Lompat ke isi

Soetan Noeralamsjah: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
tag tanpa referensi, setelah dikroscek, subjek layak dan rujukan tersedia, saya pribadi berkenan untuk memperbaiki
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 1: Baris 1:
{{Infobox person
{{noref}}
[[Berkas:Soetan Noeralamsjah.jpg|jmpl|436x436px|{{Infobox person
| name = Soetan Noeralamsjah
| name = Soetan Noeralamsjah
| birth_date = {{Birth date|1900|04|21}}
| birth_date = {{Birth date|1900|04|21}}
Baris 11: Baris 10:
| mother = Siti Rabiah
| mother = Siti Rabiah
| father = Mohamad Rasjad
| father = Mohamad Rasjad
}}]]
}}
'''Soetan Noeralamsjah''' adalah seorang jaksa dan politikus [[Partai Indonesia Raya]] (Parindra).
'''Soetan Noeralamsjah''' adalah kakak kandung tertua '''[[Sutan_Syahrir|Soetan Sjahrir]]''', '''[[Daftar_Perdana_Menteri_Indonesia|Perdana Menteri RI ke-I]]''' Periode 14 November 1945 hingga 20 Juni 1947. Soetan Noeralamsjah lahir di Bondjol, Sumatra Barat pada tanggal 21 April 1900. Ayahnya bernama Mohammad Rasjad Gelar Maharadja Soetan bin Soetan Leman Palindih, dan Ibunya bernama Siti Rabiah. Semasa mudanya, Pendidikan '''[[School_tot_Opleiding_van_Indische_Artsen|STOVIA]]''' Batavia (Sekarang Kedokteran UI) tidak sampai Ia tamatkan di Jakarta.
[[Berkas:Soetan Noeralamsjah 04.jpg|pus|jmpl|Soetan Noeralamsjah bin Mohamad Rasjad Gelar Maharadja Soetan|320x320px]]


== Latar Belakang ==
== Kehidupan awal ==
[[Berkas:Soetan Noeralamsjah 03.jpg|480x480px|alt=|
[[Berkas:Soetan Noeralamsjah 03.jpg|alt=|


