Lompat ke isi

Banda Bakali: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 6: Baris 6:
{{Quote box|align=right|width=20%|quote=Parit itu dahulu digali sebagai pemisah antara daerah yang dikuasai penjajah dengan daerah milik penduduk asli, tetapi alasan yang diberikan penjajah adalah untuk pengendalian banjir.|author=[[Wisran Hadi]]|source=''Persiden''<ref>{{Cite book|last=Wisran Hadi|first=|date=2016|url=https://books.google.com/books?id=G_RfCwAAQBAJ&newbks=0&printsec=frontcover&dq=wisran+hadi+persiden+%22BANDAKALI%22&hl=id|title=Persiden|publisher=Bentang Pustaka|isbn=978-602-8811-39-2|language=|url-status=live}}</ref>}}
{{Quote box|align=right|width=20%|quote=Parit itu dahulu digali sebagai pemisah antara daerah yang dikuasai penjajah dengan daerah milik penduduk asli, tetapi alasan yang diberikan penjajah adalah untuk pengendalian banjir.|author=[[Wisran Hadi]]|source=''Persiden''<ref>{{Cite book|last=Wisran Hadi|first=|date=2016|url=https://books.google.com/books?id=G_RfCwAAQBAJ&newbks=0&printsec=frontcover&dq=wisran+hadi+persiden+%22BANDAKALI%22&hl=id|title=Persiden|publisher=Bentang Pustaka|isbn=978-602-8811-39-2|language=|url-status=live}}</ref>}}


Banda Bakali dibangun oleh pemerintah kolonial Belanda sebagai sarana pengendalian banjir yang sering dihadapi Kota Padang.<ref name=":2">{{Cite book|last=Fachrul Rasyid|first=|date=2008|url=https://books.google.com/books?id=Zj9SAQAAMAAJ&newbks=0&printsec=frontcover&dq=%22tahun+1911+hingga+1918+%22&q=%22tahun+1911+hingga+1918+%22&hl=id|title=Dari Pagaruyung sampai Semenanjung: refleksi sejarah Minangkabau|publisher=Pemerintah Propinsi Sumatera Barat, Dinas Pariwisata, Seni, dan Budaya, UPTD Museum "Aditiyawarman"|language=id}}</ref> Upacara awal penggalian kanal dilakukan di [[Lubuk Begalung Nan XX, Lubuk Begalung, Padang|Lubuk Begalung]] pada 29 Oktober 1911.<ref name=":3">{{Cite book|last=[[Rusli Amran]]|first=|date=1988|url=https://www.google.co.id/books/edition/Padang_riwayatmu_dulu/3mseAAAAMAAJ?hl=id&gbpv=1&bsq=Padang+Riwayatmu+Dulu+wlkom+%221911%22&dq=Padang+Riwayatmu+Dulu+wlkom+%221911%22&printsec=frontcover|title=Padang Riwayatmu Dulu|publisher=Yasaguna|language=id}}</ref>
Banda Bakali dibangun oleh pemerintah kolonial Belanda sebagai sarana pengendalian banjir yang sering dihadapi Kota Padang dan mengamankan [[Pelabuhan Muara]] dari amukan [[Batang Arau]].<ref name=":2">{{Cite book|last=Fachrul Rasyid|first=|date=2008|url=https://books.google.com/books?id=Zj9SAQAAMAAJ&newbks=0&printsec=frontcover&dq=%22tahun+1911+hingga+1918+%22&q=%22tahun+1911+hingga+1918+%22&hl=id|title=Dari Pagaruyung sampai Semenanjung: refleksi sejarah Minangkabau|publisher=Pemerintah Propinsi Sumatera Barat, Dinas Pariwisata, Seni, dan Budaya, UPTD Museum "Aditiyawarman"|language=id}}</ref> Upacara awal penggalian kanal dilakukan pada 29 Oktober 1911 di [[Lubuk Begalung Nan XX, Lubuk Begalung, Padang|Lubuk Begalung]]. Di titik itu, aliran Batang Arau dibagi dan dibelokkan ke utara hingga bermuara di dekat Purus.<ref name=":3">{{Cite book|last=[[Rusli Amran]]|first=|date=1988|url=https://www.google.co.id/books/edition/Padang_riwayatmu_dulu/3mseAAAAMAAJ?hl=id&gbpv=1&bsq=Padang+Riwayatmu+Dulu+wlkom+%221911%22&dq=Padang+Riwayatmu+Dulu+wlkom+%221911%22&printsec=frontcover|title=Padang Riwayatmu Dulu|publisher=Yasaguna|language=id}}</ref>


Sebelumnya, pemerintah kolonial Belanda sudah lama mengatur aliran [[Batang Arau]], bahkan mengeluarkan ordonansi pada 7 Oktober 1882. Ordonansi ini mengizinkan pemerintah mengambil tanah penduduk agar pinggir sungai bisa diluruskan.<ref name=":3" />
Sebelumnya, pemerintah kolonial Belanda sudah lama mengatur aliran Batang Arau, bahkan mengeluarkan ordonansi pada 7 Oktober 1882. Ordonansi ini mengizinkan pemerintah mengambil tanah penduduk agar pinggir sungai bisa diluruskan.<ref name=":3" />


