Semen: Perbedaan antara revisi
kTidak ada ringkasan suntingan |
k bagian yg terindikasi copyvio dari sumber tsb sudah dihapus sebagian besarnya |
||
Baris 1: | Baris 1: | ||
{{copyvio|https://maulhidayat.wordpress.com/2012/10/23/industri-persemenan-indonesia/}} |
|||
{{disambiginfo|semen|Semen (disambiguasi)}} |
{{disambiginfo|semen|Semen (disambiguasi)}} |
||
{{globalize}} |
{{globalize}} |
Revisi per 31 Desember 2020 10.00
Konten dan perspektif penulisan artikel ini tidak menggambarkan wawasan global pada subjeknya. |
Gaya atau nada penulisan artikel ini tidak mengikuti gaya dan nada penulisan ensiklopedis yang diberlakukan di Wikipedia. |
Semen adalah zat yang digunakan untuk merekat batu, bata, batako, maupun bahan bangunan lainnya. Sedangkan kata semen sendiri berasal dari caementum (bahasa Latin), yang artinya "memotong menjadi bagian-bagian kecil tak beraturan". Meski sempat populer pada zamannya, nenek moyang semen made in Napoli ini tak berumur panjang. Menyusul runtuhnya Kerajaan Romawi, sekitar abad pertengahan (tahun 1100-1500 M) resep ramuan pozzuolana sempat menghilang dari peredaran.
Sejarah
Dalam perkembangan peradaban manusia khususnya dalam hal bangunan, tentu kerap mendengar cerita tentang kemampuan nenek moyang merekatkan batu-batu raksasa hanya dengan mengandalkan zat putih telur, ketan atau lainnya. Alhasil, berdirilah bangunan fenomenal, seperti Candi Borobudur atau Candi Prambanan di Indonesia ataupun jembatan di Cina yang menurut legenda menggunakan ketan sebagai perekat. Ataupun menggunakan aspal alam sebagaimana peradaban di Mahenjo Daro dan Harappa di India ataupun bangunan kuno yang dijumpai di Pulau Buton
Benar atau tidak, cerita, legenda tadi menunjukkan dikenalnya fungsi semen sejak zaman dahulu. Sebelum mencapai bentuk seperti sekarang, perekat dan penguat bangunan ini awalnya merupakan hasil percampuran batu kapur dan abu vulkanis. Pertama kali ditemukan pada zaman Kerajaan Romawi, tepatnya di Pozzuoli, dekat teluk Napoli, Italia. Bubuk itu lantas dinamai pozzuolana.
Baru pada abad ke-18 (ada juga sumber yang menyebut sekitar tahun 1700-an M), John Smeaton - insinyur asal Inggris - menemukan kembali ramuan kuno berkhasiat luar biasa ini. Dia membuat adonan dengan memanfaatkan campuran batu kapur dan tanah liat saat membangun menara suar Eddystone di lepas pantai Cornwall, Inggris.
Ironisnya, bukan Smeaton yang akhirnya mematenkan proses pembuatan cikal bakal semen ini. Adalah Joseph Aspdin, juga insinyur berkebangsaan Inggris, pada 1824 mengurus hak paten ramuan yang kemudian dia sebut semen portland. Dinamai begitu karena warna hasil akhir olahannya mirip tanah liat Pulau Portland, Inggris. Hasil rekayasa Aspdin inilah yang sekarang banyak dipajang di toko-toko bangunan.
Sebenarnya, adonan Aspdin tak beda jauh dengan Smeaton. Dia tetap mengandalkan dua bahan utama, batu kapur (kaya akan kalsium karbonat) dan tanah lempung yang banyak mengandung silika (sejenis mineral berbentuk pasir), aluminium oksida (alumina) serta oksida besi. Bahan-bahan itu kemudian dihaluskan dan dipanaskan pada suhu tinggi sampai terbentuk campuran baru.
Selama proses pemanasan, terbentuklah campuran padat yang mengandung zat besi. Nah, agar tak mengeras seperti batu, ramuan diberi bubuk gips dan dihaluskan hingga berbentuk partikel-partikel kecil mirip bedak.