Soetan Noeralamsjah, Soetan Sjahrir, dan bersama adik-adiknya|jmpl|kiri]]Noeralamsjah lahir di Bonjol, Sumatra Barat pada 21 April 1900. Ia adalah anak pertama dari tujuh bersaudara pasangan Mohammad Rasjad Gelar Maharadja Soetan bin Soetan Leman Palindih.<ref>{{Cite book|last=Salam|first=Solichin|date=1990|url=https://books.google.com/books?id=fogeAAAAMAAJ&newbks=0&printsec=frontcover&dq=%22Noer+alamsjah%22&q=%22Noer+alamsjah%22&hl=en|title=Sjahrir: wajah seorang diplomat|publisher=Pusat Studi dan Penelitian Islam|language=id}}</ref> Salah seorang adiknya adalah Soetan Sjahrir, yang kelak menjabat sebagai [[Perdana Menteri Indonesia]] pertama.
Soetan Noeralamsjah, Soetan Sjahrir, dan bersama adik-adiknya|jmpl|kiri]]Pada tahun 1939, Soetan Noeralamsjah berkunjung ke Ranah Nata untuk mendirikan cabang dan ranting Parindra. Dikarenakan secara terang-terangan menyatakan antipati kolonial, antipati kaum kapitalisme, dan menuntut hak-hak kemerdekaan Nasional, maka atas putusan Pemerintah Hindia Belanda, Ia tidak diijinkan untuk memasuki wilayah Sumatra Barat. Tetapi Soetan Noeralamsjah tetap bersikukuh untuk berangkat ke Padang Panjang, Sumatera Barat, secara sembunyi-sembunyi, dan dibantu oleh beberapa kawannya untuk mengelabui tentara kolonial. Namun keberadaan tempatnya bersembunyi, pada akhirnya pun tercium juga oleh intelijen Belanda. Soetan Noeralamsjah ditangkap di Bukittinggi oleh Pemerintahan Belanda, dan dijatuhi hukuman kurungan selama tiga bulan penjara karena melanggar larangan berpergian. Setelah bebas dan tugasnya selesai, Soetan Noeralamsjah mendapat panggilan dari Pemerintah Pusat. Ia diangkat sebagai Jaksa Agung Muda dan merangkap sebagai Wakil Jaksa Militer dengan pangkat Mayor Jenderal Tituler. Pada tahun 1943, Kewedanaan Nata dan Batangnata bersatu dengan dipimpin oleh Wedana Hidayatsjah Tuanku Mudo. Pada masa ini terjadi perebutan kekuasaan oleh Sutan Syaiful Manan (tokoh ulama Ranah Nata), sehingga Radja Djundjungan selaku Bupati Tapanuli Selatan mengadili mereka di Padangsidempuan.[[Berkas:Soetan Noeralamsjah 02.jpg|480x480px|jmpl|Soetan Noeralamsjah, duduk kedua dari kanan. Semasa menjabat sebagai Hoofd Djaksa.|kiri]]Sekian lama sidang berjalan, Bupati belum juga menentukan ketetapan atas penyelesaian peristiwa tersebut, akibatnya Kewedanaan tidak dapat melaksanakan tugas-tugasnya, ditambah dengan situasi yang semakin genting akibat adanya Agresi Militer Belanda ke-II pada tanggal 18 Desember 1948. Untuk mengatasi situasi kekosongan kekuasaan (Vacum of Power) yang semakin darurat, maka pemuka masyarakat dan pemimpin-pemimpin ranting yang ada di Kota Nata bersama dengan pemuka adat serta alim ulama sepakat untuk bermusyawarah, dan hasilnya adalah terbentuklah Dewan Pertahanan Kewedanaan Dinagari Nata.
Noeralamsjah sempat mengenyam pendidikan di [[School tot Opleiding van Indische Artsen]] (STOVIA''',''' kini Kedokteran Universitas Indonesia), tetapi tidak sampai tamat.


== Parindra ==
Dewan Pertahanan Kewedanaan Dinagari Nata dan Batangnata dibentuk dan diketuai oleh Soetan Noeralamsjah dengan wakilnya Kepolisian Dinagari Nata. Sementara Kepala Staf dipegang oleh Soetan Oesman Sridewa dengan wakilnya Teuku Zainal Abidin Tasya dan Tayanuddin. Sebagai penasehat adalah Soetan Dur Muhayatsjah, H.Abdul Aziz, dan Taufik Dahlan dari ranting Masyumi. Dewan Pertahanan ini berdiri pada tanggal 15 Januari 1949. Hubungan dengan ibu kota kabupaten sempat terputus akibat kota Padangsidempuan diduduki oleh Belanda sejak tanggal 12 Januari 1949, maka Dewan Pertahanan mengadakan kontak langsung dengan Perwakilan [[Pemerintahan Darurat Republik Indonesia|'''Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI)''']] yang berkedudukan di Muara Sipongi perbatasan Sumatera Utara dengan Sumatera Barat. Pada waktu itu tentara agresor Belanda telah sampai ke sekitar kota panyabungan dalam aksinya Agresi Militer Belanda ke-II.
Noeralamsjah aktif memperjuangkan pandangan politiknya di Parindra dan menjadi pengurus wilayah di Sumatra Timur bersama S. M. Tarigan dan Luat Siregar.<ref>https://www.delpher.nl/nl/tijdschriften/view?identifier=MMKITLV3:002244001:00009&query=Noeralamsjah+&coll=dts&rowid=2</ref><ref>{{Cite book|last=Reid|first=Anthony|date=2014-03-17|url=https://books.google.com/books?id=DCWIBgAAQBAJ&newbks=0&printsec=frontcover&pg=PA77&dq=%22Noer+alamsjah%22+%22parindra%22&hl=en|title=The Blood of the People: Revolution and the End of Traditional Rule in Northern Sumatra|publisher=NUS Press|isbn=978-9971-69-637-5|language=en}}</ref><ref>https://docplayer.info/60076051-Sejarah-partai-politik-di-pematang-siantar-history-of-political-parties-in-siantar.html</ref> Ia tercatat sebagai pendiri cabang dan ranting Parindra di [[Natal, Mandailing Natal|Natal]], [[Mandailing Natal]] (Ranah Nata) pada 1939
Pada tanggal 21 April 1949, Dewan Pertahanan dibubarkan. Soetan Noeralamsjah meninggalkan Nata untuk bertemu dengan Mr. Syarifuddin Prawiranegara yang ketika itu menjabat Ketua Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) yang bermarkas di Kota Raja Banda Aceh.
Noeralamsjah menyatakan perlawanannya terhadap kolonialisme dan menuntut hak-hak kemerdekaan. Sikapnya ini membuat ia tidak diizinkan memasuki wilayah Sumatra Barat oleh pemerintah Hindia Belanda. Meski demikian, Soetan Noeralamsjah tetap bersikukuh untuk berangkat ke Padang Panjang secara sembunyi-sembunyi, dan dibantu oleh beberapa kawannya untuk mengelabui tentara kolonial. Namun keberadaan tempatnya bersembunyi, pada akhirnya tercium oleh intelijen Belanda. Soetan Noeralamsjah ditangkap di Bukittinggi oleh Pemerintahan Belanda, dan dijatuhi hukuman kurungan selama tiga bulan penjara karena melanggar larangan berpergian.

