Lompat ke isi

Karapan sapi: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Menghilangkan referensi VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 3: Baris 3:
'''Karapan sapi''' ({{lang-mad|Karapan sampeh}}) merupakan istilah untuk menyebut perlombaan pacuan [[sapi]] yang berasal dari [[Pulau Madura]], [[Jawa Timur]]. Pada perlombaan ini, sepasang sapi yang menarik semacam kereta dari kayu (tempat joki berdiri dan mengendalikan pasangan sapi tersebut) dipacu dalam lomba adu cepat melawan pasangan-pasangan sapi lain. Trek pacuan tersebut biasanya sekitar 100 [[meter]] dan lomba pacuan dapat berlangsung sekitar sepuluh detik sampai satu [[menit]]. Beberapa kota di [[Pulau Madura|Madura]] menyelenggarakan karapan sapi pada bulan [[Agustus]] dan [[September]] setiap tahun, dengan pertandingan final pada akhir September atau [[Oktober]] di eks Kota Karesidenan, [[Pamekasan]] untuk memperebutkan Piala Bergilir [[Presiden]].
'''Karapan sapi''' ({{lang-mad|Karapan sampeh}}) merupakan istilah untuk menyebut perlombaan pacuan [[sapi]] yang berasal dari [[Pulau Madura]], [[Jawa Timur]]. Pada perlombaan ini, sepasang sapi yang menarik semacam kereta dari kayu (tempat joki berdiri dan mengendalikan pasangan sapi tersebut) dipacu dalam lomba adu cepat melawan pasangan-pasangan sapi lain. Trek pacuan tersebut biasanya sekitar 100 [[meter]] dan lomba pacuan dapat berlangsung sekitar sepuluh detik sampai satu [[menit]]. Beberapa kota di [[Pulau Madura|Madura]] menyelenggarakan karapan sapi pada bulan [[Agustus]] dan [[September]] setiap tahun, dengan pertandingan final pada akhir September atau [[Oktober]] di eks Kota Karesidenan, [[Pamekasan]] untuk memperebutkan Piala Bergilir [[Presiden]].


Pada bulan November tahun 2013, penyelenggaraan Piala Presiden berganti nama menjadi Piala Gubernur.<ref>{{cite news|url = http://regional.kompas.com/read/2013/10/30/1533451/Karapan.Sapi.Piala.Presiden.Berubah.Jadi.Piala.Gubernur.Jatim|title = Karapan Sapi Piala Presiden Berubah Jadi Piala Gubernur Jatim|accessdate = 30 Oktober 2013}}</ref>
Pada bulan November tahun 2013, penyelenggaraan Piala Presiden berganti nama menjadi Piala Gubernur sekian dari nikita willy jangan lupa follow @clarissaaleksander8


== Sejarah ==
== Sejarah ==

Revisi per 23 Agustus 2021 03.16

Karapan sapi di Stadion Giling, Kabupaten Sumenep

Karapan sapi (Madura: Karapan sampeh) merupakan istilah untuk menyebut perlombaan pacuan sapi yang berasal dari Pulau Madura, Jawa Timur. Pada perlombaan ini, sepasang sapi yang menarik semacam kereta dari kayu (tempat joki berdiri dan mengendalikan pasangan sapi tersebut) dipacu dalam lomba adu cepat melawan pasangan-pasangan sapi lain. Trek pacuan tersebut biasanya sekitar 100 meter dan lomba pacuan dapat berlangsung sekitar sepuluh detik sampai satu menit. Beberapa kota di Madura menyelenggarakan karapan sapi pada bulan Agustus dan September setiap tahun, dengan pertandingan final pada akhir September atau Oktober di eks Kota Karesidenan, Pamekasan untuk memperebutkan Piala Bergilir Presiden.

Pada bulan November tahun 2013, penyelenggaraan Piala Presiden berganti nama menjadi Piala Gubernur sekian dari nikita willy jangan lupa follow @clarissaaleksander8

Sejarah

Awal mula kerapan sapi dilatarbelakangi oleh tanah Madura yang kurang subur untuk lahan pertanian, sebagai gantinya orang-orang Madura mengalihkan mata pencahariannya sebagai nelayan untuk daerah pesisir dan beternak sapi yang sekaligus digunakan untuk bertani khususnya dalam membajak sawah atau ladang.

Suatu Ketika seorang ulama Sumenep bernama Syeh Ahmad Baidawi (Pangeran Katandur) yang memperkenalkan cara bercocok tanam dengan menggunakan sepasang bambu yang dikenal dengan masyarakat Madura dengan sebutan "nanggala" atau "salaga" yang ditarik dengan dua ekor sapi. Maksud awal diadakannya Karapan Sapi adalah untuk memperoleh sapi-sapi yang kuat untuk membajak sawah. Orang Madura memelihara sapi dan menggarapnya di sawah-sawah mereka sesegera mungkin. Gagasan ini kemudian menimbulkan adanya tradisi karapan sapi. Karapan sapi segera menjadi kegiatan rutin setiap tahunnya khususnya setelah menjelang musim panen habis. Karapan Sapi didahului dengan mengarak pasangan-pasangan sapi mengelilingi arena pacuan dengan diiringi musik saronen.

Pelaksanaan Karapan Sapi

Pelaksanaan Karapan Sapi dibagi dalam empat babak, yaitu: babak pertama, seluruh sapi diadu kecepatannya dalam dua pasang untuk memisahkan kelompok menang dan kelompok kalah. Pada babak ini semua sapi yang menang maupun yang kalah dapat bertanding lagi sesuai dengan kelompoknya.

Babak kedua atau babak pemilihan kembali, pasangan sapi pada kelompok menang akan dipertandingkan kembali, demikian sama halnya dengan sapi-sapi di kelompok kalah, dan pada babak ini semua pasatiga pasang sapi pemenang dan tiga sapi dari kelompok kalah. Pada babak keempat atau babak final, diadakan untuk menentukan juara I, I

Kritik

Karapan sapi dikritik berbagai pihak seperti Majelis Ulama Indonesia dan pemerintah daerah di Madura karena tradisi kekerasan rekeng yang dilakukan pemilik sapi. MUI Pamekasan sudah memfatwakan haram mengenai tradisi rekeng karena dinilai menyakiti sapi, dan Gubernur Jawa Timur melalui Instruksi Gubernur sudah menyatakan pelarangan tradisi rekeng. Namun tradisi ini masih berlanjut di kalangan pelaku karapan sapi.[1][2]

Referensi

  1. ^ "Dilarang Pakai Kekerasan, Pemilik Sapi Karapan Ancam Boikot". Diakses tanggal 13 September 2013. 
  2. ^ "MUI Haramkan Karapan Sapi Model "Rekeng"". Diakses tanggal 13 September 2013. 

Pranala luar

  • Aneka Ragam Kesenian Sumenep, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Sumenep 2004
  • Sejarah Karapan Sapi