Etika: Perbedaan antara revisi
menambahkan kalimat dan referensi |
merapikan tulisan |
||
Baris 1: | Baris 1: | ||
{{filsafat}}{{Sedang ditulis}} |
{{filsafat}}{{Sedang ditulis}} |
||
'''Etika''' adalah [[konsep]] [[penilaian]] sifat [[kebenaran]] atau kebaikan dari [[tindakan sosial]] berdasarkan kepada [[tradisi]] yang dimiliki oleh [[individu]] maupun kelompok.<ref>{{Cite book|last=Purba, S. dkk.|date=2020|url=https://www.google.co.id/books/edition/Etika_Profesi_Membangun_Profesionalisme/Ce34DwAAQBAJ?hl=id&gbpv=1&dq=etika&printsec=frontcover|title=Etika Profesi: Membangun Profesionalisme Diri|publisher=Yayasan Kita Menulis|isbn=978-623-6512-89-0|pages=3|url-status=live}}</ref> Pembentukan etika melalui proses [[filsafat]] sehingga etika merupakan bagian dari filsafat. Unsur utama yag membentuk etika adalah [[moral]].<ref>{{Cite book|last=Nurdin|first=Ismail|date=2017|url=https://www.google.co.id/books/edition/Etika_Pemerintahan/MF49DwAAQBAJ?hl=id&gbpv=1&dq=etika&printsec=frontcover|title=Etika Pemerintahan: Norma, Konsep dan Praktek bagi Penyelenggara Pemerintahan|location=Yogyakarta|publisher=Lintang Rasi Aksara Books|isbn=978-602-7802-36-0|pages=1-2|url-status=live}}</ref> Ruang lingkup etika meliputi analisis dan penerapan konsep mengenai kebenaran, kesalahan, kebaikan, keburukan dan tanggung jawab.<ref>{{Cite book|last=Rakhmat|first=Muhammad|date=2013|url=http://digilib.uinsgd.ac.id/5405/1/EtikaProfesi.pdf|title=Etika Profesi: Etika Dasar Setiap Profesi Kehidupan dalam Perspektif Hukum Positif|location=Bandung|publisher=LoGoz Publishing|isbn=978-602-9272-07-9|editor-last=Haerun, M., dan Nurrahmat, F. B.|pages=2|url-status=live}}</ref> Pengelompokan etika secara umum terdiri dari etika deskriptif, etika normatif, etika deontologi dan etika teleologi.{{Sfn|Prihatminingtyas|2019|p=2-3}} |
'''Etika''' adalah [[konsep]] [[penilaian]] sifat [[kebenaran]] atau kebaikan dari [[tindakan sosial]] berdasarkan kepada [[tradisi]] yang dimiliki oleh [[individu]] maupun kelompok.<ref>{{Cite book|last=Purba, S. dkk.|date=2020|url=https://www.google.co.id/books/edition/Etika_Profesi_Membangun_Profesionalisme/Ce34DwAAQBAJ?hl=id&gbpv=1&dq=etika&printsec=frontcover|title=Etika Profesi: Membangun Profesionalisme Diri|publisher=Yayasan Kita Menulis|isbn=978-623-6512-89-0|pages=3|url-status=live}}</ref> Pembentukan etika melalui proses [[filsafat]] sehingga etika merupakan bagian dari filsafat. Unsur utama yag membentuk etika adalah [[moral]].<ref>{{Cite book|last=Nurdin|first=Ismail|date=2017|url=https://www.google.co.id/books/edition/Etika_Pemerintahan/MF49DwAAQBAJ?hl=id&gbpv=1&dq=etika&printsec=frontcover|title=Etika Pemerintahan: Norma, Konsep dan Praktek bagi Penyelenggara Pemerintahan|location=Yogyakarta|publisher=Lintang Rasi Aksara Books|isbn=978-602-7802-36-0|pages=1-2|url-status=live}}</ref> Etika hanya mengatur tentang cara manusia dalam bertindak dan tidak memperhatikan kondisi fisik dari [[manusia]].<ref>{{Cite book|last=Hidana, R., dkk.|date=2020|url=https://repository.penerbitwidina.com/media/314615-etika-profesi-aspek-hukum-bidang-kesehat-2f831d1c.pdf|title=Etika Profesi dan Aspek Hukum Bidang Kesehatan|location=Bandung|publisher=Penerbit Widina Bhakti Persada Bandung|isbn=978-623-93255-1-0|editor-last=Jaelani|editor-first=Elan|pages=3|url-status=live}}</ref> Ruang lingkup etika meliputi analisis dan penerapan konsep mengenai kebenaran, kesalahan, kebaikan, keburukan dan tanggung jawab.<ref>{{Cite book|last=Rakhmat|first=Muhammad|date=2013|url=http://digilib.uinsgd.ac.id/5405/1/EtikaProfesi.pdf|title=Etika Profesi: Etika Dasar Setiap Profesi Kehidupan dalam Perspektif Hukum Positif|location=Bandung|publisher=LoGoz Publishing|isbn=978-602-9272-07-9|editor-last=Haerun, M., dan Nurrahmat, F. B.|pages=2|url-status=live}}</ref> Pengelompokan etika secara umum terdiri dari etika deskriptif, etika normatif, etika deontologi dan etika teleologi.{{Sfn|Prihatminingtyas|2019|p=2-3}} Manfaat dari etika adalah adanya [[pengendalian diri]] individu yang bermanfaat bagi kepentingan [[kelompok sosial]].<ref>{{Cite book|last=Sidiq|first=Umar|date=2018|url=http://repository.iainponorogo.ac.id/395/1/Etika%20%26%20Profesi%20Keguruan%20FullBook%20Dr.Umar.pdf|title=Etika dan Profesi Keguruan|location=Tulungagung|publisher=STAI Muhammadiyah|isbn=978-602-71303-4-0|pages=89|url-status=live}}</ref> |
||
