Lompat ke isi

Kartanata Negara: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Faldi00 (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
FenyMufyd (bicara | kontrib)
k Bupati Lebak: (AWB semi manual) Merubah kata tidak netral Beliau → Ia/-nya; +templat tone kalau perlu
Baris 37: Baris 37:


== Bupati Lebak ==
== Bupati Lebak ==
Pada masa pemerintahanya, Ibukota Kabupaten Lebak berpindah tempat dari [[Warunggunung, Lebak|Warunggunung]] ke [[Rangkasbitung]] pada tahun 1851.<ref>{{cite web|title =SEJARAH KABUPATEN LEBAK|url=https://lebakkab.go.id/sejarah-kabupaten-lebak/|accessdate = 2020-01-19}}</ref> Rakyat Lebak mengalami penderitaan dan penindasan pada masa Bupati Kartanata Negara. Sebelum [[Eduard Douwes Dekker|Multatuli]] menjadi asisten residen, Kartanata Negara sudah terkenal akan kekejamanya dan asisten residen sebelumnya, C.E.P Carolous melaporkan tindakanya ke Residen Banten dan tidak digubris. Anak buah bupati mengambil paksa kerbau-kerbau rakyat tanpa dibayar kepada pemilik kerbau, merampas sawah rakyat untuk memeneuhi kebutuhan bupati. Pada kedatangan kerabat Bupati Lebak yaitu, R.A Kusumaningrat, Kartanata Negara melaksanakan kerja paksa untuk membersihkan rumput di kediaman bupati dalam mempersiapkan penyambutan. Karena tindakan sewenang-wenang, [[Eduard Douwes Dekker|Multatuli]] melaporkan ke atasanya. Namun sayangnya, laporan tersebut ditanggapi dan [[Eduard Douwes Dekker|Multatuli]] direncanakan untuk dimutasi ke Ngawi. Banyak Penduduk Lebak yang melarikan diri ke Lampung untuk bergabung dengan pemberontakan karena tindakan beliau.<ref>{{cite book|last=Dekker |first=Eduard Douwes |date=1972 |title=Max Havelaar |language= Belanda |translator-last= Jassin|translator= H.B Jassin|location=Jakarta |publisher=Djambatan}}</ref>
Pada masa pemerintahanya, Ibukota Kabupaten Lebak berpindah tempat dari [[Warunggunung, Lebak|Warunggunung]] ke [[Rangkasbitung]] pada tahun 1851.<ref>{{cite web|title =SEJARAH KABUPATEN LEBAK|url=https://lebakkab.go.id/sejarah-kabupaten-lebak/|accessdate = 2020-01-19}}</ref> Rakyat Lebak mengalami penderitaan dan penindasan pada masa Bupati Kartanata Negara. Sebelum [[Eduard Douwes Dekker|Multatuli]] menjadi asisten residen, Kartanata Negara sudah terkenal akan kekejamanya dan asisten residen sebelumnya, C.E.P Carolous melaporkan tindakanya ke Residen Banten dan tidak digubris. Anak buah bupati mengambil paksa kerbau-kerbau rakyat tanpa dibayar kepada pemilik kerbau, merampas sawah rakyat untuk memeneuhi kebutuhan bupati. Pada kedatangan kerabat Bupati Lebak yaitu, R.A Kusumaningrat, Kartanata Negara melaksanakan kerja paksa untuk membersihkan rumput di kediaman bupati dalam mempersiapkan penyambutan. Karena tindakan sewenang-wenang, [[Eduard Douwes Dekker|Multatuli]] melaporkan ke atasanya. Namun sayangnya, laporan tersebut ditanggapi dan [[Eduard Douwes Dekker|Multatuli]] direncanakan untuk dimutasi ke Ngawi. Banyak Penduduk Lebak yang melarikan diri ke Lampung untuk bergabung dengan pemberontakan karena tindakannya.<ref>{{cite book|last=Dekker |first=Eduard Douwes |date=1972 |title=Max Havelaar |language= Belanda |translator-last= Jassin|translator= H.B Jassin|location=Jakarta |publisher=Djambatan}}</ref>


== Referensi ==
== Referensi ==

Revisi per 18 Desember 2021 13.14

R.T.A Kartanata Negara
Bupati Lebak ke-2
Masa jabatan
1 November 1837 – 1865
Sebelum
Pendahulu
Pangeran Sendjaya R. Djamil
Pengganti
T. Prawirakoesoemah
Sebelum
Informasi pribadi
Lahir1796
Meninggal1879
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Bantuan penggunaan templat ini

Raden Tumenggung Adipati Kartanata Negara adalah Bupati Lebak ke-2 dari tahun 1830-1865 yang terkenal akan kesewenang-wenangannya yang diabadikan dalam buku Max Havelaar karya Multatuli.

Kehidupan Awal

Kartanata Negara adalah demang di Jasinga, Bogor. Perlawanan hebat Nyimas Gamparan memberikan kerugian yang besar bagi Belanda. Oleh karenanya, Belanda menerapkan kebijakan devide et impera dengan memberikan imin-iming kekuasaan di Lebak. Kartanata Negara berhasil mengeksekusi tugas tersebut dan menjadi Bupati Lebak ke-2 dimana Belanda memaksa Pangeran Sendjaya R. Djamil untuk turun jabatan.[1]

Bupati Lebak

Pada masa pemerintahanya, Ibukota Kabupaten Lebak berpindah tempat dari Warunggunung ke Rangkasbitung pada tahun 1851.[2] Rakyat Lebak mengalami penderitaan dan penindasan pada masa Bupati Kartanata Negara. Sebelum Multatuli menjadi asisten residen, Kartanata Negara sudah terkenal akan kekejamanya dan asisten residen sebelumnya, C.E.P Carolous melaporkan tindakanya ke Residen Banten dan tidak digubris. Anak buah bupati mengambil paksa kerbau-kerbau rakyat tanpa dibayar kepada pemilik kerbau, merampas sawah rakyat untuk memeneuhi kebutuhan bupati. Pada kedatangan kerabat Bupati Lebak yaitu, R.A Kusumaningrat, Kartanata Negara melaksanakan kerja paksa untuk membersihkan rumput di kediaman bupati dalam mempersiapkan penyambutan. Karena tindakan sewenang-wenang, Multatuli melaporkan ke atasanya. Namun sayangnya, laporan tersebut ditanggapi dan Multatuli direncanakan untuk dimutasi ke Ngawi. Banyak Penduduk Lebak yang melarikan diri ke Lampung untuk bergabung dengan pemberontakan karena tindakannya.[3]

Referensi

  1. ^ Adriansjah, Noer. "Nyimas Gamparan, Perempuan Perkasa Banten yang Terlupakan". Diakses tanggal 2020-01-19. 
  2. ^ "SEJARAH KABUPATEN LEBAK". Diakses tanggal 2020-01-19. 
  3. ^ Dekker, Eduard Douwes (1972). Max Havelaar (dalam bahasa Belanda). Diterjemahkan oleh H.B Jassin. Jakarta: Djambatan. 
Jabatan politik
Didahului oleh:
Pangeran Sendjaya R. Djamil
Bupati Lebak
1830-1865
Diteruskan oleh:
T. Prawirakoesoemah