Lazimnya, untuk mencapai kekuatan tertentu, semen portland berkolaborasi dengan bahan lain. Jika bertemu air (minus bahan-bahan lain), misalnya, memunculkan reaksi kimia yang sanggup mengubah ramuan jadi sekeras batu. Jika ditambah pasir, terciptalah perekat tembok nan kokoh. Namun untuk membuat pondasi bangunan, campuran tadi biasanya masih ditambah dengan bongkahan batu atau kerikil, biasa disebut concrete atau beton.
Beton bisa disebut sebagai mahakarya semen yang tiada duanya di dunia. Nama asingnya, concrete - dicomot dari gabungan prefiks bahasa Latin com, yang artinya bersama-sama, dan crescere (tumbuh). Maksudnya kira-kira, kekuatan yang tumbuh karena adanya campuran zat tertentu. Dewasa ini, nyaris tak ada gedung pencakar langit berdiri tanpa bantuan beton.
Meski bahan bakunya sama, "dosis" semen sebenarnya bisa disesuaikan dengan beragam kebutuhan. Misalnya, jika kadar aluminanya diperbanyak, kolaborasi dengan bahan bangunan lainnya bisa menghasilkan bahan tahan api. Ini karena sifat alumina yang tahan terhadap suhu tinggi. Ada juga semen yang cocok buat mengecor karena campurannya bisa mengisi pori-pori bagian yang hendak diperkuat.
Kandungan kimia
- Trikalsium silikat
- Dikalsium silikat
- Trikalsium aluminat
- Tetrakalsium aluminofe
- Gipsum
Produksi semen
Langkah utama proses produksi semen
1. Penggalian/Quarrying:Terdapat dua jenis material yang penting bagi produksi semen: yang pertama adalah yang kaya akan kapur atau material yang mengandung kapur (calcareous materials) seperti batu gamping, kapur, dll., dan yang kedua adalah yang kaya akan silika atau material mengandung tanah liat (argillaceous materials) seperti tanah liat. Batu gamping dan tanah liat dikeruk atau diledakkan dari penggalian dan kemudian diangkut ke alat penghancur.
2. Penghancuran: Penghancur bertanggung jawab terhadap pengecilan ukuran primer bagi material yang digali.
3. Pencampuran Awal: Material yang dihancurkan melewati alat analisis on-line untuk menentukan komposisi tumpukan bahan.
4. Penghalusan dan Pencampuran Bahan Baku: Sebuah belt conveyor mengangkut tumpukan yang sudah dicampur pada tahap awal ke penampung, dimana perbandingan berat umpan disesuaikan dengan jenis klinker yang diproduksi. Material kemudian digiling sampai kehalusan yang diinginkan.
5. Pembakaran dan Pendinginan Klinker: Campuran bahan baku yang sudah tercampur rata diumpankan ke pre-heater, yang merupakan alat penukar panas yang terdiri dari serangkaian siklon ketika terjadi perpindahan panas antara umpan campuran bahan baku dengan gas panas dari kiln yang berlawanan arah. Kalsinasi parsial terjadi pada pre‐heater ini dan berlanjut dalam kiln, ketika bahan baku berubah menjadi agak cair dengan sifat seperti semen. Pada kiln yang bersuhu 1350-1400 °C, bahan berubah menjadi bongkahan padat berukuran kecil yang dikenal dengan sebutan klinker, kemudian dialirkan ke pendingin klinker, tempat udara pendingin akan menurunkan suhu klinker hingga mencapai 100 °C.
6. Penghalusan Akhir: Dari silo klinker, klinker dipindahkan ke penampung klinker dengan dilewatkan timbangan pengumpan, yang akan mengatur perbandingan aliran bahan terhadap bahan-bahan aditif. Pada tahap ini, ditambahkan gipsum ke klinker dan diumpankan ke mesin penggiling akhir. Campuran klinker dan gipsum untuk semen jenis 1 dan campuran klinker, gipsum dan posolan untuk semen jenis P dihancurkan dalam sistem tertutup dalam penggiling akhir untuk mendapatkan kehalusan yang dikehendaki. Semen kemudian dialirkan dengan pipa menuju silo semen.