Pengerjaan Banda Bakali selesai pada tahun 1918.<ref name=":2" /> Sejarawan [[Rusli Amran]] mencatat, banjir di Padang pada masa Hindia Belanda jauh berkurang sejak kanal ini selesai dibangun.<ref name=":3" />
Pengerjaan Banda Bakali selesai pada tahun 1918.<ref name=":2" /> Sejarawan [[Rusli Amran]] mencatat, banjir di Padang pada masa Hindia Belanda jauh berkurang sejak kanal ini selesai dibangun.<ref name=":3" />

Revisi per 16 Oktober 2021 03.53

Jembatan kereta api melintas di atas Banda Bakali

Banda Bakali atau Bandakali adalah istilah dalam bahasa Minang untuk menyebut sungai buatan atau kanal yang terdapat di Kota Padang, Sumatra Barat, Indonesia. Kanal banjir ini membagi aliran Batang Arau ke arah utara sepanjang 6,8 km dan lebar 20 m dengan muara di dekat Pantai Purus. Banda Bakali dibangun untuk mengatasi banjir di Kota Padang sekaligus menopang sistem drainase tata ruang kota (muara sungai-sungai kecil, pengeringan rawa-rawa, saluran pembuangan), untuk selanjutnya dialirkan terus ke Samudra Hindia).[1]

Sejarah

Parit itu dahulu digali sebagai pemisah antara daerah yang dikuasai penjajah dengan daerah milik penduduk asli, tetapi alasan yang diberikan penjajah adalah untuk pengendalian banjir.

Wisran Hadi, Persiden[2]

Banda Bakali dibangun oleh pemerintah kolonial Belanda sebagai sarana pengendalian banjir yang sering dihadapi Kota Padang dan mengamankan Pelabuhan Muara dari amukan Batang Arau.[3] Upacara awal penggalian kanal dilakukan pada 29 Oktober 1911 di Lubuk Begalung. Di titik itu, aliran Batang Arau dibagi dan dibelokkan ke utara hingga bermuara di dekat Purus.[4]

Sebelumnya, pemerintah kolonial Belanda sudah lama mengatur aliran Batang Arau, bahkan mengeluarkan ordonansi pada 7 Oktober 1882. Ordonansi ini mengizinkan pemerintah mengambil tanah penduduk agar pinggir sungai bisa diluruskan.[4]

Pengerjaan Banda Bakali selesai pada tahun 1918.[3] Sejarawan Rusli Amran mencatat, banjir di Padang pada masa Hindia Belanda jauh berkurang sejak kanal ini selesai dibangun.[4]

Sebelum pembangunan, banjir besar telah terjadi pada 28 dan 29 September 1907. Sementara itu, banjir juga terjadi selama proses pembangunan, seperti pada tahun 1914 dan 1915.[5]

Dari sudut pemerintah kolonial Belanda, pembangunan kanal bukan hanya sebagai langkah untuk mengatasi banjir di Kota Padang, tetapi juga sebagai pemisah antara orang-orang Eropa dengan penduduk pribumi. Selain itu, keberadaan kanal dapat dipandang sebagai barrier, semacam garis pertahanan kota.[5]

Normalisasi

Dari tahun 1991 sampai 1996, Dinas Pekerjaan Umum Sumatra Barat melakukan normalisasi Banda Bakali sepanjang 6,8 km dengan total biaya Rp88 miliar. Ini merupakan bagian dari Proyek Pengendalian Banjir Padang yang menghabiskan dana sekitar Rp200 miliar.[6] Pengerjaan normalisasi Banda Bakali meliputi peningkatan kapasitas kanal dari 240 m³ per detik menjadi 500 m³ per detik untuk periode ulang 25 tahun.[1]

Kondisi saat ini

Dalam perkembangannya, terjadi pendangkalan kanal atau saluran akibat adanya pengendapan sedimen di sepanjang saluran dan di muara yang menyebabkan kelancaran aliran, terutama saat terjadi banjir, terganggu.

Referensi

  1. ^ a b "Ketika Banjir Padang Makin Berkurang". Harian Semangat. 24 Agustus 1995. 
  2. ^ Wisran Hadi (2016). Persiden. Bentang Pustaka. ISBN 978-602-8811-39-2. 
  3. ^ a b Fachrul Rasyid (2008). Dari Pagaruyung sampai Semenanjung: refleksi sejarah Minangkabau. Pemerintah Propinsi Sumatera Barat, Dinas Pariwisata, Seni, dan Budaya, UPTD Museum "Aditiyawarman". 
  4. ^ a b c Rusli Amran (1988). Padang Riwayatmu Dulu. Yasaguna. 
  5. ^ a b "Banjir Besar dan Pembangunan Kanal di Padang 1911". Padangkita.com. 2017-10-12. Diakses tanggal 2021-10-14. 
  6. ^ Profil 200 tokoh aktivis & pemuka masyarakat Minang. Permo Promotion. 1995. ISBN 978-979-8931-00-0.