== Jaksa ==
[[Berkas:Soetan Noeralamsjah 02.jpg|220x220px|jmpl|Soetan Noeralamsjah, duduk kedua dari kanan. Semasa menjabat sebagai Hoofd Djaksa.]]Setelah bebas dan tugasnya selesai, Soetan Noeralamsjah mendapat panggilan dari pemerintah pusat. Ia diangkat sebagai Jaksa Agung Muda dan merangkap sebagai Wakil Jaksa Militer dengan pangkat Mayor Jenderal Tituler. Pada 1943, Kewedanaan Nata dan Batangnata bersatu dengan dipimpin oleh Wedana Hidayatsjah Tuanku Mudo. Pada masa ini terjadi perebutan kekuasaan oleh Sutan Syaiful Manan (tokoh ulama Ranah Nata), sehingga Radja Djundjungan selaku Bupati Tapanuli Selatan mengadili mereka di Padangsidempuan.

Sekian lama sidang berjalan, Bupati Tapanuli Selatan belum menentukan ketetapan atas penyelesaian peristiwa tersebut, akibatnya Kewedanaan tidak dapat melaksanakan tugas-tugasnya, ditambah dengan situasi yang semakin genting akibat adanya Agresi Militer Belanda ke-II pada tanggal 18 Desember 1948. Sementara itu, hubungan dengan ibu kota kabupaten sempat terputus akibat Kota Padangsidempuan diduduki oleh Belanda sejak tanggal 12 Januari 1949.

== Dewan Pertahanan Kewedanaan Dinagari Nata dan Batangnata ==
Untuk mengatasi situasi kekosongan kekuasaan (Vacum of Power) yang semakin darurat, maka pemuka masyarakat dan pemimpin-pemimpin ranting yang ada di Kota Nata bersama dengan pemuka adat serta alim ulama sepakat untuk bermusyawarah, dan hasilnya adalah terbentuklah Dewan Pertahanan Kewedanaan Dinagari Nata dan Batangnata pada 15 Januari 1949. Dewan ini diketuai oleh Soetan Noeralamsjah dengan wakilnya Kepolisian Dinagari Nata. Adapun Kepala Staf dipegang oleh Soetan Oesman Sridewa dengan wakilnya Teuku Zainal Abidin Tasya dan Tayanuddin. Sebagai penasehat adalah Soetan Dur Muhayatsjah, H. Abdul Aziz, dan Taufik Dahlan dari ranting Masyumi.