Secara metodologis, tidak setiap hal menilai perbuatan dapat dikatakan sebagai etika.{{fact}} Etika memerlukan sikap kritis, metodis, dan sistematis dalam melakukan refleksi.{{fact}} Karena itulah etika merupakan suatu ilmu.<!--menurut siapa?--> Sebagai suatu ilmu, objek dari etika adalah tingkah laku manusia.{{fact}} Akan tetapi berbeda dengan ilmu-ilmu lain yang meneliti juga tingkah laku manusia, etika memiliki sudut pandang normatif. Maksudnya etika melihat dari sudut baik dan buruk terhadap perbuatan manusia.<ref>Etika, 24-25</ref> |
|||
Sebagai cabang filsafat yang membicarakan tingkah laku manusia, etika memberikan standar atau penilaian terhadap perilaku tersebut. Oleh karena itu, etika terbagi menjadi empat klasifikasi yaitu: |
|||
* Etika Deskriptif: Etika yang hanya menerangkan apa adanya tanpa memberikan penilaian terhadap objek yang diamati. |
|||
* Etika Normatif: Etika yang mengemukakan suatu penilaian mana yang baik dan buruk, dan apa yang sebaiknya dilakukan oleh manusia. |
|||
* Etika Individual''':''' Etika yang objeknya manusia sebagai individualis. Berkaitan dengan makna dan tujuan hidup manusia. |
|||
* Etika Sosial''':''' Etika yang membicarakan tingkah laku manusia sebagai makhluk sosial dan hubungan interaksinya dengan manusia lain. Baik dalam lingkup terkecil, keluarga, hingga yang terbesar bernegara. |
|||
Klasifikasi di atas menegaskan bahwa etika erat kaitannya dengan penilaian. Karena pada hakikatnya etika membicarakan sifat manusia sehingga seseorang bisa dikatakan baik, bijak, jahat, susila atau sebagainya. Secara khusus etika ada pada prinsip manusia sebagai subjek sekaligus objek, bagaimana manusia berperilaku atas tujuan untuk dirinya sendiri dan tujuan untuk kepentingan bersama. |
|||
== Peristilahan == |
== Peristilahan == |
||
Kata 'etika' berasal dari [[bahasa Yunani Kuno]] yaitu ''ethos''. Dalam bentuk tunggal, kata ini memiliki beberapa arti yang berkaitan dengan tempat atau pemikiran. Maknanya sebagai tempat ialah tempat tinggal yang biasa, padang rumput, atau kandang. Sementara maknanya sebagai pemikiran ialah kebiasaan, adat, akhlak, watak, sikap atau cara berpikir. Dalam filsafat, makna etika yang digunakan adalah sebagai cara berpikir. Istilah ini digunakan dalam filsafat pertama kalinya oleh [[Aristoteles]] (384–322 SM) untuk menjelaskan tentang filsafat moral. Dalam pengertian ini, etika diartikan sebagai ilmu tentang adat dan kebiasaan.<ref>{{Cite book|last=Bertens|first=K.|date=1993|url=https://www.google.co.id/books/edition/Etika_K_Bertens/wSTf79ehWuAC?hl=id&gbpv=1&dq=etika&printsec=frontcover|title=Etika|location=Jakarta|publisher=Gramedia Pustaka Utama|isbn=979-511-744-0|pages=4|url-status=live}}</ref> |
Kata 'etika' berasal dari [[bahasa Yunani Kuno]] yaitu ''ethos''. Dalam bentuk tunggal, kata ini memiliki beberapa arti yang berkaitan dengan tempat atau pemikiran. Maknanya sebagai tempat ialah tempat tinggal yang biasa, padang rumput, atau kandang. Sementara maknanya sebagai pemikiran ialah kebiasaan, adat, akhlak, watak, sikap atau cara berpikir. Dalam filsafat, makna etika yang digunakan adalah sebagai cara berpikir. Istilah ini digunakan dalam filsafat pertama kalinya oleh [[Aristoteles]] (384–322 SM) untuk menjelaskan tentang filsafat moral. Dalam pengertian ini, etika diartikan sebagai ilmu tentang adat dan kebiasaan.<ref>{{Cite book|last=Bertens|first=K.|date=1993|url=https://www.google.co.id/books/edition/Etika_K_Bertens/wSTf79ehWuAC?hl=id&gbpv=1&dq=etika&printsec=frontcover|title=Etika|location=Jakarta|publisher=Gramedia Pustaka Utama|isbn=979-511-744-0|pages=4|url-status=live}}</ref> |
||
== |
== Tujuan == |
||
Etika merupakan salah satu [[disiplin ilmiah]] yang bertujuan untuk mempelajari tentang moral. Selain etika, terdapat beberapa disiplin ilmiah lain yang mempelajari moral, antara lain [[antropologi]], [[sosiologi]], dan [[psikologi]]. Perbedaannya terletak pada pendekatan yang digunakan dalam memahami moral. Pendekatan yang digunakan dalam etika ialah studi deskriptif moralitas. Etika menjadi tindakan sosial manusia sebagai permasalah utamanya. Tujuan etika bersifat deskriptif sekaligus preskiptif. Deskriptif berarti bahwa etika menyajikan pengamatan tentang karakteristik individu. Sementara, preskriptif berarti bahwa etika bertujuan untuk mengevaluasi tindakan manusia dan memberikan rekomendasi atau persetujuan atas tindakan manusia.<ref>{{Cite book|last=Ekasari, K. dan Nurfitriasih, D. M.|date=2019|url=https://www.academia.edu/43641618/ETIKA_BISNIS|title=Etika Bisnis|location=Malang|publisher=Polinema Press|isbn=978-623-7408-54-3|pages=3|url-status=live}}</ref> |
