Naskah Ulu Serawai: Perbedaan antara revisi
Natsukusha (bicara | kontrib) Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan visualeditor-wikitext |
Gayamentari (bicara | kontrib) Penambahan sub bab |
||
Baris 7: | Baris 7: | ||
== Penyebaran dan Keberadaan == |
== Penyebaran dan Keberadaan == |
||
Sesuai dengan namanya, asal mula munculnya Naskah Ulu sebenarnya menyebar di sepanjang Sungai Ulu Musi. Termasuk Naskah Ulu Serawai yang kini menyebar di sekitar wilayah Seluma, Manna, dan Seginim. Naskah Ulu Serawai kuno pada saat ini tersebar di beberapa tempat. Beberapa di antaranya tersimpan di [[Museum Nasional Indonesia]], [[Museum Bengkulu|Museum Negeri Provinsi Bengkulu]] dan masih banyak pula Naskah Ulu yang masih disimpan oleh sekelompok masyarakat yang berasal dari Etnis Serawai Bengkulu. Sebagian masyarakat Serawai menganggap bahwa Naskah Ulu Serawai adalah [[pusaka]] kuno yung harus dilestarikan dan dijaga oleh keturunan dari pemilik utama naskah.<ref>{{Cite journal|last=Sarwono|first=Sarwit|date=2019|title=Naskah-naskah Ulu Islam pada Masyarakat Provinsi Bengkulu|url=|journal=Mozaik Humaniora|volume=19|issue=|pages=229|doi=}}</ref> |
Sesuai dengan namanya, asal mula munculnya Naskah Ulu sebenarnya menyebar di sepanjang Sungai Ulu Musi. Termasuk Naskah Ulu Serawai yang kini menyebar di sekitar wilayah Seluma, Manna, dan Seginim. Naskah Ulu Serawai kuno pada saat ini tersebar di beberapa tempat. Beberapa di antaranya tersimpan di [[Museum Nasional Indonesia]], [[Museum Bengkulu|Museum Negeri Provinsi Bengkulu]] dan masih banyak pula Naskah Ulu yang masih disimpan oleh sekelompok masyarakat yang berasal dari Etnis Serawai Bengkulu. Sebagian masyarakat Serawai menganggap bahwa Naskah Ulu Serawai adalah [[pusaka]] kuno yung harus dilestarikan dan dijaga oleh keturunan dari pemilik utama naskah.<ref>{{Cite journal|last=Sarwono|first=Sarwit|date=2019|title=Naskah-naskah Ulu Islam pada Masyarakat Provinsi Bengkulu|url=|journal=Mozaik Humaniora|volume=19|issue=|pages=229|doi=}}</ref> |
||
== Penggunaan Aksara == |
|||
Aksara yang dipergunakan dalam Naskah Ulu Serawai adalah aksara-aksara dengan varian atau ragam Ulu Serawai. Jumlah Aksara Serawai ialah sebanyak 28 aksara yang terdiri atas ka, ga, nga, ta, da, na, pa, ba, ma, ca, ja, nya, sa, ra, la, wa, ya, ha, mba, nda, nja, a, nta, nca, ngka, gha, mpa, dan ngga. Bahasa yang dipergunakan ialah Bahasa dari Suku Bangsa Serawai. Hingga kini, orang-orang yang bisa membaca aksara ini sudah sangat berkurang. |
|||
== Referensi == |
== Referensi == |
Revisi per 15 November 2021 02.00
Naskah Ulu Serawai ialah sebuah manuskrip atau tulisan yang dituliskan pada media tertentu dengan aksara Ulu berbahasa Serawai. Naskah Ulu Serawai diperkirakan oleh para ahli filologi berasal dari pertengahan abad ke-18 hingga abad ke-19. Naskah Ulu Serawai ini dituliskan dalam bilah bambu sebagai media tulisnya.[1] Naskah Ulu Serawai memuat banyak informasi yang menarik berkaitan dengan kehidupan masyarakat Serawai pada masa lampau, seperti tradisi pernikahan, tradisi melahirkan, dan tradisi pengobatan.Informasi yang dimuat pada naskah Ulu Serawai tentang pengobatan ialah informasi tentang pengobatan tradisional.[2] Informasi tentang pengobatan yang terdapat dalam Naskah Ulu Serawai ini memuat tentang bahan-bahan yang digunakan untuk mengobati penyakit tertentu, seperti daun tumbuhan, akar tumbuhan, kulit kayu, berbagai jenis bunga, minyak kelapa, air dari cucian beras, dan lain sebagainya.[3] Hingga saat ini, beberapa peneliti telah mencoba melakukan kajian yang sangat mendalam terhadap Naskah Ulu Serawai. Salah satu peneliti yang dikenal dalam keahliannya mengkaji Naskah Ulu Serawai adalah Sarwit Sarwono dan Jaspan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh para ahli filologi, Naskah Ulu Serawai ini sangat penting untuk diketahui oleh masyarakat luas dalam membuktikan bahwa masyarakat Etnis Serawai masa lalu telah mampu mengabadikan ide dan kehidupan kesehariannya dalam bentuk tradisi tulisan dengan menggunakan media tertentu.[4]