Dewan Pertahanan mengadakan kontak langsung dengan Perwakilan [[Pemerintah Darurat Republik Indonesia]] (PDRI) yang berkedudukan di Muara Sipongi perbatasan Sumatera Utara dengan Sumatera Barat. Pada waktu itu tentara agresor Belanda telah sampai ke sekitar kota panyabungan dalam aksinya Agresi Militer Belanda ke-II. Pada tanggal 21 April 1949, Dewan Pertahanan dibubarkan. Soetan Noeralamsjah meninggalkan Nata untuk bertemu dengan Mr. Syarifuddin Prawiranegara yang ketika itu menjabat Ketua Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) yang bermarkas di Kota Raja Banda Aceh.

== Kematian ==
*
*


Soetan Noeralamsjah mendapat penghargaan dari Pemerintah Republik Indonesia sebagai Pahlawan Pejuang Perintis Kemerdekaan RI. Soetan Noeralamsjah wafat pada tanggal 6 September 1970 diusianya yang ke 70 tahun, dan dimakamkan di Komplek Militer TNI-AL Pangkalan Jati, Jakarta Selatan.
Noeralamsjah wafat pada tanggal 6 September 1970 diusianya yang ke 70 tahun, dan dimakamkan di Komplek Militer TNI-AL Pangkalan Jati, Jakarta Selatan. Ia mendapat penghargaan dari Pemerintah Republik Indonesia sebagai Pahlawan Pejuang Perintis Kemerdekaan RI.

== Referensi ==
<references />

Revisi per 13 Mei 2021 07.02

Soetan Noeralamsjah
Lahir(1900-04-21)21 April 1900
Bondjol, Sumatera Barat
Meninggal6 September 1970(1970-09-06) (umur 70)
Jakarta, DKI Jakarta Raya
KebangsaanIndonesia
PekerjaanHoofd Djaksa Militer
GelarMayor Jenderal Tituler
Orang tua
  • Mohamad Rasjad (bapak)
  • Siti Rabiah (ibu)

Soetan Noeralamsjah adalah seorang jaksa dan politikus Partai Indonesia Raya (Parindra).

Kehidupan awal

Berkas:Soetan Noeralamsjah 03.jpg
Soetan Noeralamsjah, Soetan Sjahrir, dan bersama adik-adiknya

Noeralamsjah lahir di Bonjol, Sumatra Barat pada 21 April 1900. Ia adalah anak pertama dari tujuh bersaudara pasangan Mohammad Rasjad Gelar Maharadja Soetan bin Soetan Leman Palindih.[1] Salah seorang adiknya adalah Soetan Sjahrir, yang kelak menjabat sebagai Perdana Menteri Indonesia pertama.

Noeralamsjah sempat mengenyam pendidikan di School tot Opleiding van Indische Artsen (STOVIA, kini Kedokteran Universitas Indonesia), tetapi tidak sampai tamat.

Parindra

Noeralamsjah aktif memperjuangkan pandangan politiknya di Parindra dan menjadi pengurus wilayah di Sumatra Timur bersama S. M. Tarigan dan Luat Siregar.[2][3][4] Ia tercatat sebagai pendiri cabang dan ranting Parindra di Natal, Mandailing Natal (Ranah Nata) pada 1939 Noeralamsjah menyatakan perlawanannya terhadap kolonialisme dan menuntut hak-hak kemerdekaan. Sikapnya ini membuat ia tidak diizinkan memasuki wilayah Sumatra Barat oleh pemerintah Hindia Belanda. Meski demikian, Soetan Noeralamsjah tetap bersikukuh untuk berangkat ke Padang Panjang secara sembunyi-sembunyi, dan dibantu oleh beberapa kawannya untuk mengelabui tentara kolonial. Namun keberadaan tempatnya bersembunyi, pada akhirnya tercium oleh intelijen Belanda. Soetan Noeralamsjah ditangkap di Bukittinggi oleh Pemerintahan Belanda, dan dijatuhi hukuman kurungan selama tiga bulan penjara karena melanggar larangan berpergian.

