Nikah mutah: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Membetulkan penggunaan huruf kapital
k Membetulkan ejaan
Baris 5: Baris 5:
== Pandangan Sunni ==
== Pandangan Sunni ==


Menurut pandangan sunni, pernikahan ini hanya diperbolehkan pada masa peralihan dari zaman jahiliah kepada Islam, ketika zina menjadi perkara yang biasa dalam masyarakat.<ref>'Adil Abdul Mun'im Abu Al-'Abbas. 2011. Perkawinan & Rumahtangga: Syurg yang Disegerakan. Kuala Lumpur: Inteam Publishing Sdn. Bhd.</ref> Bagi mazhab [[Sunni]], nikah mutah ini adalah tidak sah dan tidak dibolehkan karena dilakukan dengan tanpa wali dan saksi sehingga menjurus pada tindak [[Zina|perzinahan]] bahkan bisa dibilang sebagai tindakan pelacuran karena memang memerlukan biaya.
Menurut pandangan suni, pernikahan ini hanya diperbolehkan pada masa peralihan dari zaman jahiliah kepada Islam, ketika zina menjadi perkara yang biasa dalam masyarakat.<ref>'Adil Abdul Mun'im Abu Al-'Abbas. 2011. Perkawinan & Rumahtangga: Syurg yang Disegerakan. Kuala Lumpur: Inteam Publishing Sdn. Bhd.</ref> Bagi mazhab [[Sunni]], nikah mutah ini adalah tidak sah dan tidak dibolehkan karena dilakukan dengan tanpa wali dan saksi sehingga menjurus pada tindak [[Zina|perzinahan]] bahkan bisa dibilang sebagai tindakan pelacuran karena memang memerlukan biaya.


== Rujukan ==
== Rujukan ==

Revisi per 10 November 2021 06.39

Nikah mutah, nikah kontrak (abjad Arab: نكاح المتعة nikāḥ al-mut'aṯ, harfiah: pernikahan kesenangan[1]), atau lebih dikenal dengan istilah kawin kontrak adalah pernikahan dalam tempo masa tertentu. Menurut mazhab Syiah, nikah mutah adalah pernikahan dalam masa waktu yang telah ditetapkan dan setelah itu ikatan perkawinan tersebut sudah tidak berlaku lagi. Contohnya, seorang lelaki melakukan perkawinan dengan akad nikah sebagai berikut, "Aku menikahimu selama satu bulan atau satu tahun." Kemudian, wanita itu menjawab, "Aku terima." Maka masa nikah suami-istri akan berakhir dalam waktu sesuai dengan akad tersebut.

Beberapa penyebab kemunculan praktik ini di masa jahiliah adalah kehidupan nomaden, perjalanan jauh, dan peperangan. Biasanya, anak-anak hasil perkawinan ini diserahkan kepada ibu.[2]

Pandangan Sunni

Menurut pandangan suni, pernikahan ini hanya diperbolehkan pada masa peralihan dari zaman jahiliah kepada Islam, ketika zina menjadi perkara yang biasa dalam masyarakat.[3] Bagi mazhab Sunni, nikah mutah ini adalah tidak sah dan tidak dibolehkan karena dilakukan dengan tanpa wali dan saksi sehingga menjurus pada tindak perzinahan bahkan bisa dibilang sebagai tindakan pelacuran karena memang memerlukan biaya.

Rujukan

  1. ^ http://www.sensagent.com/dictionnaires/ar-en/متعة/ALEXMN/
  2. ^ Ali, Jawwad (2019) [1956-1960]. Kurnianto, Fajar, ed. كتاب المفصل في تاريخ العرب قبل الإسلام [Sejarah Arab Sebelum Islam–Buku 5: Politik, Hukum, dan Tata Pemerintahan]. Diterjemahkan oleh Ali, Jamaluddin M.; Hendiko, Jemmy. Tangerang Selatan: PT Pustaka Alvabet. hlm. 334. ISBN 978-602-6577-28-3. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-08-08. Diakses tanggal 2020-09-27. 
  3. ^ 'Adil Abdul Mun'im Abu Al-'Abbas. 2011. Perkawinan & Rumahtangga: Syurg yang Disegerakan. Kuala Lumpur: Inteam Publishing Sdn. Bhd.