri kedalam api yang membakar suaminya. Para dewa memohonkan ampun atas kejadian tersebut, agar dihidupkan kembali, permohonan itu tidak dikabulkan bahkan dalam sabdanya bahwa jiwa batara Kamajaya turun ke dunia dan masuk kedalam hati laki-laki, sedangkan dewi Ratih masuk kedalam jiwa wanita. Ketika Siwa duduk berdua dengan dewi Uma, datanglah para dewa mengunjunginya termasuk dewa Indra dengan gajahnya, Airawata yang demikian dahsyatnya sehingga dewi Uma terperanjat dan ketakutan melihatnya, kemudian dewi Uma melahirkan putera berkepala gajah, dan kemudian diberi nama Ganesha. Datanglah raksasa Nilarudraka yang melangsungkan niatnya "menggedor" khayangan. Maka Ganesha 'lah yang harus menghadapinya, dalam perang tanding tersebut ganesha setiap saat berubah dan bertambah besar dan semakin dahsyat. Akhirnya musuh dapat dikalahkan, dan para dewa bersuka cita.
Raja Kediri
Dalam kitab Smaradahana, disebut-sebut nama Raja Kediri Prabu Kameswara yang merupakan titisan Dewa Wisnu yang ketiga kalinya dan berpermaisuri Sri Kirana Ratu putri dari kerajaan Jenggala
Analisis Para Ahli
Dalam prasasti batu, memang tertulis raja Kediri Kameswara bertahta selama tahun 1115 sampai dengan 1130, dan kemudian ada pula Raja Kameswara II yang bertahta pada sekitar tahun 1185. Para ahli Belanda memperkirakan bahwa Kameswara II itu yang mempunyai hubungan dengan kitab Smaradahana. Akan tetapi Prof. Purbatjaraka sebaliknya menunjuk Kameswara I yang terkait, sebab raja tersebut dalam kitab Panji bernama Hinu Kertapati dan juga permaisurinya bernama Kirana, yaitu Dewi Candrakirana, hanya posisi Jenggala dan Kedirinya yang terbalik.
Penulis
Penulis Smaradahana bernama mpu Dharmadja
Bacaan lebih lanjut
- Poerbatjaraka,1931 Smaradahana, Bibliotheca Javanica Jilid III. Bandoeng: Nix * R.D.S. Hadiwidjana,1968 Sarwacastra,Jogyakarta:U.P. Indonesia N.V. (Resensi,Jilid II, hal.7-9)