Jenis semen
No.SNI | Nama |
---|---|
SNI 15-0129-2004 | Semen portland putih |
SNI 15-0302-2004 | Semen portland pozolan / Portland Pozzolan Cement (PPC) |
SNI 15-2049-2004 | Semen portland / Ordinary Portland Cement (OPC) |
SNI 15-3500-2004 | Semen portland campur |
SNI 15-3758-2004 | Semen masonry |
SNI 15-7064-2004 | Semen portland komposit |
Konsumsi dan Ekspor Semen Indonesia dari tahun ke tahun
Tahun | Konsumsi Nasional (dalam ton) | Ekspor(dalam ton) |
---|---|---|
1990 | 13.762.000 | 2.516.000 |
1991 | 15.513.000 | 1.041.000 |
1992 | 15.801.000 | 2.570.000 |
1993 | 17.804.000 | 1.409.000 |
1994 | 21.527.000 | 536.000 |
1995 | 23.979.000 | 154.000 |
1996 | 25.374.000 | 330.000 |
1997 | 27.940.000 | 801.000 |
1998 | 19.243.000 | 4.420.000 |
1999 | 18.769.000 | 5.108.000 |
2000 | 22.290.000 | 4.903.000 |
2001 | 25.530.000 | 5.750.000 |
2002 | 27.180.000 | 4.183.000 |
2003 | 27.528.000 | 3.073.000 |
2004 | 30.069.000 | 2.946.000 |
2005 | 31.433.000 | 3.289.000 |
2009 | 38.400.000[1] | |
2010 | 41.500.000[1]* | 3.000.000[2] |
2011 | 45.000.000[3] | 2.000.000[2]* |
2012 | 48.150.000[3]* |
- Sumber: Untuk tahun 1991 sampai 2005 dari Departemen Perindustrian, Direkterat Agro dan Kimia tahun 2006
- Keterangan = (*): Prediksi
Pengembangan Industri Semen Indonesia
Selama tahun 2011, konsumsi semen Indonesia menunjukkan tingkat pertumbuhan yang signifikan sebesar 18% apabila dibandingkan dengan tahun 2010 dengan jumlah volume mencapai 48,0 juta ton. Angka tersebut adalah pencapaian sekitar 82% dari total kapasitas terpasang yang ada saat ini. Seperti diketahui bahwa kapasitas terpasang untuk industri semen hingga saat ini adalah 56 juta ton dari 9 pabrik. Sebagai komoditas strategis, semen sudah dianggap sebagai kebutuhan pokok pembangunan manusia modern, sehingga menjadi sesuatu yang mutlak. Namun belakangan muncul kekhawatiran kelangkaan pada tahun-tahun mendatang. Terdapat 4 faktor utama yang menjadi pendorong pertumbuhan konsumsi semen domestik yaitu pertumbuhan ekonomi nasional yang masih cukup baik, tingkat bunga yang menarik, pembangunan infrastruktur secara besar-besaran, dan tingkat konsumsi per kapita yang masih sangat rendah yang secara potensiil akan meningkatkan kebutuhan semen dengan meningkatnya daya beli.
Krisis Moneter pada tahun 1997-1998 telah mendorong peningkatan ekspor secara dramatis dari 0,8 juta ton tahun 1997 menjadi 4,4 juta ton tahun 1998 karena konsumsi domestik yang turun 30%. Bahkan tahun berikutnya meningkat lebih dari 2 X lipat menjadi 9 juta. Angka ekspor tertinggi tercapai pada tahun 2001 sejumlah 9,5 juta ton, menjadikan Indonesia pengekspor terbesar kedua di dunia sesudah Thailand. Ekspor semen/klinker Indonesia menunjukkan tren yang menurun, sejak konsumsi semen domestik mengalami peningkatan yang terus menerus,sampai hanya berjumlah 1,2 juta pada tahun 2011. Peningkatan kapasitas produksi untuk 5 tahun mendatang tidak menunjukkan surplus produksi yang berarti dan karenanya ekspor semen/klinker tidak akan meningkat dengan tajam. Apalagi mengingat harga semen/klinker ekspor yang hanya separoh harga di dalam negeri.