|||
⚫ | Istilah "etika" memiliki kemiripan dan perbedaan dengan beberapa istilah lain yaitu “etik” dan “[[etiket]]”. Persamaan antara ketiganya adalah dari segi bentuk serta unsur. Etika adalah kajian tentang etik. Sementara etiket adalah adat istiadat, sopan santun, dan perilaku dalam hubungan antar manusia yang bersifat positif. Persamaan antara etika dan etiket adalah sama-sama membahas mengenai perilaku manusia dan mengaturnya. Karenanya, istilah etika dan etiket tidak digunakan untuk hewan. Perbedaan keduanya adalah pada kondisi perilaku manusia. Etiket hanya membahas tentang cara perbuatan dilakukan. Sementara etika menentukan kepantasan suatu cara perbuatan untuk dilakukan. Etiket juga hanya berlaku untuk pergaulan dengan orang lain, sementara etika berlaku bagi diri sendiri dan orang lain. Sifat dari etiket adalah relatif sementara etika bersifat mutlak untuk diterapkan. Selain itu, sudut pandang etiket hanya dari sifat lahiriah manusia, sedangkan etika memandang manusia secara lengkap, menyeluruh, dan mendalam.<ref>{{Cite book|last=Hudha, A. M., Husamah, dan Rahardjanto, A.|date=2019|url=https://core.ac.uk/download/pdf/224780114.pdf|title=Etika Lingkungan: Teori dan Praktik Pembelajarannya|location=Malang|publisher=Penerbit Universitas Muhammadiyah Malang|isbn=978-979-796-384-2|pages=48|url-status=live}}</ref> |
||
== |
== Sejarah == |
||
⚫ | |||
[[Etika filosofis]] secara harfiah dapat dikatakan sebagai etika yang berasal dari kegiatan berfilsafat atau berpikir, yang dilakukan oleh manusia. Karena itu, etika sebenarnya adalah bagian dari [[filsafat]]; etika lahir dari filsafat.{{fact}} |
|||
=== Masa Yunani Kuno === |
|||
Etika termasuk dalam filsafat, karena itu berbicara etika tidak dapat dilepaskan dari filsafat.{{fact}} Karena itu, bila ingin mengetahui unsur-unsur etika maka kita harus bertanya juga mengenai unsur-unsur filsafat. Berikut akan dijelaskan dua sifat etika:<ref>Etika, 27-29</ref> |
|||
Konsep mengenai etika mulai muncul di kalangan murid [[Pythagoras]] (570–496 SM) di wilayah [[bangsa Yunani]] di [[Mezzogiorno]]. Para murid Pythagoras membentuk suatu tradisi yang berlangsung selama dua ratus tahun. Tradisi ini berbentuk sebuah pernyataan bahwa prinsip-prinsip matematika merupakan dasar dari segala [[kenyataan]]. Para murid ini meyakini terjadinya reinkarnasi yang membuat tubuh manusia berperan sebagai kuburan bagi jiwa. Jiwa hanya dapat terbebas dari ketertarikan indrawi dengan melakukan pembersihan. Bentuk pembersihan jiwa ini adalah bekerja dan bertapa secara rohani. Bentuk pertapaan ini utamanya melalui pemikiran filsafat dan matematika.<ref>{{Cite book|last=Hidayat, R., dan Rifa’i, M.|date=2018|url=http://repository.uinsu.ac.id/6061/1/Buku%20Etika%20Manajemen%20Perspektif%20Islam.pdf|title=Etika Manajemen Perspektif Islam|location=Medan|publisher=Lembaga Peduli Pengembangan Pendidikan Indonesia|isbn=978-602-51316-3-9|editor-last=Abdillah|pages=6-7|url-status=live}}</ref> |
|||
== Karakteristik == |
|||
1. Non-empiris{{fact}} |
|||
⚫ | Istilah "etika" memiliki kemiripan dan perbedaan dengan beberapa istilah lain yaitu “etik” dan “[[etiket]]”. Persamaan antara ketiganya adalah dari segi bentuk serta unsur. Etika adalah kajian tentang etik. Sementara etiket adalah adat istiadat, sopan santun, dan perilaku dalam hubungan antar manusia yang bersifat positif. Persamaan antara etika dan etiket adalah sama-sama membahas mengenai perilaku manusia dan mengaturnya. Karenanya, istilah etika dan etiket tidak digunakan untuk hewan. Perbedaan keduanya adalah pada kondisi perilaku manusia. Etiket hanya membahas tentang cara perbuatan dilakukan. Sementara etika menentukan kepantasan suatu cara perbuatan untuk dilakukan. Etiket juga hanya berlaku untuk pergaulan dengan orang lain, sementara etika berlaku bagi diri sendiri dan orang lain. Sifat dari etiket adalah relatif sementara etika bersifat mutlak untuk diterapkan. Selain itu, sudut pandang etiket hanya dari sifat lahiriah manusia, sedangkan etika memandang manusia secara lengkap, menyeluruh, dan mendalam.<ref>{{Cite book|last=Hudha, A. M., Husamah, dan Rahardjanto, A.|date=2019|url=https://core.ac.uk/download/pdf/224780114.pdf|title=Etika Lingkungan: Teori dan Praktik Pembelajarannya|location=Malang|publisher=Penerbit Universitas Muhammadiyah Malang|isbn=978-979-796-384-2|pages=48|url-status=live}}</ref> |
