Lompat ke isi

Syair Lampung Karam: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Gombang (bicara | kontrib)
baru
 
Borgxbot (bicara | kontrib)
k Robot: Cosmetic changes
Baris 1: Baris 1:
'''Syair Lampung Karam''' merupakan syair yang menceritakan peristiwa meletusnya [[Gunung Krakatau]] pada tanggal 26-28 [[Agustus]] [[1883]]. Syair ini pertama kali diterbitkan di [[Singapura]], tertanggal tahun 1301 [[Hijriah|H]] ([[November]] [[1883]]-[[Oktober]] [[1884]]), dengan judul ''Syair Negeri Lampung yang Dinaiki oleh Air dan Hujan Abu''). Syair ini yang ditulis dalam [[bahasa Melayu]] dan dicetak dengan [[huruf Jawi]] merupakan kesaksian satu-satunya yang diketahui dari penduduk pribumi atas letusan dahsyat tersebut.
'''Syair Lampung Karam''' merupakan syair yang menceritakan peristiwa meletusnya [[Gunung Krakatau]] pada tanggal 26-28 [[Agustus]] [[1883]]. Syair ini pertama kali diterbitkan di [[Singapura]], tertanggal tahun 1301 [[Hijriah|H]] ([[November]] [[1883]]-[[Oktober]] [[1884]]), dengan judul ''Syair Negeri Lampung yang Dinaiki oleh Air dan Hujan Abu''). Syair ini yang ditulis dalam [[bahasa Melayu]] dan dicetak dengan [[huruf Jawi]] merupakan kesaksian satu-satunya yang diketahui dari penduduk pribumi atas letusan dahsyat tersebut.


Syair Lampung Karam panjangnya 374 bait, dicetak dalam 36-42 halaman tergantung edisinya.
Syair Lampung Karam panjangnya 374 bait, dicetak dalam 36-42 halaman tergantung edisinya.
Baris 7: Baris 7:


== Isi syair ==
== Isi syair ==
[[Gambar:krakatoa 01.JPG|200px|thumb|''Syair Lampung Karam'' menceritakan bencana yang terjadi akibat letusan [[Krakatau]]]]
[[Berkas:krakatoa 01.JPG|200px|thumb|''Syair Lampung Karam'' menceritakan bencana yang terjadi akibat letusan [[Krakatau]]]]
''Syair Lampung Karam'' dapat disebut sebagai syair kewartawanan karena kuat menunjolkan nuansa jurnalistik. Dalam syair ini, dengan bahasa Melayu logat Riau Muhammad Saleh menggambarkan dengan dramatis bencana dahsyat akibat letusan Krakatau. Diceritakan musnahnya desa-desa dan kematian para warga akibat letusan yang menimbulkan tsunami serta hujan abu dan batu itu. Disebutkan daerah-daerah seperti Bumi, Kitambang, Talang, Kupang, Lampasing, Umbulbatu, Benawang, Badak, Limau, Lutung, Gunung Basa, Gunung Sari, Minanga, Kuala, Rajabasa, Tanjung Karang, juga Pulau Sebesi, Sebuku, dan Merak hancur lebur akibatnya.<ref name="kompas">[http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/09/12/00480765/letusan.krakatau.di.mata.pribumi ''Letusan Krakatau di mata pribumi'', Kompas, 12 September 2008]</ref>
''Syair Lampung Karam'' dapat disebut sebagai syair kewartawanan karena kuat menunjolkan nuansa jurnalistik. Dalam syair ini, dengan bahasa Melayu logat Riau Muhammad Saleh menggambarkan dengan dramatis bencana dahsyat akibat letusan Krakatau. Diceritakan musnahnya desa-desa dan kematian para warga akibat letusan yang menimbulkan tsunami serta hujan abu dan batu itu. Disebutkan daerah-daerah seperti Bumi, Kitambang, Talang, Kupang, Lampasing, Umbulbatu, Benawang, Badak, Limau, Lutung, Gunung Basa, Gunung Sari, Minanga, Kuala, Rajabasa, Tanjung Karang, juga Pulau Sebesi, Sebuku, dan Merak hancur lebur akibatnya.<ref name="kompas">[http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/09/12/00480765/letusan.krakatau.di.mata.pribumi ''Letusan Krakatau di mata pribumi'', Kompas, 12 September 2008]</ref>


Dalam syair tersebut dikisahkan bahwa dalam bencana orang masih mau saling tolong-menolong. Tapi sebaliknya ada pula yang mencari kesempatan untuk memperkaya diri sendiri dengan mengambil harta orang-orang yang tertimpa musibah.<ref name="ranesi" />
Dalam syair tersebut dikisahkan bahwa dalam bencana orang masih mau saling tolong-menolong. Tapi sebaliknya ada pula yang mencari kesempatan untuk memperkaya diri sendiri dengan mengambil harta orang-orang yang tertimpa musibah.<ref name="ranesi" />
Baris 16: Baris 16:
Terdapat empat edisi berbeda ''Syair Lampung Karam'' yang sudah ditemukan. Semua edisi diterbitkan di Singapura. Tidak lama setelah terbitan edisi pertama muncul edisi kedua dengan judul ''Inilah Syair Lampung Dinaiki Air Laut'', dengan tebal 42 halaman. Edisi kedua ini juga diterbitkan di Singapura pada 2 Safar 1302 H (21 November 1884).
Terdapat empat edisi berbeda ''Syair Lampung Karam'' yang sudah ditemukan. Semua edisi diterbitkan di Singapura. Tidak lama setelah terbitan edisi pertama muncul edisi kedua dengan judul ''Inilah Syair Lampung Dinaiki Air Laut'', dengan tebal 42 halaman. Edisi kedua ini juga diterbitkan di Singapura pada 2 Safar 1302 H (21 November 1884).


