Banda Bakali: Perbedaan antara revisi
Rahmatdenas (bicara | kontrib) |
Rahmatdenas (bicara | kontrib) |
||
Baris 6: | Baris 6: | ||
{{Quote box|align=right|width=20%|quote=Parit itu dahulu digali sebagai pemisah antara daerah yang dikuasai penjajah dengan daerah milik penduduk asli, tetapi alasan yang diberikan penjajah adalah untuk pengendalian banjir.|author=[[Wisran Hadi]]|source=''Persiden''}}Banda Bakali dibangun oleh pemerintah kolonial Belanda dari tahun 1911 sampai 1918 sebagai sarana pengendalian banjir yang sering dihadapi Kota Padang.<ref>{{Cite book|last=Fachrul Rasyid|first=|date=2008|url=https://books.google.com/books?id=Zj9SAQAAMAAJ&newbks=0&printsec=frontcover&dq=%22tahun+1911+hingga+1918+%22&q=%22tahun+1911+hingga+1918+%22&hl=id|title=Dari Pagaruyung sampai Semenanjung: refleksi sejarah Minangkabau|publisher=Pemerintah Propinsi Sumatera Barat, Dinas Pariwisata, Seni, dan Budaya, UPTD Museum "Aditiyawarman"|language=id}}</ref> Upacara awal penggalian kanal dilakukan di Lubuk Begalung pada 29 Oktober 1911.<ref>{{Cite book|last=[[Rusli Amran]]|first=|date=1988|url=https://books.google.com/books?id=3mseAAAAMAAJ&newbks=0&printsec=frontcover&dq=Padang+Riwayatmu+Dulu&q=Padang+Riwayatmu+Dulu&hl=id|title=Padang Riwayatmu Dulu|publisher=Yasaguna|language=id}}</ref> Sebelum pembangunan, banjir besar telah terjadi pada 28 dan 29 September 1907. Sementara itu, banjir juga terjadi selama proses pembangunan, seperti pada tahun 1914 dan 1915.<ref name=":0">{{Cite web|date=2017-10-12|title=Banjir Besar dan Pembangunan Kanal di Padang 1911|url=https://padangkita.com/banjir-besar-dan-pembangunan-kanal-di-padang-1911/|website=Padangkita.com|language=id-ID|access-date=2021-10-14}}</ref> Sejarawan [[Rusli Amran]] mencatat, banjir di Padang pada zaman Hindia Belanda jauh berkurang sejak kanal ini selesai dibangun. |
{{Quote box|align=right|width=20%|quote=Parit itu dahulu digali sebagai pemisah antara daerah yang dikuasai penjajah dengan daerah milik penduduk asli, tetapi alasan yang diberikan penjajah adalah untuk pengendalian banjir.|author=[[Wisran Hadi]]|source=''Persiden''}}Banda Bakali dibangun oleh pemerintah kolonial Belanda dari tahun 1911 sampai 1918 sebagai sarana pengendalian banjir yang sering dihadapi Kota Padang.<ref>{{Cite book|last=Fachrul Rasyid|first=|date=2008|url=https://books.google.com/books?id=Zj9SAQAAMAAJ&newbks=0&printsec=frontcover&dq=%22tahun+1911+hingga+1918+%22&q=%22tahun+1911+hingga+1918+%22&hl=id|title=Dari Pagaruyung sampai Semenanjung: refleksi sejarah Minangkabau|publisher=Pemerintah Propinsi Sumatera Barat, Dinas Pariwisata, Seni, dan Budaya, UPTD Museum "Aditiyawarman"|language=id}}</ref> Upacara awal penggalian kanal dilakukan di Lubuk Begalung pada 29 Oktober 1911.<ref>{{Cite book|last=[[Rusli Amran]]|first=|date=1988|url=https://books.google.com/books?id=3mseAAAAMAAJ&newbks=0&printsec=frontcover&dq=Padang+Riwayatmu+Dulu&q=Padang+Riwayatmu+Dulu&hl=id|title=Padang Riwayatmu Dulu|publisher=Yasaguna|language=id}}</ref> Sebelum pembangunan, banjir besar telah terjadi pada 28 dan 29 September 1907. Sementara itu, banjir juga terjadi selama proses pembangunan, seperti pada tahun 1914 dan 1915.<ref name=":0">{{Cite web|date=2017-10-12|title=Banjir Besar dan Pembangunan Kanal di Padang 1911|url=https://padangkita.com/banjir-besar-dan-pembangunan-kanal-di-padang-1911/|website=Padangkita.com|language=id-ID|access-date=2021-10-14}}</ref> Sejarawan [[Rusli Amran]] mencatat, banjir di Padang pada zaman Hindia Belanda jauh berkurang sejak kanal ini selesai dibangun. |