||
Filsafat digolongkan sebagai ilmu [[non-empiris]]. Ilmu empiris adalah ilmu yang didasarkan pada fakta atau yang konkret. Namun filsafat tidaklah demikian, filsafat berusaha melampaui yang konkret dengan seolah-olah menanyakan apa di balik gejala-gejala konkret. Demikian pula dengan etika. Etika tidak hanya berhenti pada apa yang konkret yang secara faktual dilakukan, tetapi bertanya tentang apa yang seharusnya dilakukan atau tidak boleh dilakukan. |
|||
== Pengelompokan == |
|||
2. Praktis{{fact}} |
|||
Berdasarkan tingkat penerapan prinsip, etika dapat dibagi menjadi etika umum dan etika khusus (sosial). Etika umum merupakan dasar dari ilmu etika. Prinsip-prinsip yang dikemukakan berkaitan langsung dan menjadi bagian dari ilmu tentang moral. Sementara itu, etika khusus atau etika sosial merupakan penerapan dari prinsip-prinsip etika umum. Etika khusus ini ditujukan bagi berbagai [[pekerjaan]] yang bersifat [[profesional]].<ref>{{Cite book|last=Asmawati dan Amri, S. R.|date=2011|url=https://www.researchgate.net/profile/Sri-Amri/publication/340771948_Etika_Profesi_dan_Hukum_Kesehatan/links/5e9cbaad4585150839ebcc24/Etika-Profesi-dan-Hukum-Kesehatan.pdf|title=Etika Profesi dan Hukum Kesehatan|location=Makassar|publisher=Pustaka Refleksi|isbn=978-979-357-067-9|pages=5|url-status=live}}</ref> |
|||
Cabang-cabang filsafat berbicara mengenai sesuatu “yang ada”. Misalnya filsafat hukum mempelajari apa itu [[hukum]]. Akan tetapi etika tidak terbatas pada itu, melainkan bertanya tentang “apa yang harus dilakukan”. Dengan demikian etika sebagai cabang filsafat bersifat praktis karena langsung berhubungan dengan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan manusia. Tetapi ingat bahwa etika bukan praktis dalam arti menyajikan resep-resep siap pakai. Etika tidak bersifat teknis melainkan reflektif. Maksudnya etika hanya menganalisis tema-tema pokok seperti hati nurani, kebebasan, hak dan kewajiban, dsb, sambil melihat teori-teori etika masa lalu untuk menyelidiki kekuatan dan kelemahannya. Diharapkan kita mampu menyusun sendiri argumentasi yang tahan uji. |
|||
== Etika filosofi == |
|||
Ada dua hal yang perlu diingat berkaitan dengan [[etika teologis]]. Pertama, etika teologis bukan hanya milik agama tertentu, melainkan setiap agama dapat memiliki etika teologisnya masing-masing.{{fact}} Kedua, etika teologis merupakan bagian dari etika secara umum, karena itu banyak unsur-unsur di dalamnya yang terdapat dalam etika secara umum, dan dapat dimengerti setelah memahami etika secara umum.<ref>[Eka Darmaputera. 1987. Etika Sederhana Untuk Semua: Perkenalan Pertama. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 94.]</ref> |
|||
=== Etika deskriptif === |
|||
Secara umum, etika teologis dapat didefinisikan sebagai etika yang bertitik tolak dari presuposisi-presuposisi teologis.<ref>[Paul L. Lehmann. 1963. Ethics in a Christian Context. New York: Harper & Row Publishers, 25.]</ref> Definisi tersebut menjadi kriteria pembeda antara etika filosofis dan etika teologis.{{fact}} Di dalam [[etika Kristen]], misalnya, etika teologis adalah etika yang bertitik tolak dari presuposisi-presuposisi tentang [[Allah]] atau [[Yang Ilahi]], serta memandang kesusilaan bersumber dari dalam kepercayaan terhadap Allah atau Yang Ilahi.{{fact}} Karena itu, etika teologis disebut juga oleh [[Jongeneel]] sebagai etika transenden dan etika [[teosentris]].<ref>[J.A.B. Jongeneel. 1980. Hukum Kemerdekaan Jilid 1. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 15-16.]</ref> Etika teologis [[Kristen]] memiliki objek yang sama dengan etika secara umum, yaitu tingkah laku manusia.{{fact}} Akan tetapi, tujuan yang hendak dicapainya sedikit berbeda, yaitu mencari apa yang seharusnya dilakukan manusia, dalam hal baik atau buruk, sesuai dengan kehendak Allah.<ref>[J. Verkuyl. 1982. Etika Kristen Bagian Umum, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 17.]</ref> |
|||
⚫ | |||
Setiap agama dapat memiliki etika teologisnya yang unik berdasarkan apa yang diyakini dan menjadi sistem nilai-nilai yang dianutnya. Dalam hal ini, antara agama yang satu dengan yang lain dapat memiliki perbedaan di dalam merumuskan etika teologisnya.{{fact}} |
|||
=== |
=== Etika deontologi === |
||
Terdapat perdebatan mengenai posisi etika filosofis dan etika teologis di dalam ranah etika.{{fact}} Sepanjang sejarah pertemuan antara kedua etika ini, ada tiga jawaban menonjol yang dikemukakan mengenai pertanyaan di atas, yaitu:<ref>Ethics in a Christian Context, 254</ref> |