Masa Depan Industri Semen ASEAN
Pendahuluan
Pada tanggal 8 Agustus 1967 dideklarasikan organisasi kerja sama regional Asia Tenggara oleh lima negara yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand. Organisasi ini dinamakam ASEAN (Association of South East Asia Nations). Keanggotaan ASEAN bertambah dengan Brunei Darussalam pada tahun 1984, Vietnam pada tahun 1995, Myanmar dan Laos pada tahun 1997 serta Cambodia pada tahun 1999, dengan demikian anggota ASEAN pada saat ini berjumlah 10 negara. Salah satu tujuan utama pembentukan ASEAN adalah untuk meningkatkan kerja sama yang aktif dan saling membantu dalam masalah-masalah yang menjadi kepentingan bersama di bidang ekonomi, sosial, teknik, ilmu pengetahuan dan administrasi.
INDUSTRI SEMEN ASEAN
Pada tahun 2006, dari sepuluh negara anggota ASEAN, Thailand masih menduduki tingkat paling atas dengan kapasitas produksi 56,8 juta. Indonesia pada peringkat kedua dengan kapasitas produksi 44,9 juta. Vietnam pada peringkat ketiga dengan kapasitas produksi 31,8 juta. Malaysia dan Philippines pada peringkat keempat dan kelima dengan kapasitas produksi 28,3 juta ton dan 26,3 juta ton. Lima Negara lainnya kapasitas produksinya kurang dari 2 juta ton, kecuali Singapura yang memiliki grinding plant dengan kapasitas 0,5 juta ton juga memiliki terminal dengan packing plant yang berkapasitas 8 juta ton. Tahun 2010 kapasitas produksi di negara-negara ASEAN akan meningkat 33,6 juta ton yang sebagian besar berasal dari Vietnam dengan peningkatan kapasitas produksi sebesar 32,1 juta ton. Dengan demikian Vietnam menjadi negara yang memiliki kapasitas produksi terbesar (63,8 juta ton) di Asia Tenggara mengungguli Thailand (56,6 juta ton) dan Indonesia yang berkapasitas 46,5 juta ton Kecuali Indonesia dan Vietnam, negara-negara ASEAN lainnya diperkirakan belum akan meningkatkan kapasitas produksinya mengingat surplus produksi masih cukup banyak sampai 5-6 tahun mendatang. Tabel di bawah memperlihatkan posisi industri semen ASEAN pada tahun 2010 dan perkiraannya pada tahun 2014.
Dari table di bawah terlihat bahwa kapasitas produksi pada tahun 2014 diperkirakan akan meningkat 35 juta ton atau 15% selama 3 tahun mendatang. Sedangkan konsumsi semen dometiknya diperkirakan kan meningkat sekitar 45 juta ton atau sekitar 10% per tahun Pertumbuhan konsumsi semen di ASEAN yang sekitar 10% per tahun sesuai dengan perkiraan perekonomian ASEAN akan tumbuh sangat signifikan. Ekspor akan dipertahankan pada sekitar 20 juta ton pertahun mengingat surplus produksi masih cukup banyak dan pertumbuhan ekonomi Negara-negara ini belum mendukung percepatan pertumbuhan konsumsi semen domestic. Impor semen dan klinker diperkirakan akan menurun menjadi setengahnya mengingat Vitenam akan menghentikan impor dan Indonesia tidak lagi memerlukan impor semen dari Lafarge Malaysia karena PT Semen Andalas akan menyelesaikan renovasinya pada tahun 2011.
