Lompat ke isi

Kue putu: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Erwiradz2010 (bicara | kontrib)
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Eiskrahablo (bicara | kontrib)
k Membalikkan vandalisme 19006227 oleh Erwiradz2010 (bicara) dan menambahkan sumber rujukan pendukung.
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
Baris 12: Baris 12:
Secara [[etimologi]], istilah "putu" dalam [[bahasa Indonesia]] merupakan kata serapan dari {{lang-jv|ꦥꦸꦛꦸ|puthu}} yang berakar dari istilah kuno {{lang-jv|ꦥꦸꦛꦺꦴꦤ꧀|puthon}} yang berarti "bundar" atau "lingkatan", merujuk kepada bentuk rongga buluh bambu yang digunakan dalam proses pembuatan kue putu bambu. Dalam bahasa [[bahasa Indonesia|Indonesia]], [[bahasa Bali|Bali]], dan [[bahasa Tagalog|Tagalog]], varian kue putu bambu juga dikenali dengan istilah "putu bumbung", "puthu bumbung (ᬧᬸᬝᬸ​ᬩᬸᬫ᭄ᬩᬸᬂ)", dan "puto bumbong (ᜉᜓᜆᜓ ᜊᜓᜋ᜔ᜊᜓᜅ᜔)" secara berurutan yang berakar dari isilah dalam {{lang-jv|ꦥꦸꦛꦸ​ꦧꦸꦩ꧀ꦧꦸꦁ|puthu bumbung}} yang bermakna "kue isian ([[gula jawa]]) yang dibuat menggunakan [[buluh]]".
Secara [[etimologi]], istilah "putu" dalam [[bahasa Indonesia]] merupakan kata serapan dari {{lang-jv|ꦥꦸꦛꦸ|puthu}} yang berakar dari istilah kuno {{lang-jv|ꦥꦸꦛꦺꦴꦤ꧀|puthon}} yang berarti "bundar" atau "lingkatan", merujuk kepada bentuk rongga buluh bambu yang digunakan dalam proses pembuatan kue putu bambu. Dalam bahasa [[bahasa Indonesia|Indonesia]], [[bahasa Bali|Bali]], dan [[bahasa Tagalog|Tagalog]], varian kue putu bambu juga dikenali dengan istilah "putu bumbung", "puthu bumbung (ᬧᬸᬝᬸ​ᬩᬸᬫ᭄ᬩᬸᬂ)", dan "puto bumbong (ᜉᜓᜆᜓ ᜊᜓᜋ᜔ᜊᜓᜅ᜔)" secara berurutan yang berakar dari isilah dalam {{lang-jv|ꦥꦸꦛꦸ​ꦧꦸꦩ꧀ꦧꦸꦁ|puthu bumbung}} yang bermakna "kue isian ([[gula jawa]]) yang dibuat menggunakan [[buluh]]".


Dalam [[orang Bali|masyarakat Bali]], "putu" (ᬧᬸᬢᬸ) merupakan nama keluarga non-bangsawan kasta [[sudra]] yang menunjukkan urutan silsilah pertama dalam keluarga inti. Kasta sudra dikenali sebagai kaum yang memiliki mata pencaharian dasar yang dapat berupa sebagai pedagang atau penjual makanan, diperkirakan istilah "kutu putu" juga berangkat dari perkataan ini, yang bermakna "kue yang dijual oleh [[Putu (nama)|Putu]]".
Dalam [[orang Bali|masyarakat Bali]], "putu" (ᬧᬸᬢᬸ) merupakan nama keluarga non-bangsawan kasta [[sudra]] yang menunjukkan urutan silsilah pertama dalam keluarga inti. Kasta sudra dikenali sebagai kaum yang memiliki mata pencaharian dasar yang dapat berupa sebagai pedagang atau penjual makanan, diperkirakan istilah "kutu putu" juga berangkat dari perkataan ini, yang bermakna "kue yang dijual oleh [[Putu (nama)|Putu]]".

Menurut sumber lain, istilah "putu" dalam [[bahasa Indonesia]] diambil dari [[abreviasi]] kalimat "Pencari Uang Tenaga Uap" atau "Penghasil Uang Tenaga Uap" ({{lang-en|moneymaker from the steam energy}}) yang merujuk kepada proses pembuatan kue putu yang dibuat dengan cara di[[pengukusan|kukus]].<ref>{{cite web |url= https://sumut.idntimes.com/food/dining-guide/prila-arofani/nama-makanan-indonesia-yang-ternyata-singkatan-regional-sumut|title=Nama Makanan Indonesia Yang Ternyata Singkatan |author=<!--Not stated--> |website= sumu.idntimes.com |publisher= IDN Times Regional Sumut}}</ref><ref>{{cite web |url=https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20200911205144-267-545548/di-balik-ragam-nama-street-food-populer-indonesia |title=Dibalik Ragam Nama Street Food Populer Indonesia |author=<!--Not stated-->|website= cnnindonesia.com|publisher= CNN Indonesia }}</ref>


== Sejarah ==
== Sejarah ==

Revisi per 24 Agustus 2021 16.26

Kue putu dan klepon
Kue putu di daun pisang
Putu bugis terbuat dari ketan hitam
Kue putu dengan isi gula jawa

Kue putu (dari bahasa Jawa: ꦥꦸꦛꦸ, translit. puthu; IPA: [puʈu]) adalah jenis kudapan tradisional Indonesia berupa kue dengan isian gula jawa, dibalut dengan parutan kelapa, dan tepung beras butiran kasar. Kue ini di kukus dengan diletakkan di dalam tabung bambu yang sedikit dipadatkan. Kue ini dijual pada saat matahari terbenam sampai larut malam. Suara khas uap yang keluar dari alat suitan ini sekaligus menjadi alat promosi bagi pedagang yang berjualan.