|||
* [[Revisionisme]]{{fact}} |
|||
Tanggapan ini berasal dari [[Augustinus]] (354-430) yang menyatakan bahwa etika teologis bertugas untuk merevisi, yaitu mengoreksi dan memperbaiki etika filosofis. |
|||
=== Etika teleologi === |
|||
* [[Sintesis]]{{fact}} |
|||
Jawaban ini dikemukakan oleh [[Thomas Aquinas]] (1225-1274) yang menyintesiskan etika filosofis dan etika teologis sedemikian rupa, hingga kedua jenis etika ini, dengan mempertahankan identitas masing-masing, menjadi suatu entitas baru. Hasilnya adalah etika filosofis menjadi lapisan bawah yang bersifat umum, sedangkan etika teologis menjadi lapisan atas yang bersifat khusus. |
|||
== Etika terapan == |
|||
* [[Diaparalelisme]]{{fact}} |
|||
Jawaban ini diberikan oleh [[F.E.D. Schleiermacher]] (1768-1834) yang menganggap etika teologis dan etika filosofis sebagai gejala-gejala yang sejajar. Hal tersebut dapat diumpamakan seperti sepasang rel kereta api yang sejajar. |
|||
=== Etika bisnis === |
|||
Mengenai pandangan-pandangan di atas, ada beberapa keberatan. Mengenai pandangan Augustinus, dapat dilihat dengan jelas bahwa etika filosofis tidak dihormati setingkat dengan etika teologis.{{fact}} Terhadap pandangan Thomas Aquinas, kritik yang dilancarkan juga sama yaitu belum dihormatinya etika filosofis yang setara dengan etika teologis, walaupun kedudukan etika filosofis telah diperkuat.{{fact}} Terakhir, terhadap pandangan Schleiermacher, diberikan kritik bahwa meskipun keduanya telah dianggap setingkat namun belum ada pertemuan di antara mereka.<ref>Ethics in a Christian Context, 254</ref> |
|||
[[Masyarakat]] dan [[bisnis]] saling berkaitan satu sama lain. Kegiatan bisnis selalu berkaitan dengan keberadaan masyarakaat disertai dengan seluruh atribut dan simbol yang diyakini oleh masyarakat tersebut. Kondisi ini membuat kegiatan bisnis memiliki nilai moral dan etika tertentu.{{Sfn|Prihatminingtyas|2019|p=27}} Etika bisnis bertujuan untuk memberikan kesadaran moral kepada para pelaku bisnis. Kesadaran ini utamanya ditujukan kepada pebisnis untuk konsumen. Bentuknya dapat berupa kegiatan bisnis yang tidak menimbulkan kerugian bagi konsumen.<ref>{{Cite book|last=Budiono|first=Gatut L.|date=2008|url=http://dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1190211015154363426301December2018.pdf|title=Etika Bisnis Pendekatan Teoritis dan Praktis|location=Jakarta|publisher=Poliyama Widya Pustaka|isbn=978-979-15721-3-2|editor-last=Laruhun|editor-first=Lamansu|pages=40|url-status=live}}</ref> |
|||
⚫ | |||
Ada pendapat lain yang menyatakan perlunya suatu hubungan yang dialogis antara keduanya.<ref>Hukum Kemerdekaan Jilid 1, 38.</ref> Dengan hubungan dialogis ini maka relasi keduanya dapat terjalin dan bukan hanya saling menatap dari dua horizon yang paralel saja.{{fact}} Selanjutnya diharapkan dari hubungan yang dialogis ini dapat dicapai suatu tujuan bersama yang mulia, yaitu membantu manusia dalam bagaimana ia seharusnya hidup. |
|||
⚫ | Etika dapat dipahami melalui beberapa sudut pandang teoretis yang didasarkan kepada analisa pengalaman dengan [[bukti empiris]]. Sudut pandang paling awal adalah memandang teori etika melalui aspek kepentingan dan motivasi. Pada sudut pandang ini, subjeknya adalah individu yang akan melakukan suatu kegiatan atas keinginannya sendiri tanpa mempertimbangkan akibat dari tindakan yang dilakukannya. Sudut pandang berikutnya adalah berdasarkan penilaian dari pihak penyelenggara negara atau insitusi pemerintahan. Pada sudut pandang ini, etika dapat diatur dengan memasukkan konsep-konsepnya ke dalam peraturan, undang-undang dan perlakuan hukum publik. Konsep-konsep ini kemudian diberlakukan kepada publik. Sudut pandang terakhir adalah penilaian etika oleh komunitas masyarakat tertentu yang menjadi pihak perantara dalam interaksi sosial maupun interaksi fisik.<ref>{{Cite book|last=Fauzi|first=Imron|date=2019|url=http://digilib.iain-jember.ac.id/1206/1/Imron-Etika%20Profesi-2019-SIAP%20DICETAK.pdf|title=Etika Profesi Keguruan|location=Jember|publisher=IAIN Jember Press|isbn=978-602-414-088-5|editor-last=Umam|editor-first=Khairul|pages=11-12|url-status=live}}</ref> |
||
== Sudut pandang agama == |
|||