KAPASITAS PRODUKSI
Hanya Vietnam dan Indonesia yang akan meningkatkan kapasitas produksi produksi empat tahun mendatang, Vietnam meningkatkan kapasitas produksinya menjadi 90 juta pada tahun 2014 dari kapasitas produksi saat ini sebesar 65,7juta ton. Sedangkan Indonesia akan meningkatkan kapasitas produksinya menjadi 62,5 juta pada tahun 2014 dari kapasitas produksi saat ini sebesar 53,0juta ton. Sementara itu Negara-negara ASEAN lainnya belum memperlihatkan adanya rencana peningkatan kapasitas produksinya dalam 4 tahun mendatang. Hal ini dapat dimengerti mengingat surplus produksi negara-negara ini masih cukup besar. Bahkan Thailand berencana melaksanakan ekspansinya dinegara tetangga Myanmar dan Laos dan juga Vietnam serta Indonesia, mengingat potensi kebutuhan semennya yang terus meningkat dan pemanfaatan kapasitas produksi yang ada sudah maksimal. Tabel di bawah memperlihatkan .
Produksi Semen
Produksi semen Thailand yang mencapai 30juta ton pada tahun 1996 menurun menjadi 33,4 juta ton sampai tahun 2006, masih pada posisi teratas. Sedangkan Indonesia sejak 2006 mulai tergeser oleh Vietnam pada posisi ketiga dengan produksi 33.0 juta ton. Pada tahun ini Vietnam produksi semennya mencapai 32,6 juta ton meningkat 22 juta selama 10 tahun terakhir. Malaysia yang produksi semennya mencapai 19,7 juta pada tahun yang sama pada posisi keempat.. Philippines yang produksinya pernah mencapai 14,5juta ton pada tahun 1997, tahun 2006 hanya mencapai 12 juta ton. Kondisi perekonomian khususnya kegiatan di sektor konstruksi yang menunjukkan penurunan di Thailand, Malaysia dan Philippines telah menyebabkan penurunan produksi semennya. Penutupan pabrik-pabrik penggilingan semen di Singapura yang diganti dengan pembangunan terminal-terminal semen telah menyebabkan produksi semennya menurun drastis dari 4juta ton tahun 1995 menjadi hanya 150.000 ton pada tahun 2006. Sebagian besar kebutuhan semen dilaksanakan melalui terminal-terminal semen yang kapasitasnya di atas 8 juta ton per tahun. Hal ini dilakukan sesuai dengan kebijaksanaan pemerintah setempat untuk mengurangi polusi dari pembongkaran klinker impor dan proses penggilingan semennya.
Tabel di bawah memperlihatkan angka-angka produksi semen dari berbagai Negara di ASEAN pada tahun 2010 dan perkiraannya sampai tahun 2014
Konsumsi
Konsumsi semen Thailand yang pernah mencapai 38 juta ton sejak tahun 1996 menurun menjadi 25,1 juta juta ton pada tahun 2010, sedangkan Indonesia yang berada pada posisi kedua sejak 1994 telah menyusul menjadi negara konsumen semen terbesar di ASEAN sampai tahun 2005 dengan konsumsi semen 31,5 juta ton. Sejak tahun 2006 Vietnam menggantikan Indonesia sebagai konsumen terbesar di ASEAN dimana konsumsinya mencapai 32,5 juta ton sedangkan konsumsi semen Indonesia pada tahun tersebut mencapai 32 juta ton. Tahun 2010 sampai empat tahun mendatang Vietnam akan tetap berada sebagai Negara dengan konsumsi semen terbesar di ASEAN. Malaysia yang konsumsi semennya pada tahun 2006 mencapai 15,7 juta ton telah melampui konsumsi semen Pilippines yang terus menurun pada tahun 2006 mencapai 11,7 juta ton. Tahun 2010 sampai 2014 mendatang konsumsi semen di Malaysia akan tetap berada di atas Filipina. Konsumsi semen di Singapura yang pada periode sebelum krisis pernah mencapai 6juta ton, tahun 2006 kurang dari 3 juta ton. Tahun 2011 diperkirakan naik mencapai 4,5juta ton sebelum turun kembali sekitar 4 juta ton. Negara-negara Asean lainnya secara keseluruhan konsumsi semennya diperkirakan mencapai 4 jutaan ton pada tahun 2014.