Kue putu ini umumnya dihidangkan dalam warna putih dan hijau. Sedangkan dalam varian Putu Bugis (berasal dari Sulawesi Selatan), biasanya kue dibuat menggunakan bahan seperti beras ketan hitam tanpa gula sehingga menghasilkan warna kue putu yang gelap cenderung hitam. Putu Bugis biasanya dimakan dengan taburan parutan kelapa dan sambal, serta hanya dijual pagi hari sebagai pengganti sarapan yang praktis.

Melalui diaspora Jawa dan Bugis, kue putu juga dipopulerkan ke negara lain oleh orang Jawa dan Bugis, seperti ke Singapura dan Malaysia.

Etimologi

Secara etimologi, istilah "putu" dalam bahasa Indonesia merupakan kata serapan dari bahasa Jawa: ꦥꦸꦛꦸ, translit. puthu yang berakar dari istilah kuno bahasa Jawa: ꦥꦸꦛꦺꦴꦤ꧀, translit. puthon yang berarti "bundar" atau "lingkatan", merujuk kepada bentuk rongga buluh bambu yang digunakan dalam proses pembuatan kue putu bambu. Dalam bahasa Indonesia, Bali, dan Tagalog, varian kue putu bambu juga dikenali dengan istilah "putu bumbung", "puthu bumbung (ᬧᬸᬝᬸ​ᬩᬸᬫ᭄ᬩᬸᬂ)", dan "puto bumbong (ᜉᜓᜆᜓ ᜊᜓᜋ᜔ᜊᜓᜅ᜔)" secara berurutan yang berakar dari isilah dalam bahasa Jawa: ꦥꦸꦛꦸ​ꦧꦸꦩ꧀ꦧꦸꦁ, translit. puthu bumbung yang bermakna "kue isian (gula jawa) yang dibuat menggunakan buluh".

Dalam masyarakat Bali, "putu" (ᬧᬸᬢᬸ) merupakan nama keluarga non-bangsawan kasta sudra yang menunjukkan urutan silsilah pertama dalam keluarga inti. Kasta sudra dikenali sebagai kaum yang memiliki mata pencaharian dasar yang dapat berupa sebagai pedagang atau penjual makanan, diperkirakan istilah "kutu putu" juga berangkat dari perkataan ini, yang bermakna "kue yang dijual oleh Putu".

Menurut sumber lain, istilah "putu" dalam bahasa Indonesia diambil dari abreviasi kalimat "Pencari Uang Tenaga Uap" atau "Penghasil Uang Tenaga Uap" (bahasa Inggris: moneymaker from the steam energy) yang merujuk kepada proses pembuatan kue putu yang dibuat dengan cara dikukus.[1][2]

Sejarah

Dalam kejadian "puthu" diambil sekitar 1630 di Desa Wanamarta, Jawa Timur. Di dalam naskah tersebut kata puthu muncul saat Ki Bayi Panurta meminta santrinya menyediakan hidangan pagi. Dari hidangan tersebut terdapat puthu sebagai makanan pembuka atau camilan. Nama ini juga muncul dalam Serat Centhini sebagai salah satu kudapan yang ditulis pada 1814 di masa kerajaan Mataram.

Penyebutan puthu juga muncul di peristiwa lain dengan lokasi serupa, Desa Wanamarta. Di naskah Centhini disebutkan Nyai Daya dan Nyai Sumbaling tengah menyiapkan kudapan setelah shalat Subuh. Di hidangan tersebut terhidang gemblong, ulen-ulen, serabi, puthu, jadah, jenang, dendeng balur, dendeng gepuk, pisang bakar, kupat, balendrang, jenang grendul, pisang raja dan wedang bubuk.[3]

Varian

  1. Putu Ayu Gula Jawa[4]
  2. Putu Ayu Ketan Hitam[4]
  3. Putu Ayu Bihun [4]
  4. Putu Mayang[5]
  5. Putu Pesse[5]
  6. Putu Cangiri[5]
  7. Putu Keju[5]

Referensi

  1. ^ "Nama Makanan Indonesia Yang Ternyata Singkatan". sumu.idntimes.com. IDN Times Regional Sumut. 
  2. ^ "Dibalik Ragam Nama Street Food Populer Indonesia". cnnindonesia.com. CNN Indonesia. 
  3. ^ "Merentang Sejarah Kue Tradisional Puthu". Republika Online. 2018-02-11. Diakses tanggal 2020-08-26. 
  4. ^ a b c mirai. "4 Resep Kue Putu Ayu Legendaris yang Lembut dan Enak – GOODMINDS.ID" (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-08-26. 
  5. ^ a b c d "Kue Putu Nggak Hanya Dikukus Dalam Bambu Saja, Ini 5 Lainnya -..." www.grid.id. Diakses tanggal 2020-08-26. 

Pranala luar