Etika Terapan merupakan istilah baru, tapi sebetulnya yang dimaksudkan dengannya sama sekali bukan hal baru dalam sejarah Filsafat Moral. Sejak Plato dan Aristoteles sudah ditekankan bahwa etika merupakan filsafat praktis, artinya, filsafat yang ingin memberikan penyuluhan kepada tingkah laku manusia dengan memperlihatkan apa yang harus kita lakukan.<ref>K. Bertens. Etika, (Jakarta: Gramedia Pustaka, 1993), 265.</ref> |
|||
⚫ | |||
Salah satu ciri khas etika terapan sekarang ini adalah kerja sama yang erat antara etika dan ilmu-ilmu lain. Etika Terapan tidak bisa dijalankan dengan baik tanpa kerja sama itu, karena ia harus membentuk pertimbangan tentang bidang yang sama sekali di luar perhatiannya. |
|||
[[Etika Islam]] berbeda dengan etika dalam pandangan filsafat. Karakteristik utama dari etika Islam adalah adanya tuntunan untuk berperilaku dengan baik dan menghindari perilaku yang buruk. Sumber moral yang menjadi acuan penetapan standar etika Islam adalah wahyu dari Allah yang disampaikan di dalam [[Al-Qur'an]] dan [[hadis]]. Selain itu, etika Islam berlaku secara universal di segala tempat dan segala waktu. Sifat dari etika Islam ialah masuk akal sehingga dapat diterapkan oleh seluruh manusia. Tujuan akhir dalam etika Islam adalah pembentukan akhlak yang bersifat luhur.<ref>{{Cite book|last=Wahyudin, Wahyudi, D., dan Muzakki, A.|date=2019|url=https://repository.metrouniv.ac.id/id/eprint/1443/1/ETIKA%20KETUHANAN%20repository.pdf|title=Etika Ketuhanan|location=Yogyakarta|publisher=Idea Press|isbn=978-623-7085-36-2|pages=3-4|url-status=live}}</ref> |
|||
Terdapat empat unsur dalam metode etika terapan<ref>K. Bertens. Etika, (Jakarta: Gramedia Pustaka, 1993), 293-299.</ref> |
|||
1. Sikap Awal |
|||
Dalam usaha membentuk suatu pandangan beralasan tentang masalah etis apa pun, selalu ada suatu sikap awal. Sikap ini bisa pro atau kontra bisa juga netral. |
|||
2. Informasi |
|||
Setelah pemikiran etis tergugah, unsur kedua yang dibutuhkan adalah informasi. Hal ini terutama mendesak bagi masalah etis yang terkait dengan perkembangan ilmu dan teknologi. Melalui informasi kita dapat mengetahui bagaimana keadaan obyektif itu. |
|||
3. Norma-norma Moral |
|||
Norma-norma moral itu sudah diterima dalam masyarakat (jadi, tidak diciptakan untuk kesempatan ini), tapi harus diakui juga sebagai relevan untuk topik atau bidang yang khusus ini. |
|||
4. Logika |
|||
Etika Terapan harus bersifat logis juga. ini tentu tidak merupakan tuntutan khusus bagi etika saja. Logika dapat menunjukkan kesalahan-kesalahan penalaran dan inkonsistensi yang barangkali terjadi dalam argumentasi. |
|||
⚫ | |||
[[Masyarakat]] dan [[bisnis]] saling berkaitan satu sama lain. Kegiatan bisnis selalu berkaitan dengan keberadaan masyarakaat disertai dengan seluruh atribut dan simbol yang diyakini oleh masyarakat tersebut. Kondisi ini membuat kegiatan bisnis memiliki nilai moral dan etika tertentu.{{Sfn|Prihatminingtyas|2019|p=27}} |
|||
⚫ | |||
⚫ | Etika dapat dipahami melalui beberapa sudut pandang teoretis yang didasarkan kepada analisa pengalaman dengan [[bukti empiris]]. Sudut pandang paling awal adalah memandang teori etika melalui aspek kepentingan dan motivasi. Pada sudut pandang ini, subjeknya adalah individu yang akan melakukan suatu kegiatan atas keinginannya sendiri tanpa mempertimbangkan akibat dari tindakan yang dilakukannya. Sudut pandang berikutnya adalah berdasarkan penilaian dari pihak penyelenggara negara atau insitusi pemerintahan. Pada sudut pandang ini, etika dapat diatur dengan memasukkan konsep-konsepnya ke dalam peraturan, undang-undang dan perlakuan hukum publik. Konsep-konsep ini kemudian diberlakukan kepada publik. Sudut pandang terakhir adalah penilaian etika oleh komunitas masyarakat tertentu yang menjadi pihak perantara dalam interaksi sosial maupun interaksi fisik.<ref>{{Cite book|last=Fauzi|first=Imron|date=2019|url=http://digilib.iain-jember.ac.id/1206/1/Imron-Etika%20Profesi-2019-SIAP%20DICETAK.pdf|title=Etika Profesi Keguruan|location=Jember|publisher=IAIN Jember Press|isbn=978-602-414-088-5|editor-last=Umam|editor-first=Khairul|pages=11-12|url-status=live}}</ref> |
||
== Lihat Pula == |
== Lihat Pula == |
||
Baris 101: | Baris 63: | ||
** [http://plato.stanford.edu/entries/natural-law-ethics/ Natural Law Tradition in Ethics] |
** [http://plato.stanford.edu/entries/natural-law-ethics/ Natural Law Tradition in Ethics] |
||
** [http://plato.stanford.edu/entries/ethics-virtue/ Virtue Ethics] |
** [http://plato.stanford.edu/entries/ethics-virtue/ Virtue Ethics] |
||
{{filsafat-stub}} |
|||
[[Kategori:Etika| ]] |
[[Kategori:Etika| ]] |