||
Dari sudut pemerintah kolonial Belanda, pembangunan kanal bukan hanya sebagai langkah untuk mengatasi banjir di Kota Padang, tetapi juga sebagai pemisah antara orang-orang Eropa dengan penduduk pribumi. Selain itu, keberadaan kanal dapat dipandang sebagai '' |
Dari sudut pemerintah kolonial Belanda, pembangunan kanal bukan hanya sebagai langkah untuk mengatasi banjir di Kota Padang, tetapi juga sebagai pemisah antara orang-orang Eropa dengan penduduk pribumi. Selain itu, keberadaan kanal dapat dipandang sebagai ''barrier'', semacam garis pertahanan kota.<ref name=":0" /> |
||
== Normalisasi == |
== Normalisasi == |
Revisi per 14 Oktober 2021 09.42
Banda Bakali atau Bandakali adalah istilah dalam bahasa Minang untuk menyebut sungai buatan atau kanal yang terdapat di Kota Padang, Sumatra Barat, Indonesia. Kanal banjir ini membagi aliran Batang Arau ke arah utara sepanjang 6,8 km dan lebar 20 m yang bermuara di dekat Pantai Purus. Banda Bakali dibangun untuk mengatasi banjir di Kota Padang sekaligus menopang sistem drainase tata ruang kota (muara sungai-sungai kecil, pengeringan rawa-rawa, saluran pembuangan), untuk selanjutnya dialirkan terus ke Samudra Hindia).[1]
Sejarah
Parit itu dahulu digali sebagai pemisah antara daerah yang dikuasai penjajah dengan daerah milik penduduk asli, tetapi alasan yang diberikan penjajah adalah untuk pengendalian banjir.
Wisran Hadi, Persiden
Banda Bakali dibangun oleh pemerintah kolonial Belanda dari tahun 1911 sampai 1918 sebagai sarana pengendalian banjir yang sering dihadapi Kota Padang.[2] Upacara awal penggalian kanal dilakukan di Lubuk Begalung pada 29 Oktober 1911.[3] Sebelum pembangunan, banjir besar telah terjadi pada 28 dan 29 September 1907. Sementara itu, banjir juga terjadi selama proses pembangunan, seperti pada tahun 1914 dan 1915.[4] Sejarawan Rusli Amran mencatat, banjir di Padang pada zaman Hindia Belanda jauh berkurang sejak kanal ini selesai dibangun.
Dari sudut pemerintah kolonial Belanda, pembangunan kanal bukan hanya sebagai langkah untuk mengatasi banjir di Kota Padang, tetapi juga sebagai pemisah antara orang-orang Eropa dengan penduduk pribumi. Selain itu, keberadaan kanal dapat dipandang sebagai barrier, semacam garis pertahanan kota.[4]
Normalisasi
Dari tahun 1991 sampai 1996, Dinas Pekerjaan Umum Sumatra Barat[5] melakukan normalisasi Banda Bakali sepanjang 6,8 km dengan total biaya Rp88 miliar. Kapasitas kanal ditingkatkan dari 240 m³ per detik menjadi 500 m³ per detik untuk periode ulang 25 tahun.[1]
Kondisi saat ini
Dalam perkembangannya, terjadi pendangkalan kanal atau saluran akibat adanya pengendapan sedimen di sepanjang saluran dan di muara yang menyebabkan kelancaran aliran, terutama saat terjadi banjir, terganggu.
Referensi
- ^ a b "Ketika Banjir Padang Makin Berkurang". Harian Semangat. 24 Agustus 1995.
- ^ Fachrul Rasyid (2008). Dari Pagaruyung sampai Semenanjung: refleksi sejarah Minangkabau. Pemerintah Propinsi Sumatera Barat, Dinas Pariwisata, Seni, dan Budaya, UPTD Museum "Aditiyawarman".
- ^ Rusli Amran (1988). Padang Riwayatmu Dulu. Yasaguna.
- ^ a b "Banjir Besar dan Pembangunan Kanal di Padang 1911". Padangkita.com. 2017-10-12. Diakses tanggal 2021-10-14.
- ^ Profil 200 tokoh aktivis & pemuka masyarakat Minang. Permo Promotion. 1995. ISBN 978-979-8931-00-0.