Lompat ke isi

Tayub Yogyakarta: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
k Bot: Perubahan kosmetika
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
Baris 1: Baris 1:
'''Tayub''' adalah sebuah tarian tradisional berasal dari [https://jogjaprov.go.id/ Daerah Istimewa Yogyakarta]. Menurut R.T. Kusumakesawa (1980), kesenian Tayub hanya dimainkan di keraton saja. Tarian ini biasa dilakukan oleh raja saat memberikn pelajaran tentang kepemimpinan kepada putera mahkota. Tayub sendiri menurut hasil studi R.T. Kusumakesawa terdiri dari dua kata yaitu "''mataya''" yang berarti tari; dan dan "''guyub''" yang berarti rukun bersama. Dari penggabungan dua kata tersebut maka menjadi "''Tayub''"
'''Tayub'''<ref>{{Cite web|url=https://warisanbudaya.kemdikbud.go.id/?newdetail&detailTetap=714|title=Tayub Yogyakarta - Warisan Budaya Takbenda Kemendikbud|website=warisanbudaya.kemendikbud.go.id}}</ref> adalah sebuah tarian tradisional berasal dari [[Daerah Istimewa Yogyakarta]]. Menurut R.T. Kusumakesawa (1980), kesenian Tayub hanya dimainkan di [[keraton]] saja. Tarian ini biasa dilakukan oleh raja saat memberikan pelajaran tentang kepemimpinan kepada [[putera mahkota]]. Tayub sendiri menurut hasil studi R.T. Kusumakesawa terdiri dari dua kata yaitu "''mataya''" yang berarti tari, dan "''guyub''" yang berarti rukun bersama. Dari penggabungan dua kata tersebut maka menjadi "''Tayub''"


Tayub menurut ''[[Serat Centhini|Serat Centini]],'' merupakan tarian pergaulan yang berpusat pada wanita. Penari wanita mempunyai beberapa istilah seperti [[Ronggeng|''ronggeng'' dan ''taledhek'']].Kesenian Tayub Lebdho Rini-di Dusun Badongan, Desa Karangsari, Kecamatan Semin, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Yogyakarta, memiliki identitas kesenian tayub yang merefleksikan kehidupn manusia dan hubungannya dengan alam sekitar <ref>{{Cite book|title=Penetapan Warisan Buadaya Tak Benda|last=Dwiari Ratnawati|first=Iien|publisher=Direktorat Jendral Kebudayaan, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.hlm.XX|year=2018|isbn=978-979-665-986-9|location=Jakarta|pages=154-195|url-status=live}}</ref>.
Tayub menurut [[Serat Centhini|Serat Centini]], merupakan tarian pergaulan yang berpusat pada wanita. Penari wanita mempunyai beberapa istilah seperti [[Ronggeng|''ronggeng'' dan ''taledhek'']]. Kesenian Tayub Yogyakarta memiliki identitas kesenian tayub yang merefleksikan kehidupn manusia dan hubungannya dengan alam sekitar <ref>{{Cite book|title=Penetapan Warisan Buadaya Tak Benda|last=Dwiari Ratnawati|first=Iien|publisher=Direktorat Jendral Kebudayaan, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.hlm.XX|year=2018|isbn=978-979-665-986-9|location=Jakarta|pages=154-195|url-status=live}}</ref>.


==Refrensi==
'''Rujukan'''
{{reflist}}
<references />

<br />


[[Kategori:Tarian di Indonesia]]
[[Kategori:Tarian dari Yogyakarta]]
[[Kategori:Kesenian di Indonesia]]
[[Kategori:Warisan budaya takbenda Indonesia]]
[[Kategori:Warisan budaya takbenda Indonesia]]

Revisi per 24 Maret 2021 04.25

Tayub[1] adalah sebuah tarian tradisional berasal dari Daerah Istimewa Yogyakarta. Menurut R.T. Kusumakesawa (1980), kesenian Tayub hanya dimainkan di keraton saja. Tarian ini biasa dilakukan oleh raja saat memberikan pelajaran tentang kepemimpinan kepada putera mahkota. Tayub sendiri menurut hasil studi R.T. Kusumakesawa terdiri dari dua kata yaitu "mataya" yang berarti tari, dan "guyub" yang berarti rukun bersama. Dari penggabungan dua kata tersebut maka menjadi "Tayub"

Tayub menurut Serat Centini, merupakan tarian pergaulan yang berpusat pada wanita. Penari wanita mempunyai beberapa istilah seperti ronggeng dan taledhek. Kesenian Tayub Yogyakarta memiliki identitas kesenian tayub yang merefleksikan kehidupn manusia dan hubungannya dengan alam sekitar [2].

Refrensi

  1. ^ "Tayub Yogyakarta - Warisan Budaya Takbenda Kemendikbud". warisanbudaya.kemendikbud.go.id. 
  2. ^ Dwiari Ratnawati, Iien (2018). Penetapan Warisan Buadaya Tak Benda. Jakarta: Direktorat Jendral Kebudayaan, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.hlm.XX. hlm. 154–195. ISBN 978-979-665-986-9.