Revisi per 10 Desember 2021 12.37
Filsafat |
---|
Cabang |
Tradisi |
Zaman |
Kepustakaan |
Filsuf |
Daftar |
Portal Filsafat |
Etika adalah konsep penilaian sifat kebenaran atau kebaikan dari tindakan sosial berdasarkan kepada tradisi yang dimiliki oleh individu maupun kelompok.[1] Pembentukan etika melalui proses filsafat sehingga etika merupakan bagian dari filsafat. Unsur utama yag membentuk etika adalah moral.[2] Etika hanya mengatur tentang cara manusia dalam bertindak dan tidak memperhatikan kondisi fisik dari manusia.[3] Ruang lingkup etika meliputi analisis dan penerapan konsep mengenai kebenaran, kesalahan, kebaikan, keburukan dan tanggung jawab.[4] Pengelompokan etika secara umum terdiri dari etika deskriptif, etika normatif, etika deontologi dan etika teleologi.[5] Manfaat dari etika adalah adanya pengendalian diri individu yang bermanfaat bagi kepentingan kelompok sosial.[6]
Peristilahan
Kata 'etika' berasal dari bahasa Yunani Kuno yaitu ethos. Dalam bentuk tunggal, kata ini memiliki beberapa arti yang berkaitan dengan tempat atau pemikiran. Maknanya sebagai tempat ialah tempat tinggal yang biasa, padang rumput, atau kandang. Sementara maknanya sebagai pemikiran ialah kebiasaan, adat, akhlak, watak, sikap atau cara berpikir. Dalam filsafat, makna etika yang digunakan adalah sebagai cara berpikir. Istilah ini digunakan dalam filsafat pertama kalinya oleh Aristoteles (384–322 SM) untuk menjelaskan tentang filsafat moral. Dalam pengertian ini, etika diartikan sebagai ilmu tentang adat dan kebiasaan.[7]
Tujuan
Etika merupakan salah satu disiplin ilmiah yang bertujuan untuk mempelajari tentang moral. Selain etika, terdapat beberapa disiplin ilmiah lain yang mempelajari moral, antara lain antropologi, sosiologi, dan psikologi. Perbedaannya terletak pada pendekatan yang digunakan dalam memahami moral. Pendekatan yang digunakan dalam etika ialah studi deskriptif moralitas. Etika menjadi tindakan sosial manusia sebagai permasalah utamanya. Tujuan etika bersifat deskriptif sekaligus preskiptif. Deskriptif berarti bahwa etika menyajikan pengamatan tentang karakteristik individu. Sementara, preskriptif berarti bahwa etika bertujuan untuk mengevaluasi tindakan manusia dan memberikan rekomendasi atau persetujuan atas tindakan manusia.[8]
Sejarah
Masa Yunani Kuno
Konsep mengenai etika mulai muncul di kalangan murid Pythagoras (570–496 SM) di wilayah bangsa Yunani di Mezzogiorno. Para murid Pythagoras membentuk suatu tradisi yang berlangsung selama dua ratus tahun. Tradisi ini berbentuk sebuah pernyataan bahwa prinsip-prinsip matematika merupakan dasar dari segala kenyataan. Para murid ini meyakini terjadinya reinkarnasi yang membuat tubuh manusia berperan sebagai kuburan bagi jiwa. Jiwa hanya dapat terbebas dari ketertarikan indrawi dengan melakukan pembersihan. Bentuk pembersihan jiwa ini adalah bekerja dan bertapa secara rohani. Bentuk pertapaan ini utamanya melalui pemikiran filsafat dan matematika.[9]
Karakteristik
Istilah "etika" memiliki kemiripan dan perbedaan dengan beberapa istilah lain yaitu “etik” dan “etiket”. Persamaan antara ketiganya adalah dari segi bentuk serta unsur. Etika adalah kajian tentang etik. Sementara etiket adalah adat istiadat, sopan santun, dan perilaku dalam hubungan antar manusia yang bersifat positif. Persamaan antara etika dan etiket adalah sama-sama membahas mengenai perilaku manusia dan mengaturnya. Karenanya, istilah etika dan etiket tidak digunakan untuk hewan. Perbedaan keduanya adalah pada kondisi perilaku manusia. Etiket hanya membahas tentang cara perbuatan dilakukan. Sementara etika menentukan kepantasan suatu cara perbuatan untuk dilakukan. Etiket juga hanya berlaku untuk pergaulan dengan orang lain, sementara etika berlaku bagi diri sendiri dan orang lain. Sifat dari etiket adalah relatif sementara etika bersifat mutlak untuk diterapkan. Selain itu, sudut pandang etiket hanya dari sifat lahiriah manusia, sedangkan etika memandang manusia secara lengkap, menyeluruh, dan mendalam.[10]
Pengelompokan
Berdasarkan tingkat penerapan prinsip, etika dapat dibagi menjadi etika umum dan etika khusus (sosial). Etika umum merupakan dasar dari ilmu etika. Prinsip-prinsip yang dikemukakan berkaitan langsung dan menjadi bagian dari ilmu tentang moral. Sementara itu, etika khusus atau etika sosial merupakan penerapan dari prinsip-prinsip etika umum. Etika khusus ini ditujukan bagi berbagai pekerjaan yang bersifat profesional.[11]