Media Tulis
Media tulis yang dipergunakan untuk Naskah Ulu Serawai ini ialah kulit kayu (kaghas), gelondongan bambu, bilah-bilah bambu, dan kertas. Naskah kulit kayu bentuknya menyerupai buku dan jika lipatan buku tersebut dibuka. Naskah kulit kayu yang menyerupai lipatan buku tersebut menyerupai akordion. Kulit kayu dari pohon yang dipergunakan berasal dari jenis kulit kayu pohon halim yang masih muda. Kulit kayu yang dipilih dari pohon halim muda lebih mudah untuk dilipat karena seratnya yang lebar dan lentur. Untuk bahan Naskah Ulu yang terbuat dari bambu, bambu yang dipilih ialah dari jenis pohon bambu betung. Jenis bambu ini berbahan dasar kuat dan cukup halus untuk ditulisi.[5] Di Sumatera, penemuan bambu sebagai media tulis untuk naskah sangat banyak tersebar. Selain naskah berbahan kulit kayu dan bambu, adapula media tulis dari lembaran kertas. Lembaran kertas pertama dikenalkan setelah para penjajah Inggris dan Belanda masuk ke Nusantara, khususnya ke Sumatera. Oleh karena itu, pada masa lalu kertas-kertas pada masa lalu yang dipergunakan ialah kertas Eropa karena diproduksi di Eropa.[6]
Penyebaran dan Keberadaan
Sesuai dengan namanya, asal mula munculnya Naskah Ulu sebenarnya menyebar di sepanjang Sungai Ulu Musi. Termasuk Naskah Ulu Serawai yang kini menyebar di sekitar wilayah Seluma, Manna, dan Seginim. Naskah Ulu Serawai kuno pada saat ini tersebar di beberapa tempat. Beberapa di antaranya tersimpan di Museum Nasional Indonesia, Museum Negeri Provinsi Bengkulu dan masih banyak pula Naskah Ulu yang masih disimpan oleh sekelompok masyarakat yang berasal dari Etnis Serawai Bengkulu. Sebagian masyarakat Serawai menganggap bahwa Naskah Ulu Serawai adalah pusaka kuno yung harus dilestarikan dan dijaga oleh keturunan dari pemilik utama naskah.[7]
Penggunaan Aksara
Aksara yang dipergunakan dalam Naskah Ulu Serawai adalah aksara-aksara dengan varian atau ragam Ulu Serawai. Jumlah Aksara Serawai ialah sebanyak 28 aksara yang terdiri atas ka, ga, nga, ta, da, na, pa, ba, ma, ca, ja, nya, sa, ra, la, wa, ya, ha, mba, nda, nja, a, nta, nca, ngka, gha, mpa, dan ngga. Bahasa yang dipergunakan ialah Bahasa dari Suku Bangsa Serawai. Hingga kini, orang-orang yang bisa membaca aksara ini sudah sangat berkurang.
Referensi
- ^ Andhifani, Wahyu Rizki (2017). "Aksara dan Naskah Ulu Beraksara Ulu dalam Retropeksi 25 th Balai Arkeologi Sumatera Selatan".
- ^ "Journal of Universitas Airlangga". e-journal.unair.ac.id. Diakses tanggal 2021-01-26.
- ^ Museum Negeri Provinsi Bengkulu (1988/1999). Naskah Pengobatan Tradisional Masyarakat Serawai. Bengkulu: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan. hlm. 3.
- ^ Administrator (2017-09-05). "Arti dan Fungsi Naskah Kuno Bagi Pengembangan Budaya dan Karakter Bangsa melalui Pengajaran Sejarah". Departemen Pendidikan Sejarah. Diakses tanggal 2021-01-27.
- ^ Andhifani, dkk, Wahyu Rizki (2017). Naskah dan Prasasti Beraksara Ulu dalam Retropeksi: 25 Th Balai Arkeologi Sumatera Selatan. Yogyakarta: Kepel Press. hlm. 186. ISBN 978-602-356-182-7.
- ^ Sarwono dan Fitra Youpika, Sarwit (2019). Memahami Naskah Ulu. Bengkulu: Museum Negeri Bengkulu. hlm. 35.
- ^ Sarwono, Sarwit (2019). "Naskah-naskah Ulu Islam pada Masyarakat Provinsi Bengkulu". Mozaik Humaniora. 19: 229.