Ekspor
Ekspor semen (termasuk klinker) dari ASEAN mengalami perkembangan yang luar biasa, terutama dari Thailand dan Indonesia. Thailand menjadi eksportir terbesar di dunia sejak tahun 2000 dan meskipun ekspornya masih bertahan pada tingkat 14,7 juta ton pada tahun 2006 posisinya telah tergeser oleh China yang pada tahun 2006 diperkirakan di atas 20 juta ton. Indonesia menduduki posisi eksportir terbesar nomor dua di dunia pada periode 1999 sampai dengan 2001. Tahun-tahun berikutnya Indonesia hanya menduduki tempat keempat sebagai eksportir terbesar didunia sesudah Jepang dan Turki. Dua negara eksportir semen dari ASEAN lainnya adalah Malaysia dan Philipina yang mengekspor sekitar satu sampai dua setengah juta ton. Ekspor semen dari ASEAN yang cukup besar ini disebabkan oleh melemahnya konsumsi semen setempat sehingga surplus produksi produksi yang ada di wilayah ini masih sangat besar. Tahun 2010 ekspor semen dari negara-negara ASEAN masih sekitar 20 juta ton dengan perincian 8,8 juta ton berupa klinker dan 11,3juta ton semen. Tahun 2014 jumlah ekspor diperkirakan akan sama sekitar 20juta ton hanya porsi semennya meningkat menjadi sekitar 11,3 juta ton sedangkan klinkernya hanya 8,5juta ton.
IMPOR SEMEN DAN KLINKER
Dari sisi impor semen (termasuk klinker), tidak terlihat pola yang umum. Vietnam sampai tahun 2010 merupakan importir kedua terbesar di ASEAN dengan impor klinkernya sebesar 2,1 juta ton. Singapura akan tetap menjadi importir semen yang terbesar dengan impor semen dan klinker sebesar 4,5juta ton pada tahun 2010. Posisi ini akan bertahan sampai empat tahun kedepan karena negara ini hanya memiliki satu grinding plant yang juga akan ditutup dalam waktu dekat. . Malaysia masih mengimpor terutama klinker yang pada tahun 2010 berjumlah sekitar 1,6 juta ton mengingat dibagian Serawak dan Sabah, negara bagian ini hanya memiliki grinding plant.
- Penutup
Dengan adanya krisis finansial yang melanda Eropa dan Amerika Serikat, Persemenan ASEAN akan kembali bergairah dengan adanya pembangunan infrastrukutur besar-besaran di belahan Asia Timur dan Selatan.Dari sektor industri semen, Indonesia masih beruntung karena pertumbuhan konsumsi semen terus meningkat bahkan bersama Vietnam menjadi nomor satu di ASEAN sampai 2014. Singapura yang telah melewati krisis terlebih dahulu karena pondasi ekonominya kuat, kemudian disusul Malaysia dan Thailand. Vietnam yang sedikit sekali terkena dampak krisis ekonomi, dan pertumbuhan ekonomi khususnya industri semen Vietnam sangat mengesankan. Selama sepuluh tahun terakhir menjadikan Vietnam menjadi Negara terkemuka di ASEAN mengungguli Thailand dan Indonesia..
Pabrik semen di Indonesia
- PT Semen Padang (Semen Padang)
- PT Semen Gresik (Semen Gresik)
- PT Semen Tonasa (Semen Tonasa)
- PT Semen Bosowa ( Semen Bosowa)
- PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. (Semen Tiga Roda)
- Semen Jawa (Semen SCG)
- Semen Merah Putih (PT. Cemindo Gemilang)
Referensi
Bacaan lanjutan
- Warta Semen dan Beton Indonesia Vol. 09 No. 4 - 2011
- Warta Semen dan Beton Indonesia Vol. 10 No. 1 - 2012
Pranala luar
- (Inggris) Media tentang Cement di Wikimedia Commons
- (Inggris) "Cement". Encyclopædia Britannica. 5 (edisi ke-11). 1911.