Etika filosofi
Etika deskriptif
Etika normatif
Etika deontologi
Etika teleologi
Etika terapan
Etika bisnis
Masyarakat dan bisnis saling berkaitan satu sama lain. Kegiatan bisnis selalu berkaitan dengan keberadaan masyarakaat disertai dengan seluruh atribut dan simbol yang diyakini oleh masyarakat tersebut. Kondisi ini membuat kegiatan bisnis memiliki nilai moral dan etika tertentu.[12] Etika bisnis bertujuan untuk memberikan kesadaran moral kepada para pelaku bisnis. Kesadaran ini utamanya ditujukan kepada pebisnis untuk konsumen. Bentuknya dapat berupa kegiatan bisnis yang tidak menimbulkan kerugian bagi konsumen.[13]
Sudut pandang teoretis
Etika dapat dipahami melalui beberapa sudut pandang teoretis yang didasarkan kepada analisa pengalaman dengan bukti empiris. Sudut pandang paling awal adalah memandang teori etika melalui aspek kepentingan dan motivasi. Pada sudut pandang ini, subjeknya adalah individu yang akan melakukan suatu kegiatan atas keinginannya sendiri tanpa mempertimbangkan akibat dari tindakan yang dilakukannya. Sudut pandang berikutnya adalah berdasarkan penilaian dari pihak penyelenggara negara atau insitusi pemerintahan. Pada sudut pandang ini, etika dapat diatur dengan memasukkan konsep-konsepnya ke dalam peraturan, undang-undang dan perlakuan hukum publik. Konsep-konsep ini kemudian diberlakukan kepada publik. Sudut pandang terakhir adalah penilaian etika oleh komunitas masyarakat tertentu yang menjadi pihak perantara dalam interaksi sosial maupun interaksi fisik.[14]
Sudut pandang agama
Etika Islam
Etika Islam berbeda dengan etika dalam pandangan filsafat. Karakteristik utama dari etika Islam adalah adanya tuntunan untuk berperilaku dengan baik dan menghindari perilaku yang buruk. Sumber moral yang menjadi acuan penetapan standar etika Islam adalah wahyu dari Allah yang disampaikan di dalam Al-Qur'an dan hadis. Selain itu, etika Islam berlaku secara universal di segala tempat dan segala waktu. Sifat dari etika Islam ialah masuk akal sehingga dapat diterapkan oleh seluruh manusia. Tujuan akhir dalam etika Islam adalah pembentukan akhlak yang bersifat luhur.[15]
Lihat Pula
Referensi
Catatan kaki
- ^ Purba, S. dkk. (2020). Etika Profesi: Membangun Profesionalisme Diri. Yayasan Kita Menulis. hlm. 3. ISBN 978-623-6512-89-0.
- ^ Nurdin, Ismail (2017). Etika Pemerintahan: Norma, Konsep dan Praktek bagi Penyelenggara Pemerintahan. Yogyakarta: Lintang Rasi Aksara Books. hlm. 1–2. ISBN 978-602-7802-36-0.
- ^ Hidana, R., dkk. (2020). Jaelani, Elan, ed. Etika Profesi dan Aspek Hukum Bidang Kesehatan (PDF). Bandung: Penerbit Widina Bhakti Persada Bandung. hlm. 3. ISBN 978-623-93255-1-0.
- ^ Rakhmat, Muhammad (2013). Haerun, M., dan Nurrahmat, F. B., ed. Etika Profesi: Etika Dasar Setiap Profesi Kehidupan dalam Perspektif Hukum Positif (PDF). Bandung: LoGoz Publishing. hlm. 2. ISBN 978-602-9272-07-9.
- ^ Prihatminingtyas 2019, hlm. 2-3.
- ^ Sidiq, Umar (2018). Etika dan Profesi Keguruan (PDF). Tulungagung: STAI Muhammadiyah. hlm. 89. ISBN 978-602-71303-4-0.
- ^ Bertens, K. (1993). Etika. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. hlm. 4. ISBN 979-511-744-0.
- ^ Ekasari, K. dan Nurfitriasih, D. M. (2019). Etika Bisnis. Malang: Polinema Press. hlm. 3. ISBN 978-623-7408-54-3.
- ^ Hidayat, R., dan Rifa’i, M. (2018). Abdillah, ed. Etika Manajemen Perspektif Islam (PDF). Medan: Lembaga Peduli Pengembangan Pendidikan Indonesia. hlm. 6–7. ISBN 978-602-51316-3-9.
- ^ Hudha, A. M., Husamah, dan Rahardjanto, A. (2019). Etika Lingkungan: Teori dan Praktik Pembelajarannya (PDF). Malang: Penerbit Universitas Muhammadiyah Malang. hlm. 48. ISBN 978-979-796-384-2.
- ^ Asmawati dan Amri, S. R. (2011). Etika Profesi dan Hukum Kesehatan (PDF). Makassar: Pustaka Refleksi. hlm. 5. ISBN 978-979-357-067-9.
- ^ Prihatminingtyas 2019, hlm. 27.
- ^ Budiono, Gatut L. (2008). Laruhun, Lamansu, ed. Etika Bisnis Pendekatan Teoritis dan Praktis (PDF). Jakarta: Poliyama Widya Pustaka. hlm. 40. ISBN 978-979-15721-3-2.
- ^ Fauzi, Imron (2019). Umam, Khairul, ed. Etika Profesi Keguruan (PDF). Jember: IAIN Jember Press. hlm. 11–12. ISBN 978-602-414-088-5.
- ^ Wahyudin, Wahyudi, D., dan Muzakki, A. (2019). Etika Ketuhanan (PDF). Yogyakarta: Idea Press. hlm. 3–4. ISBN 978-623-7085-36-2.
Daftar pustaka
- Prihatminingtyas, Budi (2019). Etika Bisnis Suatu Pendekatan dan Aplikasinya Terhadap Stakeholders (PDF). Purwokerto: Penerbit CV IRDH. ISBN 978-602-0726-47-2.