Edisi ketiga diberi judul ''Syair Lampung dan Anyer dan Tanjung Karang Naik Air Laut'' dengan tebal 49 halaman. Edisi ketiga ini diterbitkan oleh , yang diterbitkan oleh Haji Said. Edisi ketiga ini diterbitkan di Singapura, bertarikh 27 Rabiulawal 1301 H (3 Januari 1886). Dalam beberapa iklan, edisi ketiga ini disebut ''Syair Negeri Anyer Tenggelam''.
Edisi ketiga diberi judul ''Syair Lampung dan Anyer dan Tanjung Karang Naik Air Laut'' dengan tebal 49 halaman. Edisi ketiga ini diterbitkan oleh , yang diterbitkan oleh Haji Said. Edisi ketiga ini diterbitkan di Singapura, bertarikh 27 Rabiulawal 1301 H (3 Januari 1886). Dalam beberapa iklan, edisi ketiga ini disebut ''Syair Negeri Anyer Tenggelam''.


Pada edisi keempat syair ini kembali diterbitkan dengan judul berbeda. Sekarang syair ini diberi nama ''Inilah Syair Lampung Karam Adanya'', dengan tebal 36 halaman. Edisi keempat ini juga diterbitkan di Singapura, bertarikh 10 Safar 1306 Hijriah (16 Oktober 1888).<ref name="kompas" />
Pada edisi keempat syair ini kembali diterbitkan dengan judul berbeda. Sekarang syair ini diberi nama ''Inilah Syair Lampung Karam Adanya'', dengan tebal 36 halaman. Edisi keempat ini juga diterbitkan di Singapura, bertarikh 10 Safar 1306 Hijriah (16 Oktober 1888).<ref name="kompas" />

Revisi per 18 November 2008 00.26

Syair Lampung Karam merupakan syair yang menceritakan peristiwa meletusnya Gunung Krakatau pada tanggal 26-28 Agustus 1883. Syair ini pertama kali diterbitkan di Singapura, tertanggal tahun 1301 H (November 1883-Oktober 1884), dengan judul Syair Negeri Lampung yang Dinaiki oleh Air dan Hujan Abu). Syair ini yang ditulis dalam bahasa Melayu dan dicetak dengan huruf Jawi merupakan kesaksian satu-satunya yang diketahui dari penduduk pribumi atas letusan dahsyat tersebut.

Syair Lampung Karam panjangnya 374 bait, dicetak dalam 36-42 halaman tergantung edisinya.

Pengarang

Pada pembukaan Syair Lampung Karam dicantumkan bahwa pengarangnya adalah Muhammad Saleh. Disebutkan juga bahwa pengarang sedang berada di Lampung saat kejadian letusan Krakatau tersebut. Muhammad Saleh kemudian mengungsi ke Singapura, dan tinggal di Kampung Bangkahulu (sekarang Bencoolen Street), tempat dia kemudian menuliskan syairnya tersebut.[1]. Pengarang kemungkinan bukan orang Lampung asli

Isi syair

Syair Lampung Karam menceritakan bencana yang terjadi akibat letusan Krakatau

Syair Lampung Karam dapat disebut sebagai syair kewartawanan karena kuat menunjolkan nuansa jurnalistik. Dalam syair ini, dengan bahasa Melayu logat Riau Muhammad Saleh menggambarkan dengan dramatis bencana dahsyat akibat letusan Krakatau. Diceritakan musnahnya desa-desa dan kematian para warga akibat letusan yang menimbulkan tsunami serta hujan abu dan batu itu. Disebutkan daerah-daerah seperti Bumi, Kitambang, Talang, Kupang, Lampasing, Umbulbatu, Benawang, Badak, Limau, Lutung, Gunung Basa, Gunung Sari, Minanga, Kuala, Rajabasa, Tanjung Karang, juga Pulau Sebesi, Sebuku, dan Merak hancur lebur akibatnya.[2]

Dalam syair tersebut dikisahkan bahwa dalam bencana orang masih mau saling tolong-menolong. Tapi sebaliknya ada pula yang mencari kesempatan untuk memperkaya diri sendiri dengan mengambil harta orang-orang yang tertimpa musibah.[1]


Edisi

Terdapat empat edisi berbeda Syair Lampung Karam yang sudah ditemukan. Semua edisi diterbitkan di Singapura. Tidak lama setelah terbitan edisi pertama muncul edisi kedua dengan judul Inilah Syair Lampung Dinaiki Air Laut, dengan tebal 42 halaman. Edisi kedua ini juga diterbitkan di Singapura pada 2 Safar 1302 H (21 November 1884).

Edisi ketiga diberi judul Syair Lampung dan Anyer dan Tanjung Karang Naik Air Laut dengan tebal 49 halaman. Edisi ketiga ini diterbitkan oleh , yang diterbitkan oleh Haji Said. Edisi ketiga ini diterbitkan di Singapura, bertarikh 27 Rabiulawal 1301 H (3 Januari 1886). Dalam beberapa iklan, edisi ketiga ini disebut Syair Negeri Anyer Tenggelam.

Pada edisi keempat syair ini kembali diterbitkan dengan judul berbeda. Sekarang syair ini diberi nama Inilah Syair Lampung Karam Adanya, dengan tebal 36 halaman. Edisi keempat ini juga diterbitkan di Singapura, bertarikh 10 Safar 1306 Hijriah (16 Oktober 1888).[2]

Lihat pula

Rujukan