Jaksa

Berkas:Soetan Noeralamsjah 02.jpg
Soetan Noeralamsjah, duduk kedua dari kanan. Semasa menjabat sebagai Hoofd Djaksa.

Setelah bebas dan tugasnya selesai, Soetan Noeralamsjah mendapat panggilan dari pemerintah pusat. Ia diangkat sebagai Jaksa Agung Muda dan merangkap sebagai Wakil Jaksa Militer dengan pangkat Mayor Jenderal Tituler. Pada 1943, Kewedanaan Nata dan Batangnata bersatu dengan dipimpin oleh Wedana Hidayatsjah Tuanku Mudo. Pada masa ini terjadi perebutan kekuasaan oleh Sutan Syaiful Manan (tokoh ulama Ranah Nata), sehingga Radja Djundjungan selaku Bupati Tapanuli Selatan mengadili mereka di Padangsidempuan.

Sekian lama sidang berjalan, Bupati Tapanuli Selatan belum menentukan ketetapan atas penyelesaian peristiwa tersebut, akibatnya Kewedanaan tidak dapat melaksanakan tugas-tugasnya, ditambah dengan situasi yang semakin genting akibat adanya Agresi Militer Belanda ke-II pada tanggal 18 Desember 1948. Sementara itu, hubungan dengan ibu kota kabupaten sempat terputus akibat Kota Padangsidempuan diduduki oleh Belanda sejak tanggal 12 Januari 1949.

Dewan Pertahanan Kewedanaan Dinagari Nata dan Batangnata

Untuk mengatasi situasi kekosongan kekuasaan (Vacum of Power) yang semakin darurat, maka pemuka masyarakat dan pemimpin-pemimpin ranting yang ada di Kota Nata bersama dengan pemuka adat serta alim ulama sepakat untuk bermusyawarah, dan hasilnya adalah terbentuklah Dewan Pertahanan Kewedanaan Dinagari Nata dan Batangnata pada 15 Januari 1949. Dewan ini diketuai oleh Soetan Noeralamsjah dengan wakilnya Kepolisian Dinagari Nata. Adapun Kepala Staf dipegang oleh Soetan Oesman Sridewa dengan wakilnya Teuku Zainal Abidin Tasya dan Tayanuddin. Sebagai penasehat adalah Soetan Dur Muhayatsjah, H. Abdul Aziz, dan Taufik Dahlan dari ranting Masyumi.

Dewan Pertahanan mengadakan kontak langsung dengan Perwakilan Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) yang berkedudukan di Muara Sipongi perbatasan Sumatera Utara dengan Sumatera Barat. Pada waktu itu tentara agresor Belanda telah sampai ke sekitar kota panyabungan dalam aksinya Agresi Militer Belanda ke-II. Pada tanggal 21 April 1949, Dewan Pertahanan dibubarkan. Soetan Noeralamsjah meninggalkan Nata untuk bertemu dengan Mr. Syarifuddin Prawiranegara yang ketika itu menjabat Ketua Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) yang bermarkas di Kota Raja Banda Aceh.

Kematian

Noeralamsjah wafat pada tanggal 6 September 1970 diusianya yang ke 70 tahun, dan dimakamkan di Komplek Militer TNI-AL Pangkalan Jati, Jakarta Selatan. Ia mendapat penghargaan dari Pemerintah Republik Indonesia sebagai Pahlawan Pejuang Perintis Kemerdekaan RI.

Referensi

  1. ^ Salam, Solichin (1990). Sjahrir: wajah seorang diplomat. Pusat Studi dan Penelitian Islam. 
  2. ^ https://www.delpher.nl/nl/tijdschriften/view?identifier=MMKITLV3:002244001:00009&query=Noeralamsjah+&coll=dts&rowid=2
  3. ^ Reid, Anthony (2014-03-17). The Blood of the People: Revolution and the End of Traditional Rule in Northern Sumatra (dalam bahasa Inggris). NUS Press. ISBN 978-9971-69-637-5. 
  4. ^ https://docplayer.info/60076051-Sejarah-partai-politik-di-pematang-siantar-history-of-political-parties-in-siantar.html